Share

BAB 03 : ANCAMAN DARYAN

Author: Langit Parama
last update Last Updated: 2025-05-16 21:38:06

Savana duduk gelisah di sofa lobi, kaki kanannya menggoyang cepat. Matanya menatap tanpa lepas ke arah lift, bergolak dalam harapan akan segera melihat sosok Daryan yang dinanti.

Drrtt!

Tiba-tiba, getar notifikasi ponsel mengusik kesunyian, sebuah panggilan masuk memecah lamunannya—Hana, nama ibunya tertera di layar.

"Halo, Ma?" suara Savana lembut saat panggilan itu terhubung.

"Sav, kamu masih di kantor Papa kamu?" nada suara Hana meluapkan kekhawatiran, "Udah, sini buruan pulang. Jangan sampe ganggu Papa kamu kerja, takutnya dia marah."

"Tapi, Ma…" Savana menurunkan ponselnya, melirik jam digital yang menyala di layar ponselnya, "Papa belum ngirim uangnya, Ma. Udah sisa dua jam lagi sebelum tenggat pembayaran, aku ga mungkin bisa pulang tanpa uang itu."

Sunyi sejenak di sisi lain telepon, Hana tampak berat untuk merespon. Akhirnya suara itu kembali mengalir, lembut namun getir, "Berapa lagi biaya pendaftarannya, Sav? Biar Mama coba cari solusi pinjaman."

"Ga usah, Ma. Papa bentar lagi pasti ketemu aku. Resepsionis bilang tadi Papa lagi rapat, bentar lagi pasti keluar," ujar Savana, menggantung harapan pada kebohongan semata. "Ya udah, Ma. Aku tutup dulu teleponnya."

"Sava, tunggu—!" panggilan itu terputus begitu saja, meninggalkan hening yang menyesakkan, di mana Savana hanya bisa duduk terpaku di sofa lobi, matanya menatap pintu lift, memendam kegelisahan yang mendalam.

“Jam berapa sih dia keluar?” 

Savana terus memeriksa jam di ponselnya, waktu terus berjalan dan sudah hampir satu jam dia menunggu Daryan di sofa lobi. Beberapa karyawan berseragam lewat sambil melirik penasaran, bahkan ada yang bisik-bisik. 

Savana menghela napas berat, lalu berdiri dan berjalan ke meja resepsionis. 

“Maaf, Mbak. Bisa ga kalau sekarang saya ketemu Pak Daryan langsung?” 

Resepsionis tersenyum sopan, nada bicaranya terdengar ramah. “Maaf, Ibu. Pak Daryan tidak menerima tamu tanpa janji. Jadwal beliau sangat padat.” 

“Bentar ... aja, saya mau ketemu sebentar. Bisa?” 

Resepsionis itu tersenyum lagi, kali ini nada bicaranya semakin lembut. “Mohon maaf, sama sekali tidak bisa. Hari ini beliau ada rapat penting dengan para investor perusahaan lain.” 

Savana menghela napas frustasi. Ia berucap terima kasih pada resepsionis sebelum berbalik, hendak pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika suara pintu lift terbuka menarik perhatian semua orang.

Daryan keluar dengan langkah mantap, ditemani dua bawahannya, ada asisten dan sekretarisnya yang terus mengoceh soal rapat investor—salah satunya, Revanza. Wajahnya fokus, tak menatap sekeliling. 

Tanpa pikir panjang, Savana melangkah cepat, memotong jalan mereka dan berdiri tepat di hadapan Daryan membuat beberapa orang di sana melihat ke arahnya dan mengerutkan kening. Merasa bingung dengan tindakan Savana. 

“Pak Daryan! Kita harus bicara sekarang!” 

Nadanya tegas, matanya menatap lurus, meskipun hatinya gemetar. 

Mata Daryan menyipit, sebelum seulas senyum tipis tersungging di bibirnya. 

Baru saja Revanza hendak menyela karna mereka akan pergi rapat penting, Daryan lebih dulu menahannya dengan mengangkat telapak tangannya. Pria itu lantas memberi instruksi pada Savana. 

“Ikut saya,” katanya tegas, melewati Savana lebih dulu. 

Gadis cantik itu menghela napas lega sebelum mengekor di belakang Daryan. Di depan gedung perusahaan, sebuah mobil SUV hitam mengkilap sudah menunggu pemiliknya. 

“Masuk ke mobil,” perintahnya dingin. Daryan masuk lebih dulu, tidak memedulikan Savana yang terlihat gugup. 

“Silakan,” seorang supir pribadi Daryan meminta Savana untuk ikut masuk ke dalam. 

Savana sempat ragu, tapi akhirnya dua menurut dan buru-buru masuk kemudian duduk di sebelah Daryan. 

Seketika aura di dalam mobil itu menjadi mencekam, aura Daryan begitu mendominasi ruang kecil itu. Di dalam mobil yang kedap dan mewah itu, Savana mencoba bersuara. Tapi— 

“Apa yang ingin kamu bicarakan sama saya?” Daryan lebih dulu membuka suara, matanya melirik arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya seolah menegaskan dirinya tidak punya banyak waktu. 

Savana menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan. 

“Saya mau bilang, kalau saya menolak pernikahan ini, Pak,” kata Savana tegas, matanya menatap lurus Daryan yang tak sedikitpun melirik ke arahnya. 

Daryan hanya menyunggingkan senyum kecil, pria itu dengan santai menyandarkan punggungnya ke jok lalu melipat kedua tangannya di dada. Matanya melirik Savana, sebelah alisnya terangkat sinis. 

“Saya serius loh, Pak. Saya nggak setuju dengan pernikahan ini, Pak Daryan. Ini terlalu mendadak dan—“ 

“Tapi Papa kamu sudah setuju.” Savana terkejut, mulutnya terbuka namun tak mengeluarkan suara. Matanya membulat kaget. Daryan menatapnya datar. “Jangan pura-pura terkejut. Atau kamu mengira saya main-main, hm?” 

“T-tapi—“ Savana hendak protes tapi Daryan mengalihkan pandangannya dan melirik ke miror center, supir pribadinya menangkap maksud lirikan itu. 

Mobil berhenti mendadak di pinggir jalan. Supir Daryan langsung turun, lalu membuka pintu di sisi Savana. 

“Turun,” ujar Daryan datar. “Saya sibuk, ada urusan lain. Kita bertemu lagi besok di restoran. Saya kirim alamatnya, jamnya menyusul.” 

Savana menggigit bibirnya kuat-kuat, matanya berkaca-kaca menatap Daryan yang melihatnya datar tanpa ekspresi. Ia akhirnya turun dengan hati berkecamuk, berdiri di pinggir jalan dengan tangan mengepal.

Tapi sebelum mobil melaju, jendela Daryan turun perlahan. Pria itu menatap Savana dengan tatapan tajam. Sebelum mengeluarkan sebuah ancaman yang membuat dunia Savana seolah runtuh. 

“Satu lagi, Savana. Kalau kamu masih ngotot menolak, jangan salahkan saya kalau Papa kamu kehilangan pekerjaannya. Atau ... keluarga kamu tiba-tiba mendapatkan masalah besar yang tidak pernah kamu duga sebelumnya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 05 : KONTRAK PERNIKAHAN

    Bola mata Savana membelalak, ia masih terpaku. Punggung tangannya terasa panas, seolah ciuman tadi baru saja terjadi. Ia menunduk, menahan debaran dadanya yang kacau. “Sekarang sudah percaya kan, kalau aku mencintai Savana?” suara Daryan terdengar mantap, ditujukan pada Ajeng. Ajeng menatapnya tajam, wajahnya memerah karna amarah. “Dasar gila! Kalian pikir ini sinetron?!” serunya sebelum membalikkan badan dan keluar dari ruangan. Setelah pintu tertutup, suasana menjadi hening. Daryan menarik nafas panjang, lalu duduk tanpa menatap Savana sedikit pun. Savana masih belum bisa bicara. Tapi pikirannya sudah mulai dipenuhi pertanyaan yang lebih dalam. “Tidak usah dipikirkan ucapan ibuku, lagipula nanti kita tidak tinggal bersama dia,” ucap Daryan, suaranya berat dan tatapannya datar tanpa ekspresi. Savana mengangkat kepalanya, menatap pria itu sebelum mengangguk kecil. Sejujurnya, bukan itu yang membuatnya kepikiran melainkan kecupan di punggung tangannya tadi—sensasi bibir tebal dan

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 04 : MENCIUM TANGAN CALON ISTRI

    “Sudah sampai, Mbak.” Ujar supir taksi yang mengantar Savana ke sebuah restoran bintang lima siang itu, tempat pertemuannya dengan Daryan untuk membahas pernikahan mereka. “Terima kasih, Pak.” Savana segera turun dari mobil setelah membayar biaya taksi, matanya membulat ketika melihat gedung restoran mewah di hadapannya. “Cuma mau bahas soal yang kemarin harus ke tempat semewah ini,” gumamnya pelan. “Apa dia mau pamer kalau dia itu sekaya apa? Pastinya makanan di sini mahal-mahal kan?” “Selamat datang,” sapa respsionis restoran dengan ramah, kedua tangannya mengatup rapat di depan wajah. “Apa sudah melakukan reservasi?” “Iya, sudah.” Balas Savana sambil tersenyum manis, senyum yang membuatnya terlihat begitu cantik. “Atas nama Kakak siapa?” “Bukan nama saya, tapi nama ...,” Savana menggantung ucapannya sebelum tersenyum canggung. “Calon suami saya, namanya Daryan Bumi Ardhanata.” Seketika bola mata karyawan itu membelalak, siapa yang tidak tahu dengan nama panjang itu. Pen

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 03 : ANCAMAN DARYAN

    Savana duduk gelisah di sofa lobi, kaki kanannya menggoyang cepat. Matanya menatap tanpa lepas ke arah lift, bergolak dalam harapan akan segera melihat sosok Daryan yang dinanti.Drrtt!Tiba-tiba, getar notifikasi ponsel mengusik kesunyian, sebuah panggilan masuk memecah lamunannya—Hana, nama ibunya tertera di layar."Halo, Ma?" suara Savana lembut saat panggilan itu terhubung."Sav, kamu masih di kantor Papa kamu?" nada suara Hana meluapkan kekhawatiran, "Udah, sini buruan pulang. Jangan sampe ganggu Papa kamu kerja, takutnya dia marah.""Tapi, Ma…" Savana menurunkan ponselnya, melirik jam digital yang menyala di layar ponselnya, "Papa belum ngirim uangnya, Ma. Udah sisa dua jam lagi sebelum tenggat pembayaran, aku ga mungkin bisa pulang tanpa uang itu."Sunyi sejenak di sisi lain telepon, Hana tampak berat untuk merespon. Akhirnya suara itu kembali mengalir, lembut namun getir, "Berapa lagi biaya pendaftarannya, Sav? Biar Mama coba cari solusi pinjaman.""Ga usah, Ma. Papa bentar la

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 02 : MAU DIJUAL

    “Pak Daryan, maafkan anak saya Pak. Dia tidak bermaksud ....“ “Jadi perempuan ini anak Pak Ameer?” potong Daryan, mengalihkan tatapannya dari Savana pada Ameer. Ameer menunduk dalam-dalam, “I-iya, Pak. Maaf atas ketidaksopanan anak saya,” katanya sebelum menarik lengan Savana membuat gadis itu akhirnya berdiri di sisi kanannya. Savana bukannya merasa malu atau takut, ia justru menatap Daryan tanpa berkedip. Bukan menantang, melainkan karna kaget sekaligus takjub dengan visual pria matang di hadapannya itu. Sementara di sisi Daryan ada Revanza, asisten sekaligus sahabat karibnya yang menjadi bawahan dan orang kepercayaan Daryan di perusahaan—tak hanya itu, dia juga yang mengurus urusan pribadi Daryan. “Siapa mereka, Pa?” tanya Savana, berbisik di telinga Ayahnya. Belum sempat Ameer menjawab pertanyaan putrinya, Daryan lebih dulu mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Savana membuat Ameer membelalak. Atasannya mengulurkan tangan pada putrinya? “Perkenalkan, nama saya Dar

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 01 : NIKAH SAMA SAYA

    [Hari ini batas terakhir pembayaran biaya pendaftaran mahasiswa baru! Segera selesaikan pembayaran Anda agar tetap terdaftar sebagai calon mahasiswa aktif. Terima kasih. -Admin.]“AKH!”Savana menjerit ketika mendapatkan notifikasi email dari universitas tempat dia mendaftar. Jantung Savana serasa copot. Jam menunjukkan pukul 12 siang, sedangkan pembayaran terakhir pukul lima sore.“Oh my god! Mana Papa belum transfer lagi uangnya,” ia menggigit jari telunjuknya sambil mencari nomor sang ayah untuk di hubungi. Begitu dapat, ia langsung menekan tombal panggil.“Pa, tolong ... hari ini terakhir bayar!” suara Savana nyaris bergetar saat menatap layar ponselnya yang menunjukkan panggilan tak terjawab yang ke-lima. Jemarinya dingin, keringat membasahi telapak tangannya.Tok. Tok.Pintu kamarnya di ketuk membuatnya mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Di ambang pintu, sosok ibunya melangkah masuk seraya tersenyum kecil.“Savana ... Mama boleh minta tolong sama kamu?” tanya Hana, nada bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status