Share

Dipaksa Menikahi CEO
Dipaksa Menikahi CEO
Penulis: Pulungan

Salah Paham Berujung Pelaminan

Brugh! Evan ambruk bagitu ia masuk ke kos-kosan Aira.

"Astagfirullah ... Kak Evan!" teriak Aira histerisnya, lalu meletakkan tehnya.

Aira mendekatinya Evan, tapi ia tidak berani menyentuhnya.

"Duh ... gimana ya? Mana hari udah malam lagi gak ada orang lagi udah sepi ngapain dia ke sini?" gumam Aira panik.

Disisi lain Ibu penjaga warung depan baru saja tutup, saat ia hendak pulang tidak sengaja ia melihat pintu kos Aira masih terbuka.

"Kos masih buka pintunya si neng padahal udah malam?"gumamnya.

Iseng-iseng si ibu tersebut menuju kos Aira beniat memanggil, begitu ia sampai di ambang pintu ia melihat Aira sedang duduk di dekat kepala seorang laki-laki yang tergeletak di lantai.

'Itu bukannya anak Pak Budi, ngapain dia malam-malam di kos cewek? Ada yang nggak beres nih.' batin ibu penjaga warung tersebut pikirannya langsung kemana-mana.

Tanpa pikir panjang, ia langsung menghubungi orang tua Evan yang kebetulan dulu sempat jadi majikannya.

Disisi lain, Aira masih panik harus bagaimana ditambah hari semakin malam.

"Kak..." panggilnya sambil menggoyang-goyangkan lengan Evan.

"Gimana ya? Ini pingsan apa gimana sih, aku nggak ngerti lagi?" ujarnya panik.

Cukup lama ia berusaha menyadarkan Evan, namun hasilnya nihil hingga akhirnya ia pasrah.

"Evan!" panggil seseorang, Aira langsung berbalik melihat siapa yang datang dahinya mengernyit bingung karena tidak kenal.

Orang tua Evan mendekati anaknya kamu duduk disamping Aira.

"Kamu siapanya Evan, Nak?" tanya ibu Evan membuat Aira gelagapan dengan cepat ia menggeleng. 

"Sa--saya cuma tetangganya Bu." jawab Aira takut. 

"Kenapa bisa Evan di sini?" tanya ibunya lagi membuat Aira makin bingung harus menjawab apa. 

"Saya nggak tau Bu tiba-tiba aja Kak Evan ambruk di kos saya." jawabnya jujur, Ibu Evan mengusap lengangnya lembut.

"Jujur saja Nak, kami berdua sebagai orang tua Evan nggak akan marah kok, asal kamu jujur mau jujur biar gak ada salah paham dan fitnah.

Sudah berapa kali Evan kesini?" kali ini Ayah Evan yang bertanya membuat Aira makin bingung.

"Maaf Pak, Bu maksudnya gimana ya? Saya tidak mengerti arah omongannya kemana?

Saya cuma tetangganya dan baru kenal juga ini pertama kalinya Kak Evan kesini, saya juga bingung kenapa tiba-tiba disini" ujar Aira.

"Ya udah gini aja mana nomor telepon orang tuamu." timpal Ibu penjaga warung depan.

Aira langsung memberikan ponselnya lalu ibu penjaga warung tersebut keluar untuk menelpon orang tua Aira. 

"Kenapa Evan bisa begini Nak?" tanya  Ayah Evan lagi. 

"Saya nggak tau Pak, saya juga bingung kenapa Kak Evan masuk ke kos saya tiba-tiba begini." lanjut Aira mencoba memberikan pengertian.

"Baiklah Bapak percaya kok sama kamu, tapi masalahnya orang sekitar sini ada yang melihat kalian begini.

Otomatis pandangannya bakal mereka sangat buruk terhadap kalian berdua makanya Bapak dan Ibu kesini. 

Jadi saran saya sebelum berita ini tersebar kemana-mana, saya minta tolong sama kamu menikah dengan Evan." usul Ayah Evan membuat Aira kaget bukan main.

Deg! "Nggak bisa gitu dong Pak, kami nggak ngelakuin apapun ini salah paham Pak." sanggah Aira tidak terima.

"Kita tunggu Evan bangun dulu sepertinya ia mengkonsumsi obat tidur yang berlebihan." jawab Ayah Evan menenangkan Aira.

Tidak lama kemudian, ibu penjaga warung tersebut kembali masuk dan memberikan ponsel Aira. 

'Ya tuhan cobaan apalagi ini?' batin Aira sambil tangannya mulai gemetar karena takut.

2 jam kemudian kedua orangtuanya sudah sampai membuat Aira langsung berhambur kepelukan ibunya lalu menangis.

" Umi ... Aira gak ngerti apa-apa, Aira juga bingung kenapa Kak Evan disini." terang Aira pada Uminya.

Namun hanya dibalas senyuman oleh Uminya, lalu mengelus kepala putrinya. 

"Jadi gimana Bu keputusannya?" tanya Umi Aira pada Umi Evan. 

"Gimana kalo mereka kita nikahkan saja demi menutup malu kita sebagai orang tua.

Saya berani bilang begini karena anak saya juga sudah kerja sudah berpendidikan dan semoga bisa menjadi suami yang baik." jawab Ayah Evan. 

"Gimana Nak?" tnya Abi pada Aira, namun Aira malah menangis sambil menggeleng.

"Aira belum mau nikah Umi." ucap Aira memelas pada Uminya. 

"Kamu bukan anak kecil lagi sayang, jika kamu gak menikah dengan Evan pasti nama kamu akan tercemar seburuk-buruknya di komplek ini, karena sudah membolehkan laki-laki masuk ke kosmu tengah malam begini." 

Umi mencoba memberi pengertian pada Aira. Tapi nasehat itu malah membuat Aira semakin menangis sesenggukan. 

Tidak lama kemudian Evan bangun dari tidurnya. Kepalanya masih sangat terasa berat, namun ia memaksakan bangun begitu melihat orang tuanya.

Ia juga melihat Aira menangis dipelukan Ibunya membuat Evan bingung. 

"Bu ini ada apa?" tanya Evan pada ibunya.

"Kenapa tidur di kos cewek Nak, coba lihat sekarang jam berapa?" Ibu balik bertanya.

Evan langsung melihat arlojinya sudah  menunjukkan pukul 5.20 sudah masuk waktu subuh. 

"Tadi kepala Evan pusing banget Bu tapi Evan gak ada niatan sama sekali untuk tidur disini." jawab Evan. 

"Kamu punya rumah kan Van luas lagi, kenapa harus disini tidurnya?" tanya Ayahnya lagi, membuat Evan bungkam ia melihat Aira sampai menangis sesenggukan.

"Sekarang kamu lihat nama baik seorang gadis tercemar gara-gara ulahmu. 

Ayah minta kamu tanggung jawab Nak," ucap Ayahnya membuat Evan bingung.

'Tanggung jawab? Apaan sih.' ucapnya dalam hati.

"Tapi Yah ... Evan sama Aira nggak ngapa-ngapain." sanggah Evan. 

"Iya Ayah paham kok, tapi masalahnya kamu di kos cewek sampe subuh apa itu masih baik di mata orang?

Kamu seorang CEO di kantor Ayah tolong jangan buat malu." pinta Ayahnya membuat Evan langsung bungkam.

"Aira boleh kita bicara berdua sebentar?" tanya Evan membuat Aira langsung menoleh.

Aira langsung melihat Uminya yang hanya mengangguk pertanda iya.

Aira  kembali melihat Evan, lalu mengangguk lalu mereka keluar sebentar.

"Saya minta maaf ya atas kejadian ini, tadi saya cuma mau minta maaf tidak lebih.

Tapi ntah kenapa kepala saya pusing banget mulai dari pasar malam tadi." ucap Evan membuka percakapan. 

"Harusnya Kakak minta maaf besok aja, sekarang 'kan begini jadinya." jawab Aira sedikit tegas.

"Ya udah sekarang gini, orang tua kita menuntut kita untuk di nikahkan. 

Saya bakal tanggung jawab tapi saya tau pasti kamu masih belum mau menikah sama dengan saya. 

Jadi setelah kita nikah saya gak nuntut kamu apa-apa.

Rumah saya paling belakang ada kayak kamar lengkap sama kamar mandi dan pintunya dari samping.

Itu cocoknya untuk anak kos, tapi karena saya gak mau kontrakin jadinya kosong.

Nanti kamu tinggal di situ aja tetap lanjutin kegiatanmu sebagai guru begitu juga saya. 

Jadi kita nikah untuk menutup malu orang tua kita masing-masing aja, saya  tau saya salah." terang Evan membuat Aira berpikir sedikit lama, kemudian mau gak mau ia mengangguk.

"Dan satu lagi pernikahan kita rahasiakan aja ya. Cukup kita dan keluarga aja yang tau kalo bisa Tio dan Farra juga gak usah tau, gimana?" usul Evan yang dibalas anggukan oleh Aira.

"Saya gak bakalan nuntut kamu apa-apa, ini semua kita lakukan demi orang tua kita aja." lanjut Evan meyakinkan Aira.

"Iya." jawab Aira lesu karena tidak ada jalan keluar lagi. 

"Ya udah kalo gitu kita masuk lagi." ajak Evan, lalu berjalan terlebih dahulu yang di ikuti oleh Aira dari belakang.

"Gimana keputusan kalian?" tanya Ayah Evan begitu melihat anaknya dan Aira masuk.

"Baik Yah ...  Evan tanggung jawab akan menikahi Aira dengan syarat diadain di rumah kita bukan di sini." jawab Evan membuat Ayahnya dan kedua orang tua Aira tersenyum. 

"Baik Nak sekarang ayo kita pulang sama Aira juga." ajak Ayahnya, lalu mereka pergi ke rumah orang tua Evan.

*** 

Hari ini pernikahan Aira dan Evan akan di langsungkan. Evan sedang melakukan ijab qabul di bawah, sedangkan Aira sedang di dandani oleh perias.

"Cantik banget ya istrinya Kak Evan gak pernah pacaran gak ada temen cewek.

Eh ... tiba-tiba nikah sama gadis cantik." puji sepupu Evan yang dibalas senyuman oleh Aira. 

Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu pertanda ijab qabul sudah selesai.

Bukannya senang Aira malah tiba-tiba menangis. 'kenapa nasibku harus begini?' batin Aira, lalu ia berdiri sambil dituntun oleh keluarga Evan.

"Ayo Kak jangan nangis nanti make up nya luntur."

Begitu pintu terbuka terlihatlah seorang laki-laki yang lebih tinggi dari Aira dengan pakaian pengantin yang ia kenakan.

"Ayo Nak raih tangannya."  suruh Ayahnya membuat Evan tersadar.

'Kenapa saya malah jadi deg-degan ya lihat Aira di dandani begitu ia terlihat lebih dewasa, padahal kan ini settingan.' ucap Evan dalam hati, lalu meraih tangan Aira yang terasa dingin.

Setelah itu Evan membawa Aira turun, lalu duduk berdampingan di pelaminan.

Seharian Aira hanya diam dengan pikiran yang melayang-layang entah kemana.

Sesekali Evan melirik Aira yang sedang duduk di sampingnya.

'Benar nggak ya keputusan saya ini? Tapi udahlah di jalani dulu aja.' lagi-lagi Evan berdebat dengan hatinya sendiri.

***

Malam hari, Aira dan Evan sudah di kamar karena malam ini mereka tidur di rumah orang tua Evan. 

Aira sedang berdiri di depan kaca sambil melepaskan semua yang ada di kepalanya.

Evan yang hendak ke kamar mandi langsung menghentikan langkahnya. 

"Butuh bantuan saya gak?" tanya Evan membuat Aira melihat Evan dari kaca. "Iya Kak." 

Mendengar itu Evan langsung mendekati Aira, lalu ia mulai membantu melepas satu persatu hiasan di kepala Aira.

Sepanjang Evan melepas hiasan yang di kepalanya Aira terus memperhatikan Evan dari kaca.

Setelah selesai Evan tidak sengaja melihat ke arah kaca ia melihat Aira sedang memperhatikan dirinya, buru-buru ia mengalihkan pandangannya. 

"Udah selesai saya mandi duluan." ucap Evan lalu melangkah ke kamar mandi. 

15 menit kemudian Evan sudah keluar dengan segar, melihat itu Aira langsung mengambil baju gantinya, lalu ia masuk ke kamar mandi.

Belum berapa detik Aira kembali keluar dengan kondisi yang sama masih mengenakan gaun pengantinnya.

Evan yang sedang asik dengan ponselnya langsung menoleh melihat Aira. 

"Kamu gak jadi mandi?" tanya Evan karena melihat Aira masih mengenakan pakaian pengantin. 

"Aku gak bisa buka resleting belakang Kak." jawabnya sambil menunduk. 

Evan menelan ludahnya dengan susah payah. "Si--sini saya bantu." ucapnya gugup.

Aira berjalan mendekati Evan lalu ia berbalik. Evan memegang resleting gaun Aira lalu ia menutup matanya kemudian menurunkan resleting gaun Aira.

"Sudah, sana mandi." suruh Evan dengan mata masih terpejam begitu Aira berbalik ia bingung melihat Evan menutup mata.

"Kenapa Kak? Aku pake baju kok di dalam." ujar Aira lalu melanggeng pergi. 

Evan yang kaget dengan ucapan Aira langsung membuka matanya satu persatu.

"Ya mana saya tau." dumel Evan lalu kembali merebahkan dirinya di ranjang.

15 menit kemudian Aira sudah selesai mandi Evan yang melihat itu langsung bangkit dari ranjang.

"Kamu tidur di ranjang biar saya di sofa." ucap Evan. 

"Gak usah Kak, aku aja yang di sofa." tolak Aira membuat Evan menyergit.

"Terserah."jawab Evan acuh, lalu ia kembali menghempaskan tubuhnya di ranjang.

Tanpa membuang waktu, Aira langsung berbaring di sofa karena badannya terasa pegal seharian berdiri menyalami tamu.

Tengah malam Evan tersadar dari tidurnya ia melihat ke arah sofa dan benar saja Aira tidur begitu pulas tanpa selimut. 

Evan langsung berdiri, lalu menarik selimutnya untuk di pakaikan ke Aira.

Perlahan ia menunduk sedikit sambil memakaikan selimut.

'Cantik juga dia kalo di lihat dekat begini.' batin Evan sambil tangannya masih memegang selimut.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
amymende
baru baca sudah terasa begonya
goodnovel comment avatar
Hut Abri Susilowati
katanya pernikahannya dirahasiakan, kena pa sampai kecapekan menyalami tamu sampai seharian ?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status