"Ti-tidak … bukan aku, sungguh," jawab Amanda ketakutan. Madam Croiz! Amanda menoleh ke tempat kepala pelayan itu.
"Ketika datang aku sudah menyangka bahwa Nyonya bukanlah orang yang baik. Begitu tiba Anda langsung makan tanpa menunggu Pangeran Hitam, Anda sama sekali tak menghormati Tuan kami,” cecar Madam Croiz tiba-tiba.
Aku bahkan belum makan sama sekali saat pertama kali datang hingga ke esokan harinya. Apa maksud Madam Croiz?
“Anda juga meminta pindah kamar, padahal Tuan sudah berbaik hati berbagi kamar dengan Anda. Sungguh Anda orang yang tak tahu budi.”
Jadi aku pindah ke kamar ini bukan karena di usir oleh Pangeran Hitam? seperti penuturan Madam Croiz.<
Dukung penulis dengan VOTE dan beri bintang lima ya ⭐⭐⭐⭐⭐
Tak berapa lama para pelayan masuk dan membereskan jasad Madam Croiz. Amanda masih berada dalam pelukan Illarion. Dekapan pria itu seolah ingin mengurangi trauma yang Amanda terima, tapi itu tak mungkin. Ia tak pernah melihat seseorang mati terbunuh di depan mata kepalanya sendiri-walau dalam hal ini, Amanda membelakangi si korban- tapi selain darahnya sendiri dan darah binatang yang akan ia masak, gadis itu tak pernah melihat genangan darah sebanyak itu dari tubuh seseorang. "Kau pindah ke kamarku, tampaknya kamar ini sudah tak bisa terpakai lagi," ujar Pangeran Hitam sambil melepaskan pelukannya pada Amanda. "Sekamar dengannya? Aku bahkan terlalu takut untuk menolak," batin Amanda dan seiringi pemikirannya itu, pandangan gadis berbadan mungil itu menggelap. Ia kembali tak sadarkan diri karena tak sanggup melihat darah yang nyaris memenuhi pojok ruangan. Den
Beberapa pelayan mulai saling melihat dengan pandangan mata ketakutan. Belum genap seminggu Pangeran Hitam menempati istana ini, tapi sudah tiga mayat mereka kuburkan. Apa hari ini akan bertambah mayat yang ke-empat? Benak para pelayan di ruang makan diisi pemikiran seperti itu. Kucing hitam itu mengejar ekornya sebentar sebelum memakan sepotong daging ayam panggang dari tangan Pangeran Hitam, “Anak pintar,” puji Illarion. “Kau harusnya memberi contoh Tuanmu, makan dengan lahap apapun yang dihidangkan,” sindir Pangeran Hitam. Sadar akan sindiran itu, Amanda langsung memenuhi piringnya dengan hidangan di atas meja dan menyantapnya. Senyum manis terbit dari bibir Pangeran Hitam, dan semua pelayan terpaku melihat adegan itu, bukan hanya karena senyuman manis yang jarang
“Adam!” potong Amie. “Jangan berlebihan.” “Bisa Monsieur Adam jelaskan padaku?” tanya Amanda semangat. Pertanyaan itu membuat Adam dan Amie terkejut. “Dia tak sadar sedang direndahkan?” tanya masing-masing dari mereka dalam hati. Hal yang tak mereka tahu Amanda sudah biasa menerima perlakuan seperti itu nyaris sepanjang hidupnya. Bahkan lebih parah. Adam tersenyum meremehkan. “Baiklah, Aku akan mengajarkan dengan perlahan agar Anda bisa paham. Walau sepertinya akan menghabiskan dua belas purnama mengingat otak-.” “Adam!” potong Amie lagi. Amanda hanya tersenyum polos mendengarnya. Ia begitu semangat belajar, gadis itu tak diizinkan bersekolah setelah ibunya meninggal
“Baginda Raja menitipkan salam untukmu ketika tadi pagi aku menemuinya. Baginda berharap kau segera sembuh,” ujar Illarion di sela-sela suapannya saat makan malam.“Ah, terima kasih. Haruskah hamba ke sana untuk meminta maaf?” tanya Amanda.“Untuk? Meminta maaf untuk apa?” tanya Illarion balik.“Pi-pingsan di depan Baginda Raja ….”“Itu bukan hal yang salah.” Illarion meminum air di gelas berkaki tinggi. "Lukamu bagaimana?" tanya Illarion tanpa sedikit pun menoleh ke arah Amanda."Adam memberikan hamba salep agar lukanya cepat sembuh," jawab Amanda. "Lukanya menjadi lebih cepat kering, Adam juga memberikan ini karena jijik dengan bekas lukanya," jelas Am
Amie mengalihkan pandangannya saat melihat Pangeran Hitam membidikkan anak panahnya ke arah Amanda dari kejauhan. "Tugasmu melindungi Nyonya White dari orang lain, siapapun! Kecuali Pangeran Hitam," perintah dari komandan Amie terngiang saat ini. Di sebelah Illarion, Andreas tersenyum tipis. Jadi hari ini, akhirnya Tuan memutuskan membunuh wanita aneh itu? "Apa kau tahu ada berapa lulusan terbaik sekolah St. Benedict?" tanya Illarion. Di Anarka, St. Benedict adalah sekolah para bangsawan dan beasiswa bagi yang terpintar, tapi tak serta merta membuat siswanya lulus dengan mudah karena standar tinggi kelulusan yang sangat sulit. Andreas menautkan alisnya, belum sempat jenderal besar pasukan berkuda itu mengerti maksud per
“Tidak sepintar Anda Tuan! Nilai kelulusanku bahkan di bawah Anda Tuan, walau jauh di atas nilai-nilai lulusan lainnya,” jawab Adam bangga, ia jarang memiliki kesempatan bicara langsung dengan Illarion. “Hamba bahkan tak pandai mengajar Amanda dengan benar!” ujarnya dengan semangat alih-alih menyesal.“Tidak, Adam sudah mengajarku dengan baik. Akunya saja yang kurang pandai,” ujar Amanda membela gurunya.Illarion mengeraskan rahangnya. Wow, ia bahkan membela laki-laki yang menghinanya di depanku. Aku tak tahu keluarga penyihir itu ada yang semurah hati seperti ini. “Kalau begitu biar aku yang mengajarkanmu, aku ingin melihat sebodoh apa kau.” Illarion malah menumpahkan kekesalannya pada Amanda.
“Apa kabarmu? Aku kangen!” jerit Gisella riang kemudian menghambur ke pelukan Amanda. Gadis bersurai perak itu mati-matian menahan tubuh gemetarnya. Amanda melirik kaku pada Aime. Apa Gisella akan berlaku kasar padaku di depan Aime? Apa ia akan memperlakukanku seperti di rumah? “Ka-kau datang, No- ah Gi-Gisella?” tanya Amanda dengan tangan menggenggam erat kain roknya. Memutuskan untuk berakting seperti yang ibu tirinya contohkan; sebuah 'keluarga yang rukun.' Gisella tersenyum licik. 'Kenapa ia belum mati? Dan ia mulai bertingkah setara denganku?'. “Aku ingin menemuimu, kudengar kau hidup enak di sini.” “Be-begitulah," tanggap Amanda
Di kaki bukit dekat Exilas. Legiun hitam Illarion Black baru saja selesai mendirikan tenda, sebelum mentari tenggelam di ufuk barat. Sesuai perkataan Aime, pemberontakan yang berasal dari sisa-sisa pasukan royal Exilas dapat dengan mudah dibungkam oleh tentara hitam. Andreas baru saja keluar dari tenda Illarion dengan muka kecewa. Yurigov tertawa senang, kontras dengan ekspresi rekan seperjuangannya itu. "Dia tak sepertimu, Pangeran Hitam adalah menantu impianku," canda Yurigov disusul suara tawa yang menggelegar khas pria dari pegunungan Arpen, daerah utara Anarka. "Aku hanya menghargai perjanjian dengan wanita itu," sambar Illarion yang sudah berdiri di depan pintu tenda hitamnya. Hal yang baru saja terjadi, Andreas -seperti biasa- menawari Pangeran Hitam wan