Saat asik memandangi wajah Aira tiba-tiba Aira merasa terganggu perlahan ia membuka matanya.
Samar-samar ia melihat Evan, sedangkan Evan yang melihat itu langsung kaget dan refleks mundur ke belakang.
Tapi sialnya kakinya malah tersandung membuat Evan hampir terjungal ke belakang.
Aira yang melihat itu segera menarik tangan Evan dengan kuat membuat Evan terjatuh di atas Aira.
Detik kemudian pandangan mereka bertemu, keduanya sama-sama bungkam antara rasa malu dan gugup.
"K--kak." ucap Aira gugup sambil mendorong dada Evan pelan. Mendengar itu Evan langsung bangkit dari atas Aira."Sorry saya gak sengaja." ucap Evan datar, lalu ia kembali ke ranjang.Dadanya bergemuruh sedangkan Aira setelah Evan pergi ia juga langsung memegangi dadanya.
Hampir 15 menit Aira menetralkan jantungnya dan berusaha memejamkan matanya. Namun hasilnya nihil membuat Aira membuka matanya kembali.Sekarang ia menatap langit-langit kamar sedangkan Evan masih bersandar di sudut ranjang sambil memejamkan matanya.
Saat Aira asik dengan pikirannya sendiri tiba-tiba lampu mati membuatnya langsung kaget, lalu memejamkan matanya.
'Duh ... mana ponselku lagi di charger dekat pintu.' batin Aira lalu ia berdiri sambil meraba-raba tembok.Brugh! "Akh …" ringis Aira membuat Evan langsung membuka matanya.'Kok gelap?' batin Evan lalu ia duduk melihat kesana-kemari mematikan tidak ada cahaya atau tidak.
"Aira." panggil Evan karena ia mendengar suara ringisan.'Duh ... Kak Evan bangun lagi gimana ini? Aku masih malu liatin sama dia.' ucap Aira dalam hati.
Merasa tidak ada jawaban Evan langsung meraih ponselnya di meja rias lalu menyalakan senter.Saat sinar senter Evan mengenai Aira, ia malah menunduk. Evan yang melihat Aira duduk di lantai langsung menghampirinya.
"Kamu jatuh?" tanya Evan membuat Aira langsung mati kutu, kemudian ia mengangguk."Mau ngambil apa sih?" tanyanya lagi sedikit mengerutkan keningnya."I--itu mau ngambil ponsel Kak." jawab Aira sambil menunjuk ke arah ponselnya yang sedang di charger.
Evan yang melihat itu langsung mengambil ponsel Aira. "Nih ponselmu bangun dari lantai." ucap Evan sambil memberikan ponsel Aira.
Aira langsung menerima ponselnya, lalu berusaha berdiri tapi pinggangnya begitu sakit.
"Akh … encokku." ringisnya pelan sambil memegangi pinggangnya.
Evan yang melihat itu langsung memegang tangan Aira. "Bisa gak?" tanyanya membuat Aira langsung mendongak.Sedetik kemudian pandangan mereka bertemu lagi. "B--bisa Kak." ucap Aira gugup sambil berusaha berjalan.
"Ya sudah, kamu tidur ranjang aja sama saya." ajak Evan membuat Aira langsung menghentikan langkahnya."Maksudnya?" tanya Aira bingung. "Tidur di ranjang saya, saya gak bakalan ngapa-ngapain kamu, gak usah geer." jawab Evan sambil membantu Aira berjalan ke ranjang. Terpaksa Aira mengikuti kemauan Evan walaupun guling sudah menjadi antara mereka berdua. Tapi tetap saja Aira tidak bisa memejamkan matanya pikirannya kemana-mana.'Gimana ya kalo Kak Evan meminta haknya malam ini? Gimana dong?" batin Aira sambil pura-pura tidur.
'Kenapa jantungku berdegup kencang ya kalo melihat Aira? Jangan bilang kamu nafsu sama dia Van.Kamu udah janji nggak bakalan nuntut apa-apa sama dia.' ucap Evan dalam hati. Ternyata Evan juga sama belum bisa tidur.
Aira dan Evan asik dengan pikiran mereka masing-masing hingga mereka terlelap. Saat adzan subuh berkumandang Aira tersadar dari tidurnya.
Ia langsung duduk kemudian mengecek semua pakaiannya. 'Huh ... lengkap.' gumamnya lalu membuang nafas.
Aira melihat Evan masih tertidur dengan segera ia mandi lalu sholat subuh.S etelah selesai Aira turun ke bawah ia melihat ibu mertuanya sedang memasak.
Saat Aira hendak menghampiri mertuanya tiba-tiba langkahnya terhenti.
'Ibu menyukai aku nggak ya? Secara aku nikah sama anaknya dengan kasus yang tidak baik?' batin Aira lalu ia menunduk. Saat ibu Evan berbalik ia melihat menantunya sedang menunduk menatap lantai.Ia tahu pasti Aira takut menyapanya, ia langsung menghentikan aktivitasnya, lalu mendekati Aira."Aira." panggil ibu pelan sambil memegang pundak Aira, membuat Aira langsung mendongak kaget."I--ibu." ucap Aira gugup. "Kenapa melamun Nak?" tanya ibu sambil mengusap pundak Aira, yang dibalas gelengan oleh Aira."Mau bantu ibu masak?" tanya ibu mebuat senyum di bibir Aira langsung mengembang, lalu ia mengangguk."Ya udah yuk kita masak." ajak ibu sambil menarik tangan Aira.
***Hari sudah menunjukkan pukul 7.30. Keduanya sudah selesai menghidangkan makanan.
Tidak lama kemudian Ayah datang dengan ngos-ngosan habis joging dan Evan turun dari atas dengan rapi.
"Yuk sarapan dulu." ajak Ibu pada ayah dan Evan. Sepanjang makan hanya ada keheningan."Kamu kerja apa Aira?" tanya Ayah membuat Aira langsung mendongak lalu tersenyum.
"Guru sd Ayah." jawab Aira membuat Ayah tersenyum lalu mengangguk.'Oalah dia guru tah pantas saja masih kekanak-kanakan.' ucap Evan dalam hati sambil menyuapkan nasi ke mulutnya."Emangnya umur udah berapa Nak?" tanya Ayah lagi."23 tahun Ayah." lanjut Aira membuat Evan langsung berhenti maka, hampir saja ia tersendak dengan segera ia minum sebanyak-banyaknya.'What 23 tahun? Sedangkan saya 28 tahun yang benar saja kami beda 5 tahun.' batin Evan."Kayaknya kami pulang ke rumah sekarang deh Yah, Bu." ucap Evan membuat Ayah mengernyitkan dahinya."Kok buru-buru Nak?" tanya Ayah membuat Evan bingung harus jawab apa."Em… kita mau belanja dulu Yah kebutuhan di rumah Evan lagi kosong sekalian jalan-jalan." jawab Evan berbohong. "Ya udah, kalau begitu kalian hati-hati ya jangan berantem kalian harus bisa saling memahami dan harus ada mengalah supaya rumah tangga awet.Karena yang namanya rumah tangga selalu ada masalah baik yang kecil maupun besar.
Jadi, kalian harus bisa mengatasi itu semuanya." nasehat Ayah membuat Evan dan Aira bungkam kemudian mengangguk.
Setelah selesai makan Evan dan Aira pamit karena pakaian mereka semua di rumah dan di kos jadi mereka tidak membawa koper.Selama perjalanan hanya ada keheningan di dalam mobil. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing."Kamu beneran 23 tahun?" tanya Evan penasaran membuat Aira langsung melihatnya lalu mengangguk.
"Iya Kak emangnya kenapa?" Aira balik bertanya."Kamu lulus kuliah kapan emang?" bukannya menjawab Evan malah balik bertanya. "Tahun ini." jawab Aira singkat.
"Hah? Tapi kamu udah ngajar." ucap Evan kaget."Iya, jadi aku itu lulusan tercepat di banding temen-temen seangkatan dan aku lulus dengan IPK 4.0.
Makanya begitu gua lulus langsung ditawarin kerja." terangnya membuat Evan mangut-mangut paham.
'Pinter dia berarti.' batin Evan. Setelah sampai ke rumah Evan mereka berdua langsung turun.
"Ini kunci kamar yang saya bilang pintunya dari samping agak ke belakang kamu cek aja." ucap Evan sambil memberikan kunci ke Aira."Aku mau ke kos dulu Kak ngambil barang." ucap Aira yang dibalas anggukan oleh Evan lalu ia masuk ke rumahnya.
Aira bergegas ke kosnya mengambil semua barangnya lalu mengembalikan kunci kosnya.
***Sekarang Aira sudah di depan pintu rumah kecilnya dengan semangat Aira membuka pintu. Sesaat kemudian matanya terbelalak melihat debu yang begitu banyak.
Tanpa membuang waktu Aira masuk ke dalam lalu membersihkannya terlebih dahulu sebelum memasukkan barang-barangnya.
"Ada lemari juga ada tempat tidur, kamar mandi ada jendelanya satu, rak sepatu, meja belajar, televisi juga ada semoga masih bisa." ucapnya mengabsen semua barang yang ada.Setelah semuanya bersih ia memasukkan barang-barangnya.
"Sekarang aku nyusun baju dulu kemudian nyusun sepatu ganti seprai trus masak deh.Persediaan yang kemarin masih ada." lanjutnya dengan semangat. Aira sangat senang dengan rumah kecilnya tersebut selain lebih lengkap ia juga tidak perlu bayar.
Seminggu telah berlalu, tidak ada lagi pengganggu di rumah tangga Evan dan Aira."Kak," panggil Aira yang tengah melipat kain di atas ranjang, sedangkan Evan sedang bermain dengan Zalfa."Hem," sahut Evan seperti biasa membuat Aira langsung memutar mata malas."Semenjak Mei di tangkap polisi, ini rumah adem-adem aja ya kayak nggak biasa," ucap Aira.Evan yang mendengar itu langsung duduk melihat Aira bingung."Kok nggak biasa sih, kamu senang ada pengganggu disini," tebak Evan, Aira malah menggedikkan bahunya."Nggak suka sih ada pelakor, tapi lebih suka memusnahkan pelakor," ujar Aira membuat Evan mangut-mangut."Kakak yakin nggak bakal ada lagi pelakor?" tanya Aira."Nggak ada Ai, satu aja stres mikirinnya, udah ih jangan sangka buruk terus," jawab Evan santai lalu ia kembali berbaring di samping Zalfa."Okelah, tapi kalo Kakak bohong siap-siap aja jadi pendamping Mei di jeruji," ancam Aira membuat Evan terkekeh."Apaan sih kamu cemburuan banget sekarang, lagian saya tuh udah nggak
Evan dan Mei langsung kaget, Mei langsung mengubah ekspresinya menjadi selugu mungkin sebelum ia berbalik."M--mbak," sapa Mei pura-pura sopan membuat Aira langsung mengernyit."Ngapain kamu tengah malam begini sama suami saya?" tanya Aira ketus membuat Mei langsung gelagapan."Anu ... itu Mbak, tadi Pak Evan mau makan katanya saya mau buatin.Yapi tiba-tiba saya lihat di baju Pak Evan ada kecoa," jawab Mei sedatar mungkin membuat Evan mengernyitkan dahinya."Oh saya kira ngapain sampai kamu kayak mau meluk Kak Evan," jawab Aira santai."Ya sudah kamu tidur sana, biar saya aja yang buatin makan." suruh Aira yang dibalas anggukan oleh Mei lalu ia pergi meninggalkan mereka berdua.'Huh untung nggak ketahuan,' ucap Mei dalam hati sambil berjalan ke kamarnya.Disisi lain, Aira menyiapkan makanan untuk Evan lalu ia menarik Evan ke kamar.Sampai di kamar Evan langsung menutup pintu lalu mengusap dadanya."Hampir tau Ai belum cukup apa buktinya?" tanya Evan dengan nada sedikit kesal membuat
"Ayo masuk, kamar kamu di disana," ajak Aira mempersilahkan Mei masuk. Sedangkan Evan hanya mematung melihat keduanya.'Apa ini mimpi?' batin Evan begitu Aira dan Mei melewatinya.Beberapa menit kemudian Aira kembali menghampiri Evan yang masih bingung."Kak," panggil Aira dari samping membuat Evan langsung menoleh."Ayok ke kamar," ajak Evan lalu berjalan terlebih dahulu yang diikuti oleh Aira.Begitu mereka masuk Aira langsung menutup pintu dan Evan merebahkan putrinya di ranjang."Ai maksud kamu apa?" tanya Evan kesal. Tapi Aira malah tersenyum membuat Evan semakin kesal."Ai kamu tahu kan Mei itu-" ucapan Evan terhenti saat Aira membungkam mulutnya."Shut ... jangan keras-keras ngomongnya nanti dia dengar," ucap Aira pelan yang dibalas anggukan oleh Evan.Kemudian Aira memberi tahu tujuannya pada Evan. Sedangkan Evan hanya bisa mengangguk mendengar penuturan Aira."Apa kamu yakin itu akan berhasil?" bisik Evan."Kita liat aja nanti," jawab Aira sambil melipat kedua tangannya membu
Bagitu Aira sampai di ambang pintu kamar, ia melihat Evan sedang menggendong Zalfa sambil melantunkan sholawat. Aira tersenyum lalu ia perlahan mendekati keduanya.Begitu sudah sampai di belakang Evan, ia langsung melingkarkan tangannya di pinggang Evan lalu ia menoleh dari samping."Kak," panggil Aira lembut membuat Evan sedikit menoleh."Hem," lagi-lagi Evan hanya mendehem membuat Aira langsung bingung. Aira langsung melepaskan tangannya dari pinggang Evan lalu berjalan ke depan Evan.Aira mengambil alih Zalfa dari gendongannya lalu ia kembali merebahkan Zalfa ke ayunan. Setelahnya Aira langsung berdiri di depan Evan sambil menatap manik itu dalam-dalam."Kok di rebahin sih, saya masih mau gendong," ucap Evan, Aira langsung senyum lalu menggeleng."Kakak kenapa? Ada masalah kah?" tanya Aira lembut, Evan yang mendengar itu langsung duduk di sisi ranjang yang diikuti oleh Aira."Mei," jawab Evan singkat membuat Aira langsung mengangkat kedua alisnya."Perempuan gatal itu ganggu Kakak
"Andi," sapa Evan tidak percaya melihat Andi datang pagi-pagi begini."Abang ngapain pagi-pagi ke sini? Emang nggak ngajar? tanya Aira bingung."Nggak, mata kuliahnya batal," jawab Andi santai."Terus Naya mana? Kenapa nggak ikut sekalian? tanya Evan."Naya masih di kantor mungkin siangan saya jemput," jawab Andi."Kalau cuma sendirian ngapain datang sih," ucap Aira dengan nada kesal membuat Evan terkekeh mendengarnya."Apaan aku datang bukan mau liatin kamu, tapi mau lihatin ponakanku, minggir!" Ketus Andi lalu ia masuk begitu saja."Tuh kan, pagi-pagi udah bikin kesal," rengek Aira sambil menarik tangan Evan membuat Evan tersenyum."Yuk istirahat lagi kamu nggak boleh stres dulu, bawa santai aja," ucap Evan sambil membantu Aira jalan."Aira," panggil seseorang membuat mereka kembali berbalik, detik kemudian Aira tersenyum."Alhamdulillah, akhirnya Ibu datang juga ini siapa Bu?" tanya Aira karena bingung Ibunya membawa perempuan yang masih muda seumuran Evan."Oh ini namanya Meisari,
Sampai di rumah, Farra langsung turun dan berlari masuk ke rumah. Di ambang pintu ia melihat Tio sedang duduk menyadarkan tubuhnya ke sisi sofa sambil memejamkan matanya.Perlahan Farra mendekatinya, ia melihat satu kaki Bayu celananya di lipat hingga ke lutut. Farra duduk disampingnya suaminya tersebut lalu tangannya terulur memegang tangan Tio."Mas," panggil Farra lembut membuat Tio membuka matanya, lalu menoleh ke samping."Kamu udah pulang sayang," ucap Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."Mas kecelakaan dimana? Kok bisa kecelakaan? Kata tukang urutnya Mas kenapa?" cecar Farra sambil air matanya mulai menggenang. Tio yang mendengar itu langsung tersenyum, lalu tangannya terulur mengusap wajah Farra."Jangan nangis nggak apa-apa kok, tadi aku sama Dian buru-buru mau ngambil berkas ke perusahaan lain. Jadi naik motor biar cepat, tapi itulah nasib kami tabrakan. Mas kakinya keseleo tapi Dian nggak kenapa-kenapa," terang Tio membuat Farra menangis."Harusnya aku nungguin Mas dulu t