Share

BAB 02 : MAU DIJUAL

Author: Langit Parama
last update Last Updated: 2025-05-16 21:36:51

“Pak Daryan, maafkan anak saya Pak. Dia tidak bermaksud ....“

“Jadi perempuan ini anak Pak Ameer?” potong Daryan, mengalihkan tatapannya dari Savana pada Ameer.

Ameer menunduk dalam-dalam, “I-iya, Pak. Maaf atas ketidaksopanan anak saya,” katanya sebelum menarik lengan Savana membuat gadis itu akhirnya berdiri di sisi kanannya.

Savana bukannya merasa malu atau takut, ia justru menatap Daryan tanpa berkedip. Bukan menantang, melainkan karna kaget sekaligus takjub dengan visual pria matang di hadapannya itu.

Sementara di sisi Daryan ada Revanza, asisten sekaligus sahabat karibnya yang menjadi bawahan dan orang kepercayaan Daryan di perusahaan—tak hanya itu, dia juga yang mengurus urusan pribadi Daryan.

“Siapa mereka, Pa?” tanya Savana, berbisik di telinga Ayahnya.

Belum sempat Ameer menjawab pertanyaan putrinya, Daryan lebih dulu mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Savana membuat Ameer membelalak.

Atasannya mengulurkan tangan pada putrinya?

“Perkenalkan, nama saya Daryan. Pemilik perusahaan ini, yang berarti atasan Papa kamu,” ucap Daryan dengan nada tegas, berwibawa dan penuh otoritas.

Savana membasahi bibirnya dan menelan ludah susah payah, ia menatap tangan besar pria di hadapannya itu sebelum melirik ke ayahnya. Ameer dengan lirikan matanya yang tajam memerintahkan dirinya untuk membalas uluran tangan itu.

Sementara Revanza, ia menaikan sebelah alisnya ke atas, menatap tangan temannya yang masih terulur. Pikirnya, seorang Daryan mengulurkan tangan pada anak bawahannya? Wanita lagi! Sesuatu yang hampir tak pernah terjadi.

“Savana Melati,” balas Savana, menjabat tangan Daryan.

“Jadi gimana, serius kamu mau nikah sama saya?” tanya Daryan membuat Ameer membelalak, begitu juga dengan Savana yang sebenarnya hanya bercanda.

“Maaf, Pak. Jangan anggap serius ucapan anak saya, dia cuma ....“

“Saya tanya anak Anda, Pak Ameer!” potong Daryan dengan nada dingin, lirikan matanya tajam.

“Ma-maaf ....” sahut Ameer seraya menundukan kepalanya.

“Jadi bagaimana, Savana? Kamu serius mau menikahi atasan Papa kamu yang perutnya buncit ini,” kata Daryan sedikit menyindir. Savana langsung membelalak dan menatap perut Daryan yang rata. Pria itu menyeringai licik melihat ekspresinya.

“Kumisnya tebal,” lanjut Daryan membuat pandangan Savana beralih pada atas bibirnya, “Tua, ubanan, dan bau tanah. Apa kamu mencium itu dari saya, hm?”

Gleg.

Savana menelan ludahnya susah payah, ia merasa malu dan ingin sekali pergi dari tempat ini. Dia dengan kesadaran penuh sangat merasa kalau Daryan sedang menyindirnya habis-habisan.

“Maaf, Pak Daryan. Sa-saya ... saya gak bermaksud menghina Bapak, saya cuma bercanda kok!” Savana langsung menunduk.

“Saya tanya, kamu serius mau menikah dengan saya? Jawab yang itu dulu!” tukas Daryan.

Savana menggigit bibirnya kuat, tak ingin sampai ayahnya kehilangan pekerjaan karna kedatangannya. “Sekali lagi maaf, Pak. Saya cuma bercanda, mulai dari menggoda atasan Papa saya dan juga minta dinikahi. Saya juga gak tau kalau ternyata atasan Papa saya ternyata masih bugar, gak ubanan, gak ada kumisnya dan ... harum parfum Dior.”

Revanza langsung melipat bibirnya menahan tawa, jika saja situasinya tidak dalam keadaan serius dia pasti sudah menyemburkan tawa bahaknya.

“Tapi saya serius,” kata Daryan tiba-tiba membuat semua mata memandang ke arahnya.

“Ma-maksud Bapak?” tanya Ameer penasaran, kepalanya terangkat menatap atasannya dengan serius.

“Kalau kamu serius mau nikah sama saya, maka saya akan siapkan semuanya.” Lanjut Daryan, tak ada nada bercanda dalam ucapannya.

“Dar!” tegur Revanza, menatapnya tak percaya.

Daryan hanya meliriknya sekilas seolah mengatakan pada temannya itu untuk diam, lalu tatapannya beralih pada Savana yang sangat terkejut dengan ucapan pria itu.

“Gimana, Savana?”

Savana buru-buru menggeleng dengan tegas, “Saya ga mau, saya bener-bener ga seri—aw!” pekik Savana ketika Ameer mencubit lengannya. “Papa?” matanya memicing, menatap ayahnya sinis.

“Anda serius Pak mau menikahi anak saya?” tanya Ameer yang kini maju selangkah lebih dekat dengan Daryan, sementara Savana dia tutup dengan tubuh tingginya.

Daryan mengalihkan pandangannya dari Savana pada Ameer. “Kenapa tidak? Kalau anak Anda serius, maka saya akan lebih serius.”

“Baik Pak, saya akan bicarakan ini dengan Mamanya Savana juga,” balas Ameer meyakinkan.

“Papa?!” Savana menarik kemeja sang ayah. Namun, Ameer sama sekali tidak menghiraukan.

“Kalau begitu ...,” Daryan menatap Savana dan tersenyum miring. “Sampai bertemu lagi,” lanjutnya, sebelum meninggalkan halaman gedung perusahaan diikuti oleh Revanza di belakangnya.

“Pa, aku ga mau nikah muda,” tukas Savana dengan tegas, menatap sang ayah dengan tatapan memohon. “Aku cuma bercanda tadi, kenapa Papa malah bawa serius?”

“Sstt ...,” Ameer memotong ucapan putrinya. “Ini urusan Papa, kamu cuma ikuti aja apa yang Papa bilang. Dengar Savana ...,” ia meraih kedua bahu putrinya agar menatap padanya, tatapan keduanya beradu. “Kamu harus nikah dengan Pak Daryan!”

“AKU. GAK. MAU!” tekan Savana seraya menepis kedua tangan Ameer. “Aku masih mau kuliah, aku punya masa depan. Aku mau jadi dokter, aku mau nikah di umur 27 tahun. Bukan 18 tahun, Pa.”

“Tck!” Ameer berdecak pelan. “Kamu masih bisa kuliah Savana, banyak orang menikah sambil kuliah. Justru kalau kamu menikah dengan Pak Daryan, hidup kamu enak. Ada yang bayar kuliah kamu, dan kamu mau apapun pasti akan dibelikan oleh suami kamu.”

Savana tersenyum miring. “Jadi Papa mau jual aku, iya? Mau lari dari tanggung jawab sebagai orangtua yang wajib membiayai anaknya?”

“SAVANA!” geram Ameer, ia berdecak keras. “Tidak ada tapi-tapian, kamu harus menikah dengan Pak Daryan. Papa akan usahakan biaya pendafataran kuliah kamu sebelum jam lima sore, asalkan kamu nikah sama Pak Daryan. Oke?” ia melirik jam tangannya. “Tiga jam lagi batas pembayarannya, sebaiknya kamu pulang biar sisanya Papa yang urus.”

“Pa ....” rengek Savana, namun belum sempat menyelesaikan ujarannya—Ameer sudah berbalik badan dan meninggalkan putrinya, langkahnya cepat menuju gedung perusahaan.

Savana menatap ayahnya dari kejauhan dengan tatapan miris. Terlihat jelas di mata Ameer, bahwa ada sebuah tujuan yang ingin dicapai sehingga Ameer langsung bersemangat dan mengiyakan ucapan Daryan.

Gadis cantik dengan rambut panjang sebatas pinggang itu menatap gedung perusahaan di hadapannya dengan perasaan campur aduk, ia menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan amarah sekaligus rasa frustasi.

“Aku harus bahas ini sama Pak Daryan, aku ga bisa pasrah kayak gini di jual sama Papa,” gumamnya lirih.

Ia menghela nafas panjang, sebelum mengayunkan kedua kakinya masuk ke dalam gedung perusahaan. Savana mendekat ke resepsionis di lobi.

“Mbak, nanti kalau Pak Daryan keluar. Tolong kabarin saya ya?”

Savana harus bertemu dengan Daryan hari ini, bagaimana pun caranya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Soes Susiani
Kayaknya ceritanya seru... Savana model cewek tomboy
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 218 : RUMAH BARU

    Daryan melirik arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah lewat sepuluh menit sejak sang istri pamit ke toilet, tapi Savana tak juga kunjung kembali. Baru saja bangkit dari duduknya untuk menyusul ke toilet, terlihat Savana muncul dari lorong. Senyum wanita itu merekah sambil berjalan mendekati sang suami. "Mas," ia mengulurkan tangannya yang disambut oleh Daryan dengan genggaman. "Kenapa lama?" Tanya Daryan sambil melangkah pergi. Savana meliriknya sekilas, kemudian menunduk. "Tadi sempet ketemu temen, dan ngobrol sebentar. Mas pasti bosen ya nunggu kelamaan?" "Gak bosen, cuma khawatir aja. Takutnya ada apa-apa," jawab Daryan tenang, tapi matanya tak sedikit pun teralihkan dari sang istri. "Aku terlalu excited setelah dokter bilang aku masih bisa hamil. Aku berharap banget, Mas. Tapi kalau terlalu berharap, malah ...." "Sstt ...," potong Daryan dengan desisan pelan. "Jangan ngomong sembarangan, ingat ... ucapan itu adalah doa sayang. Jadi ngomong y

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 217 : SEPERTI ADIK SENDIRI

    "Mas, tunggu di sini ya, aku mau ke toilet dulu bentar," ujar Savana pada Daryan begitu keluar dari ruangan dokter kandungan. Daryan mengangkat alis, "Aku anter aja, ya?" ucapnya pelan, tangannya langsung meraih lengan istrinya. Savana mengulas senyum kecil, "Gak usah, Mas. Aku bisa sendiri kok, Mas tunggu di sini aja," ia mengusap bahu suaminya pelan sebelum berbalik menuju toilet di ujung lorong. Daryan hanya menatap punggung istrinya yang mulai menjauh sejenak, kemudian memilih menunggu di kursi tunggu yang terletak di depan ruangan dokter kandungan. Savana berdiri di depan cermin kamar mandi, tatapannya tenggelam dalam bayang-bayang kata-kata dokter yang baru saja didengarnya. "Kamu bisa hamil lagi," gema kalimat itu berputar di benaknya, membawa perasaan lega yang hangat sekaligus air mata haru yang hampir tumpah. Perlahan, dia membasuh wajahnya dengan air dingin, merasakan dinginnya menyapu setiap ketegangan dan kecemasan yang selama ini membelit hatinya sejak kehilang

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 216 : PROGRAM HAMIL

    Minah sedang sibuk merapikan piring kotor dan gelas di meja ruang tengah ketika tiba-tiba bel apartemen berbunyi kencang. Jantungnya berdegup cepat, ia buru-buru melangkah ke pintu dan segera membukanya. Saat pintu terbuka, sosok Hana berdiri dengan senyum hangat seperti biasa. "Bu Hana, kirain siapa yang dateng," Minah tersenyum kecil dan membuka pintu lebih lebar agar Hana dapat masuk, "Silakan masuk, Bu." "Terima kasih," balas Hana seraya melangkah masuk sambil menenteng beberapa barang belanjaan untuk putrinya. "Savana ada di kamarnya, Minah?" tanyanya cepat, matanya menyapu ruangan seperti mencari sesuatu yang hilang. Minah menutup pintu terlebih dahulu sebelum menyusul Hana, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka cerita. "Tadi pagi, Tuan Daryan ada di sini, Bu. Saya kaget banget, tiba-tiba mereka udah sarapan bareng di dapur," ucapnya sambil menatap Hana, mencoba menangkap reaksi wanita itu. Wajah Hana berubah sedikit tegang, tapi ia tetap berusaha t

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 215 : ANCAMAN DARYAN

    "Arfan," suara Daryan begitu dingin dan menusuk, mengeras seperti palu godam yang menghantam dada Arfan, "Kamu merasa berhak menghubungi istriku setelah semua yang terjadi? Padahal aku sudah bilang ke Revanza, kalau kamu sudah tidak punya urusan lagi dengan keluarga Ardhanata termasuk istriku. Atau ... cek yang pernah Revanza berikan ke kamu nilainya kurang?" Arfan, yang sebelumnya sudah siap dengan pembelaan, terdiam sesaat. Suara di seberang telepon itu begitu tegas, dingin, penuh arogansi dan intimidasi, memaksa setiap kata keluar dengan kekuatan yang tak bisa diabaikan. "Seharusnya aku yang kamu hubungi setelah melihat video itu, bukan istriku. Aku yang bakar jumper itu, dengan sengaja," lanjut Daryan, suaranya semakin tajam, setiap kata seperti pisau yang mengiris. Ia menarik napas dalam, sebelum menghembuskannya perlahan, "Kamu pikir kamu bisa mengisi ruang yang aku tinggalkan? Kamu pikir bisa jadi pahlawan bagi istri orang lain hanya dengan satu atau dua pertemuan di luar

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 214 : MEMBAKAR JUMPER BAYI

    "Sayang," panggil Daryan pelan, suaranya memecah keheningan ruang kamar yang luas dan mewah itu. Ia berdiri di depan lemari yang terbuka, hanya mengenakan handuk putih yang terikat rapat di pinggang lebarnya, matanya terpaku pada jumper bayi berwarna biru langit yang dipegangnya dengan hati-hati. Nama 'Arkana' yang tersulam rapi di dada jumper itu seolah membakar hatinya. Savana menoleh perlahan dari depan cermin, bola matanya menatap balik penuh waspada, lalu alisnya terangkat tipis. "Kenapa, Mas?" Daryan menahan napas, mencoba menahan gemuruh di dadanya yang menggelora. Ia meraih jumper bayi itu dan memperlihatkannya pada sang istri, "Ini ... kamu yang beli sendiri?" suaranya terdengar tegas. Savana tanpa sepatah kata mematikan pengering rambut dan meletakannya ke atas meja rias dengan hati-hati, suaranya lirih saat menjawab pertanyaan sang suami, "Itu hadiah, Mas." "Dari siapa?" Sebelah alis Daryan terangkat sinis, nada suaranya menuntut jawaban, tajam seperti duri yang m

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 213 : COBA RUMAH BARU, KAMAR BARU, RANJANG BARU

    Pagi itu, matahari baru saja menyelinap masuk lewat jendela apartemen minimalis milik Savana. Di dapur, wanita itu sedang menuang susu ke dalam gelas, sementara Daryan membuka lemari es mencari roti. Tiba-tiba, dari pintu apartemen—terdengar pintu dibuka disusul dengan kedatangan Minah seperti biasa pada pagi pukul enam. Langkah Minah sontak terhenti begitu melihat Daryan dan Savana di dapur. Daryan menatap Minah sebentar, lalu tersenyum kecil, "Minah, terima kasih ya. Kamu selalu tepat waktu." Minah hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, lalu dengan cepat meletakan tasnya di atas meja dan menuju ke dapur untuk melakukan tugasnya. "Mau sarapan apa hari ini Tuan, Non?" Tanya Minah sembari memakai celemek. Savana menatapnya sekilas, "Apa aja, Bi, terserah," jawabnya sambil menyerahkan segelas susu pada sang suami yang sudah duduk di ujung meja. "Baik, Non, saya buat roti panggang, ya?" Savana hanya mengangguk pelan, "Ngomong-ngomong, kamu mau pulang ke penthouse dulu ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status