Semilirnya angin malam, begitu dingin menerobos masuk ke dalam jendela kamar Alira yang belum tertutup sempurna.
Terlihat Alira, masuk ke dalam kamarnya, sambil membawa dua porsi nasi diatas nampan yang di bawanya.
Mengayunkan langkahnya, mendekati nakas sebelum meletakkan nampan di atasnya.
Masih dengan wajah murungnya, harus melayani Satria, karena statusnya sebagai seorang istri di dalam permainan pernikahan yang sedang di jalaninya.
Sebelum mengayunkan kembali langkahnya, membuka jendela kamarnya, untuk berdiri, terdiam dan menyendekapkan kedua tangannya di atas dada.
Menikmati gelapnya malam, terlihat begitu kelabu tanpa bintang, karena mendung yang bergelayut sama seperti suasana hatinya yang begitu sendu.
Kembali mengingat kemarahan Adam, air mata Adam di dalam sorot mata kecewa kekasihnya.
Menciptakan rasa sesak yang menyeruak, me
Sang surya beranjak naik, tepat dia atas kepala dengan sinarnya yang begitu terik tak lagi hangat dan bersahabat.Terlihat Alira, baru keluar dari dalam lift, mengayunkan langkahnya di belakang Satria, sambil menarik koper hitam berisi barang barangnya, melewati lorong gedung Apartement, menuju unit apartement suaminya di lantai sepuluh.Tak bersuara, hanya membisu menekuk wajah cantiknya, karena beban di hatinya tak ingin meninggalkan rumah orang tuanya untuk tinggal bersama dengan lelaki dingin yang baru saja menikahinya.Segera menghentikan langkahnya, menatap diam Satria yang bersuara, memerintahkannya berjalan cepat."Kenapa berhenti? ayo cepat!" ucap Satria, ikut menghentikan langkahnya, membiarkan istrinya membawa koper tak berniat untuk membantunya.Menciptakan helaan nafas kasar di bibir Alira, segera membuang pandangannya ke sembarang arah tak menyukai sikap Satria.Kembali mengayunkan langkahnya
"Duduk," titah Satria, mengedikkan dagunya ke arah kursi yang ada di seberangnya tak mengurangi kewibawaannya.Masih tak membuat Adam bersuara, hanya terdiam dan membisu, kembali mengayunkan langkahnya hendak duduk di atas kursi.Sesuai dengan perintah Satria tak mengalihkan pandangannya."Gimana hari pertama kamu kerja disini?" tanya Satria, mengawali pembicaraannya mengerutkan kening Adam."Nggak ada masalah, karena pekerjaan manager sebelumnya sangat rapi, jadi saya tinggal membaca dan mempelajarinya saja," jawab Adam.Menekan kuat ego di hatinya, berusaha bersikap biasa di atas amarah yang masih menguasai dan mengungkungnya."Aku tahu, yang aku tanyakan bukan pekerjaan kamu, tapi perasaan kamu,""Apa maksud anda?""Bagaimana rasanya bekerja di bawah kendaliku? suami dari Alira kekasih kamu?" lanjut Satria.
"Papa?" refleknya, membulatkan matanya, sesaat setelah membuka pintu utamanya, beradu pandang dengan Papa Bagaskara.Yang berdiri tegak di balik pintu utamanya yang terbuka."Ngapain kesini?" tanya Satria."Kenapa? Papa dilarang kesini?" jawab Papa Bagaskara, mengayunkan langkahnya, masuk ke dalam rumah memanggil Alira menantunya."M*mpus!" Batin Satria memejamkan matanya dalam. Sebelum membalikkan badannya, ikut mengayunkan langkahnya mengikuti Papanya."Mana istri kamu kok nggak ada?" tanya Papa Bagaskara akhirnya, karena panggilannya, tak membuat Alira keluar untuk menemuinya."Alira lagi keluar Pa, lagi jalan sama temannya," jawab Satria, berusaha bersikap tenang, masih mengayunkan langkahnya hendak duduk di atas sofa.Sebelum meraih sebungkus rokok yang ada di atas meja, mengambil sebatang rokok untuk di bakar dan di hisapnya.
Langit semakin menggelap, hampir menuju ke tengah malam, tepat di saat jam dinding yang menggantung di apartement Satria sudah menunjuk ke pukul 23:30.Terlihat Satria, menahan rasa geram di hatinya, menunggu kedatangan istri yang tak di dicintainya.Demi sebuah nama tanggung jawab yang harus di embannya, karena Alira, yang di nilainya begitu kurang ajarnya, tak tahu waktu pulang saat kencan, bersama dengan kekasih, Adam, pegawainya sendiri."Apa dia gila? bagaimana bisa? sudah jam segini masih belum pulang juga!" gerutunya sendiri.Dengan gerakan kakinya, berjalan mondar mandir di ruang tamu, kembali menggeser layar ponselnya.Kembali berusaha, untuk menghubungi nomor ponsel Alira, namun tak kunjung di jawab, membuatnya semakin marah dan emosi."Sialan!" umpatnya kasar, meremas dengan keras ponselnya sendiri, merasa tak di hargai.Sebelum mengalihkan pandangannya, masih dengan tatapan
Semilirnya angin, begitu sepoinya membelai dedaunan yang ada di depan gedung Antariksa Group. Tanpa mendung yang bergelayut, terlihat begitu cerah. Tepat di saat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Alira, sudah menunjuk ke angka sembilan lebih, menuju ke pukul sepuluh. "Terimakasih ya Pak," ucap Alira, segera turun dari taksi online yang di tumpanginya. Mendekap surat lamaran kerja yang telah di buatnya secara kilat, mengedarkan pandangannya, menatap tingginya gedung tempat kekasihnya bekerja, perusahaan tempat suaminya memimpin. "Selamat pagi Mbak, ada yang bisa saya bantu?" sapa Resepsionis, dengan begitu sopannya menyambut kedatangan istri dari CEO tempatnya bekerja, tanpa mengetahui status Alira. "Selamat siang Mbak, saya mau melamar pekerjaan, bisa saya ketemu sama Bu Gladis?" ucap Alira. Mengalihkan pandangan wanita muda itu ke a
Langit telah menggelap, bertaburkan bintang yang bersinar, bersama dengan sang rembulan, tampak begitu indah menampilkan bentuk sabitnya.Terlihat Alira, sedang menghidangkan dan menata beberapa menu lauk dan juga nasi yang baru di masaknya di atas meja makan. tampak begitu bahagia, mengulum senyum di bibirnya mengingat momen pertamanya bekerja di perusahaan suaminya.Flashback di Antariksa Group."Ahhh," pekik Alira, yang terkejut, akibat tarikan seseorang di tangannya, begitu tiba-tiba, tepat di saat dirinya keluar dari toilet wanita."Ssssttt," sahut Adam, memberikan kode kekasihnya itu untuk diam, dengan membekap mulut Alira yang berdiri, dan bersandar di dinding toilet, sebelum menarik tangan kekasihnya cepat, untuk di bawanya masuk ke dalam pintu darurat yang tak jauh dari toilet."Adam?" batin Alira, membulatkan matanya, seraya mengayunkan langkahnya cepat
Kantin perusahaan tak lagi ramai, terlihat semakin sepi, karena jam makan siang yang hampir habis."Kita balik ke ruangan Dam," Kata Anton, masih duduk di tempatnya hendak berdiri dari kursi.Di ikuti dengan Adam, sesaat setelah mengangguk pelan. Sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Alira, kekasihnya yang sedari tadi diam dan melamun."Ra," panggil Adam, dengan intonasi lembutnya.Tak mengalihkan pandangan Alira, masih saja diam, dengan pandangannya lurus kedepan, tak bisa melupakan video syur yang baru saja di lihatnya.Dengan durasi yang tak lebih dari lima menit, sangat cukup buat Alira, mengenali wajah cantik dari pemain video yang terlihat merem melek, menikmati permainan lelaki bertubuh sedikit dempal."Alira," lanjut Adam, menyentuh bahu Alira menyentakkan hati kekasihnya,"Ha?""Ayo balik, jam istirahatnya
"Pak Satria nya sedang keluar Bu, sampai sekarang belum kembali,""Keluar?""Iya," jawab Sekretaris mengangguk pelan."Sudah lama ya?""Dari jam sebelas siang tadi," jawab Sekretaris Satria, dengan begitu sopannya mengetahui status Alira."Terimaksih ya," kata Alira, mengulaskan senyum tipis di bibirnya, sesaat sebelum mengalihkan pandangannya, ke arah suara lelaki yang memanggilnya."Pak Adi?" gumam Alira, kembali mengulaskan senyum tipisnya, seraya menganggukkan kepalanya pelan menyapa Adi, tangan kanan sekaligus sahabat dari suaminya."Cari Satria Ra?""Iya Pak," jawab Alira, menganggukkan kepalanya pelan mengiyakan."Kita bisa bicara Ra? ada yang ingin aku bicarakan sama kamu," kata Adi, dengan gurat wajah seriusnya.Menghilangkan sikap bercandanya yang biasa dilakukannya.