Home / Rumah Tangga / Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan / BAB 157 : CINTA BUKAN POTONGAN KUE

Share

BAB 157 : CINTA BUKAN POTONGAN KUE

Author: Langit Parama
last update Huling Na-update: 2025-08-09 08:01:17

Lampu kamar redup. Hanya suara lembut mesin AC dan detak jantung yang perlahan mulai tenang di antara dua tubuh yang terbaring di atas ranjang dalam diam.

Savana mendekap di dada Daryan, rambutnya yang kusut setelah momen penuh cinta tadi masih sedikit basah oleh keringat. Jari-jarinya menggambar pola acak di dada bidang suaminya, sementara Daryan hanya memeluknya erat, seolah tak ingin melepas.

“Aku suka begini,” gumam Savana lirih, napasnya masih belum stabil.

“Hm?” Daryan menoleh sedikit, membenamkan wajahnya di rambut Savana.

“Saat semuanya tenang. Saat cuma ada kita berdua. Gak ada omongan orang, gak ada tekanan dari segala arah," lanjut Savana.

Daryan tersenyum kecil, mencium kening istrinya yang basah karena keringat. “Aku juga, sayang.”

Hening kembali menyelimuti. Tapi ada yang mengganjal di dada Daryan. Ia tahu, ini waktu yang tepat untuk bicara. Ia menarik napas panjang, lalu mengatakannya dengan suara tenang.

“Besok pagi aku harus ke luar negeri. Ada urusan bisnis ya
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 158 : BERPISAH DUA MINGGU

    Pagi itu, udara masih dingin saat mobil hitam yang Daryan dan Savana tumpangi berhenti di depan bandara. Savana mengenakan mantel tebal warna cokelat susu untuk menutupi perut buncitnya, tangannya menggenggam erat lengan Daryan sejak dari penthouse. Perjalanan menuju bandara terasa terlalu cepat bagi Savana. Rasanya seperti baru lima menit lalu Daryan bilang akan pergi, dan sekarang ia harus melepasnya. Mereka berdiri di dekat pintu keberangkatan. Dan lintas manusia di bandara begitu ramai, tapi di antara hiruk pikuk itu, Savana hanya fokus pada satu orang—suaminya. “Penerbangan aku tinggal satu jam lagi,” ujar Daryan, menatap wajah istrinya yang terlihat menahan sedih. Savana mengangguk pelan, matanya menatap ke bawah. “Aku tahu. Tapi tetap aja rasanya … gak rela.” Daryan menyentuh pipinya, memaksa Savana menatap ke arahnya. “Kamu kuat. Bayi kita juga kuat. Aku cuma pergi sebentar. Nggak akan lama.” Ucapnya, jempolnya mengusap pipi halus itu. “Kamu bilang dua minggu. Tapi dua

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 157 : CINTA BUKAN POTONGAN KUE

    Lampu kamar redup. Hanya suara lembut mesin AC dan detak jantung yang perlahan mulai tenang di antara dua tubuh yang terbaring di atas ranjang dalam diam. Savana mendekap di dada Daryan, rambutnya yang kusut setelah momen penuh cinta tadi masih sedikit basah oleh keringat. Jari-jarinya menggambar pola acak di dada bidang suaminya, sementara Daryan hanya memeluknya erat, seolah tak ingin melepas. “Aku suka begini,” gumam Savana lirih, napasnya masih belum stabil. “Hm?” Daryan menoleh sedikit, membenamkan wajahnya di rambut Savana. “Saat semuanya tenang. Saat cuma ada kita berdua. Gak ada omongan orang, gak ada tekanan dari segala arah," lanjut Savana. Daryan tersenyum kecil, mencium kening istrinya yang basah karena keringat. “Aku juga, sayang.” Hening kembali menyelimuti. Tapi ada yang mengganjal di dada Daryan. Ia tahu, ini waktu yang tepat untuk bicara. Ia menarik napas panjang, lalu mengatakannya dengan suara tenang. “Besok pagi aku harus ke luar negeri. Ada urusan bisnis ya

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 156 : FOTO USG BABY DS

    Malam itu, Bella datang berkunjung ke mansion Ardhanata. Setelah melangkah masuk ke dalam rumah megah tersebut, Bella langsung menuju kamar wanita paruh baya itu. Ajeng sedang beristirahat, terbaring di tempat tidur, terlihat lelah namun senyuman hangat tetap terpancar ketika Bella masuk. "Bel, kamu datang?" Sapanya pada wanita cantik itu. Bella membalasnya dengan senyuman hangat. Di meja samping ranjang, Bella melihat sebuah buket bunga mawar putih yang indah, terjaga dengan sempurna di dalam vas kaca. "Itu dari siapa, Tan?" tanya Bella dengan rasa ingin tahu, matanya menatap bunga itu. "Oh, itu dari Daryan. Tadi pagi dia ke sini," jawab Ajeng santai, sambil membenarkan selimut yang menutupi kakinya. "Oh ya?" Bella terkejut. "Daryan? Serius? Aku udah nungguin dia dateng semalam, tapi malah nggak ada kabar. Malah datangnya tadi pagi, ya?" Bella mendengus pelan, kesal. "Aku benar-benar nggak ngerti deh sama dia. Masa mau jenguk orang tuanya sakit ditunda sampai besoknya?" Ajeng

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 155 : KETAHUAN DARYAN

    Daryan menutup panggilan. Punggungnya menyender di sandaran kursi. Dia meletakkan ponselnya di atas meja kerjanya, menatap kosong ke arah langit-langit. Masih ada rasa cemas yang tak hilang begitu saja. Ia tahu, hubungannya dengan ibunya belum sepenuhnya pulih, dan kata-kata yang dia ucapkan sebelumnya keluar begitu saja tanpa bisa ditahan. Dengan perasaan yang campur aduk, Daryan menarik napas panjang dan menekan tombol kontak yang sudah familiar di ponselnya. Beberapa detik kemudian, suara lembut Savana terdengar di ujung sana. "Halo, mas?" suara istrinya menyapanya. "Hm, kamu lagi apa?" Daryan bertanya, nada suaranya sedikit lebih ringan daripada tadi. Savana yang kini sedang duduk di ruang tamu rumah ibunya, Hana, merasa sedikit terkejut mendengar suaminya menelepon di waktu seperti ini. Tadi, perasaannya sempat campur aduk setelah pertemuannya dengan Ajeng, tapi kini ada sedikit ketenangan setelah mendengar suara Daryan. "Aku lagi nyantai di ruang tengah," jawab Savana, l

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 154 : AKU SAYANG MAMA

    Setelah Savana keluar, ruangan itu kembali sepi. Ajeng masih duduk di sofa, matanya menatap kosong. Namun, pandangannya perlahan beralih ke meja di hadapannya. Di sana, foto USG bayi itu terletak dengan tenang, seolah mengajak Ajeng untuk melihatnya. Hati Ajeng terasa seperti dihantam palu godam, namun dengan gerakan perlahan dan hati yang berat, tangannya meraih bingkai foto tersebut. Matanya yang sudah lelah mulai menatap gambar itu dengan penuh perasaan. Bayi yang tampak dalam foto itu, dengan bentuk tubuh kecilnya yang masih sangat rapuh, tak bisa disangkal berhasil membuat hatinya tergerak. "Apa yang harus aku rasakan?" gumamnya pelan, suaranya penuh kebingungan. Marah. Kecewa. Sakit hati. Semua masih ada. Ia belum bisa melupakan bagaimana Daryan mengambil keputusan besar tanpa bertanya. Belum bisa sepenuhnya memaafkan Savana. Tapi di balik semua itu, sebagai seorang ibu, nalurinya tetap bicara—ingin melindungi darah dagingnya. Ajeng menggigit bibir bawahnya, mencoba men

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 153 : HASIL FOTO USG

    Savana berdiri di teras mansion mewah Ardhanata, menunggu beberapa detik sebelum akhirnya melangkah masuk dengan hati-hati. Di tangannya terdapat parsel buah premium yang ia bawa dengan tujuan baik. Savana tahu hubungan antara dirinya dan Ajeng tidaklah baik. Namun, kali ini dia datang dengan niat yang tulus. Pelayan yang tadi sedang berkemas di ruang tamu langsung menyapanya begitu melihat Savana datang, lalu membungkuk hormat. Savana hanya membalas dengan senyuman kecil, langkahnya terus membawanya menuju kamar Ajeng. Saat melewati ruang tengah, ia melihat ibu mertuanya duduk di sofa sambil memegang iPad, menatapnya dengan tatapan tajam dan sedikit terkejut. "Ngapain kamu ke sini?" tanyanya, suaranya terdengar dingin dan penuh kebencian. Savana tersenyum, berusaha menenangkan suasana, meski hatinya sedikit terluka dengan sambutan yang begitu tegas. "Saya denger mama sakit, jadi saya dateng buat jenguk dan saya juga bawain mama buah-buahan," katanya pelan. Ajeng memutar bola m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status