Perjalanan dari gerbang istana hingga pintu utama istana Pangeran Hitam memakan waktu lima kali perputaran jam pasir, hal ini disebabkan luasnya halaman istana itu.
Kelam dan dingin, kata itulah yang muncul di benak Amanda saat melihat istana megah yang di hiasi batu marmer berwarna kehitaman terpadu sempurna dengan warna emas yang menambah kesan mewah. Warna kelam juga turut menghiasi halaman istana yang ditumbuhi mawar hitam, anggrek hitam, dan berbagai macam tumbuhan lainnya yang Amanda tak mengetahui namanya, dan kesemuanya entah bagaimana bisa senada berwarna gelap.
Di tangga pintu masuk utama terlihat para pelayan telah berbaris sempurna menunggu kedatangan tuan mereka.
“Selamat datang Tuan,” ucap Andreas menyambut Pangeran Hitam sambil memberi gesture salam khas Anarka yang diikuti oleh seluruh pelayan istana.
“Apa Tuan berhasil membujuk gadis itu datang? Hamba juga mengirimkan dua belas peti perhiasan dan hadiah, agar mereka bersedia
Terimakasih telah membaca ceritaku. Tolong dukung aku dengan masukan buku ini ke dalam rak baca kalian, lalu beri VOTE, dan bintang lima ya. Setiap dukungan sangat berarti untuk Author, sayang kalian banyak-banyak.
“Keluarga Ratu itu menipu kita, dia sama sekali bukan dari kelas Bangsawan Duke seperti yang kita duga, Tuan,” papar Andreas. “Lantas? Keluarganya hanya ‘grand duke’?” tanya Illarion, yang dijawab gelengan kepala oleh Andreas. “Sekelas marquis? Tidak,” Rion menautkan alisnya. “Earl?” “Baron, Tuan. Gadis itu berkasta baron.” Illarion tertawa keras. “Bahkan bukan viscount! Tapi baron?! Penyihir tua itu benar-benar sedang meremehkanku! Sudah kuduga gadis itu pikir bisa menipuku dengan wajah polosnya.” “Anda bisa mengatakan sang Ratu menipu pernikahan ini pada Baginda Raja, Tuan. Sebaiknya segera agar sebelum mereka menganugrahinya gelar ‘Duke’,” saran pengawal setia Illarion. Pangeran Hitam menyentuh dagunya.”Biarkan saja keadaan seperti ini,” ucapannya barusan membuat Andreas bingung. “Bukannya dengan ini Tuan bisa membuktikan perjanjian ini berat sebelah?” Rion melihat ekspresi keberatan di wajah pengawalnya. “Hanya dela
Raja Abraham terkekeh, “apa kau begitu posesif sehingga tak mengijinkan aku bicara denganya?” “Ti-tidak bukan begitu,” jawab Rion salah tingkah, dan langsung pamit undur diri dari kamar pribadi Raja. Apa yang ia katakan pada Raja? Ia dan keluarganya seorang pembohong handal, tentu saja dia akan memfitnahku! Sialan. Penyihir tua itu menepatkan bidak yang paling pintar berakting, entah kenapa aku bisa berpikir gadis itu jujur dan polos! Entah apa yang Amanda dan Baginda Raja bicarakan di dalam, tapi waktu dua jam menunggu di luar membuat Rion semakin gelisah. Ceklek. Amanda membuka pintu kamar Baginda Raja, mata nyalang Pangeran Hitam langsung menyambut gadis itu. Dan ketika pria besar itu hendak masuk kembali, pelayan Raja mengatakan, “Raja sedang beristirahat dan tak ingin diganggu siapa pun.” Namun sayup-sayup Illarion bisa mendengar suara Raja. “Aku tak menyangka kau punya sisi seperti itu, Rion,” ujar pria tua dengan ekspre
Amanda menahan bara kayu itu dengan tangan kosong, dan sisa kekuatannya ia gunakan untuk mendorong kayu itu ke arah pelayan yang hendak melukainya. Detik berikutnya terasa lambat, saat api melalap rambut pelayan itu. Jeritannya memenuhi isi ruangan tak lama sampai ia berlari di iringi temannya keluar dari kamar Amanda. Gadis itu masih gemetar ketakutan dengan tangan melepuh parah dan keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Kembali Amanda tak sadarkan diri. Hari sudah menjelang sore saat Amanda merasakan perih di sekujur tubuhnya. Netra ungunya terbuka sedikit saat melihat seseorang sedang mengobatinya. “Apakah perih? Kau meringis ketika ku obati, padahal kau tak sadarkan diri.” Madam Croiz terlihat khawatir. Amanda langsung duduk gemetar dengan posisi mempertahankan diri. Apa wanita ini juga akan mencoba membunuhku? “Tenanglah, aku tak sama seperti mereka. Aku di pihakmu putriku,” terang Madam Croiz. Usapan pelan di lengan Amanda entah
“Anda bercanda ‘kan?” Amanda tahu hal itu bukanlah sebuah lelucon tapi berdiskusi tentang menghilangkan nyawa seseorang, Amanda lebih berharap kalau dialog ini hanyalah sebuah candaan. Lagipula Madam Croiz adalah orang baik pertama yang membuatnya nyaman, di istana ini. Kuharap ia bisa berpikir kembali tentang apa yang ia ingin lakukan. Madam Croiz tampak kecewa mendengar pertanyaan Amanda. “Baiklah putriku, kuharap kau membuka kedua matamu lebar-lebar dan melihat baik-baik siapa sebenarnya monster yang kau nikahi,” desis wanita berpipi gelambir itu, dan sebelum ia beranjak keluar dari kamar Amanda, Madam Croiz berbisik, “Jangan pernah bertanya apapun pada siapapun di istana ini putriku, mereka semua kaki tangan Pangeran Hitam yang setia. Salah-salah kau bisa dilaporkan dan langsung dieksekusi.” Amanda mengangguk, kembali ia merasakan rasa perih di sekitar kulitnya yang melepuh dan panas mulai menjalar di tubuhnya. Malam ini sepertinya aku akan demam.
Pangeran Hitam terkejut mendengar laporan Andreas. “Membakar?” tanyanya geram. “Ya Tuan, sebelumnya ia melemparkan makanan karena tak menyukai apa yang dihidangkan wanita itu membakar pelayan.” Pangeran Hitam tak menanggapi apapun, dengan langkah cepat ia menuju kamarnya. Tapi tak ada tanda-tanda gadis itu di kamarnya. “Mana dia?!” “Ia pindah ke kamar lain, karena tak ingin berada di dekat Tuan. Nyonya White berada di kamar selatan,” jelas Andreas. Tampaknya keluarga penyihir itu memang gemar membakar orang! Pangeran Hitam mengepalkan kedua tangannya. BRAK! Pintu kamar Amanda terbanting membuka dengan keras, gadis itu sampai te
Rion langsung berlutut memberi hormat, Amanda mengikutinya dari belakang. Gadis itu nyaris limbung, kepalanya benar-benar berat, dan tangannya semakin perih serasa ditusuk ribuan duri. "Amanda, apa kabarmu? Aku sempat kecewa karena kau tak bersama Rion menghadapku tadi pagi," ujar Raja Abraham. Rion bergidik mendengar keramahan Ayahandanya. "Baik…," jawab Amanda lemah, yang terdengar tak bersemangat oleh Rion. Wanita ini menjawab Raja dengan malas-malasan?! "Hmm… Apa kalian sedang bertengkar?" tanya Raja Abraham. Amanda dan Illarion langsung menatap ranjang tertutup kelambu merah maroon ketika mendengar pertanyaan itu. Baginda Raja terkekeh melihat sepasang muda-mudi di had
Jantung pria itu seakan berhenti berdegup melihat luka bakar di telapak hingga lengan Amanda yang tertutup lengan baju. Sekarang Rion bisa merasakan suhu tubuh Amanda sangat panas. Perhatian Rion kembali pada luka bakar di tangan Amanda, tiba-tiba rasa takut merayap di punggungnya. Illarion langsung menarik Amanda kedekapannya dan menggendong gadis yang tak sadarkan diri itu keluar kamar Baginda Raja. Tanpa santun dan mengucapkan pamit pada Raja sebelumnya. Illarion berlari cepat ke tempat para tenaga medis kerajaan berada. “Jangan mati … jangan mati … bertahanlah,” ulangnya dalam hati. Digendongannya Amanda nyaris tak bernapas. *** Warna senja yang terlihat seperti bara api dari jendela kamar langsung terhalang gorden gelap yang ditarik oleh Pangeran Hitam. Illarion sangat benci melihat cahaya jingga itu, membua
Manik ungu Amanda melebar karena ketakutan. "Ma-maaf Tuan, hamba tak mengerti mak-maksud Tuan." "Siapa orang tuamu?" "Ba-baron Broke," jawab Amanda gagap. Dia bahkan tak menutupi bahwa Ayahnya seorang 'baron'. Berarti dia bukan pembantu di rumah itu, jika ia berbohong maka akan mengatakan hal yang sama seperti ayahnya kalau mereka bangsawan sekelas 'duke'. "Siapa Gisella?" tanya Illarion lagi. "Adikku." Alis mata Illarion naik sebelah. Adiknya? Kenapa ia diperlakukan separah itu oleh adiknya? Mereka 'kan tak saling merebut daerah kekuasaan. Illarion semakin tak paham,