Bram menggeliat, tanpa sengaja satu tangannya meraba sebelah kiri, kosong. Dengan malas, pria itu mengangkat kepala untuk mencari keberadaan Tiara, yang tidak ada di tempatnya."Kemana dia?" gumam Bram setelah kedua matanya terbuka sempurna.Pria itu merubah posisi tidurnya menjadi terlentang, lalu pandangannya beralih pada benda, penunjuk waktu yang menempel di dinding. Ternyata sudah pukul enam pagi."Jam berapa dia bangun tadi?" tanyanya pada diri sendiri seraya beranjak bangkit, setelah menyikat selimut yang menutupi setengah tubuhnya.Setelah sempat duduk sebentar, Bram langsung bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Tanpa berniat menutup tubuh polosnya terlebih dahulu."Bram!" pekik Tiara begitu tahu pria itu yang membuka pintu.Tidak hanya Tiara, Bram juga tak kalah terkejut mendapati dirinya duduk bersandar di atas kloset."Kenapa pintunya tidak dikunci?" tanya Bram mengabaika
"Karena apa?" tanya Nana tidak sabaran, karena Thomas sengaja menggantung kalimatnya.Thomas tersenyum, seraya mengacak puncak kepala Nana, begitu melihatnya sangat antusias."Karena paman sudah terbiasa, usia kami hanya berbeda dua tahun, jadi sejak kecil kami bersikap layaknya teman," jelas Thomas."Pasti menyenangkan punya teman bermain sejak kecil, tidak seperti Nana hanya punya, Mickey, Minnie, dan Pusy," jelasnya menyebut beberapa nama boneka miliknya.'Sebentar lagi, kamu pasti tidak merasa kesepian lagi. Karena ibumu akan melahirkan banyak adik," batin Thomas. Lalu, pria itu-pun tersenyum saat membayangkan akan ada makhluk-makhluk kecil berlarian di rumahnya."Kenapa tiba-tiba paman tersenyum, apa paman sakit?" tanya Nana."Heem!" Thomas berdehem, sambil menegakkan posisi duduknya."Tidak, kamu tenang saja, paman masih sehat," celetuknya."Hihi .. paman lucu." Melihat Nana terkikik geli, Thomas kembali tersenyum.'Kamu begitu menggemaskan, Na. Tidak heran, jika Bram yang sel
Selesai membersihkan diri dari sisa-sisa percintaannya, semalam dan pagi tadi. Bram berdiri di balkon kamar. Tatapan bak elang pria itu lurus ke depan, memperhatikan Tiara yang tengah bersenda gurau dengan para petani wanita di bawah sana.Tadi, setelah percintaannya yang terakhir dengan wanita itu, Bram sempat ketiduran, dan saat dirinya bangun sudah tidak lagi mendapati Tiara di ranjang mereka. Sadar matahari sudah tinggi, Bram bergegas membersihkan diri, dan berniat melihat aktivitas di kebun belakang rumahnya. Benar saja, disana ada Tiara yang terlihat akrab dengan para petani yang pagi itu tengah memanen sayuran."Kamu memang pandai menyesuaikan diri di sembarang tempat, Ara," ucapannya pelan.Pandangan Bram tetap tak lepas dari wanita itu, yang sesekali terlihat tertawa lepas."Apa kau juga pernah begitu bahagia saat bersamanya? Bahkan, membayangkan hal itu saja, darahku langsung mendidih," imbuhnya.Rasa ce
Selesai membersihkan diri dari sisa-sisa percintaannya semalam dan pagi tadi. Bram berdiri di balkon kamar. Tatapan bak elang pria itu lurus ke depan, memperhatikan Tiara yang tengah bersenda gurau dengan para petani wanita di bawah sana.Tadi, setelah percintaannya yang terakhir dengan wanita itu, Bram sempat ketiduran, dan saat dirinya bangun sudah tidak lagi mendapati Tiara di ranjang mereka. Sadar matahari sudah tinggi, Bram bergegas membersihkan diri, dan berniat melihat aktivitas di kebun belakang rumahnya. Tanpa ia ketahui, ternyata disana ada Tiara yang terlihat akrab dengan para petani yang pagi itu tengah memanen sayuran."Kamu memang pandai menyesuaikan diri di mana-pun tempatnya, Ara," ucapannya pelan.Pandangan Bram masih tak berpaling dari wanita itu, yang sesekali terlihat tertawa lepas.Namun, Bram tiba-tiba mengingat sesuatu."Apa kamu juga pernah selepas itu saat bersamanya? Bahkan, membayangkan hal itu saja, darahku langsung mendidih," imbuhnya.Rasa cemburu, marah,
Bram masih terpaku di tempat setelah mengusir Thomas keluar dari kamarnya. Ia tidak menyangka, di detik-detik momen bahagianya, justru hal yang tidak pernah disangka-sangka terjadi. Awalnya Bram tetap tidak percaya, jika wanita yang begitu dicintainya tega meninggalkannya. Namun, setelah berulang kali menghubungi nomor Tiara dan mendapati tidak aktif. Dengan terpaksa, Bram harus menerima kenyataan pahit.Ditinggal, tepat di hari bahagianya."Apa alasanmu memilih pergi, Ara? apa kamu tidak pernah berpikir bagaimana dengan perasaanku saat ini."Bram merasa terhempas jauh, hingga nyaris tidak bisa lagi bangkit, setelah sempat dibuat melambung tinggi.Rasa tidak percaya masih merongrong hati, tapi kenyataan seolah menghantam sisi hati yang lain. Sehingga, mengakibatkan guncangan hebat-pun terjadi.Bram sangat marah, frustasi, dan tentu saja tidak terima begitu saja. Terlebih, setelah beberapa saat menunggu, tidak satupun orang suruhannya ada yang menemukan jejak Tiara. Kemanakah sebenarny
Sejak hari itu, Bram berubah menjadi sosok yang lebih pendiam, dan sering menyendiri untuk beberapa saat.Bahkan tak jarang, untuk mengisi kekosongan hatinya, Bram sering menghabiskan malam di klub bertemani minuman beralkohol tinggi. Berharap dengan begitu, ia bisa menghapus jejak Tiara dari hati serta ingatannya.Bram juga menutup diri dari wanita manapun, sikapnya dingin dan nyaris tak tersentuh. Tapi naasnya, kebiasaan Bram yang sering mengunjungi klub malam berujung petaka. Malam itu, setelah menegak satu gelas minuman, Bram merasa harus mencari pelampiasan. Karena tanpa ia ketahui, ada yang sengaja mencampur minumannya dengan sesuatu. Hingga, menimbulkan reaksi tak terduga dalam tubuhnya. Sampai akhirnya, malam panjang-pun Bram habiskan dengan wanita yang tidak ia kehendaki. "Jadi kau yang memasukkan obat sialan itu kedalam minumanku!" sentak Bram membuat Mawar yang baru menggeliat seketika tersentak"Kamu! bu-bukannya ka-kamu Bram?" Melihat Mawar tergagap dan terkejut mendapa
"Ternyata kamu disini, mau kubuatkan kopi?"Kehadiran Tiara mengejutkan Bram. Pria itu-pun memutar badan dan menatap datar Tiara yang sudah berada di belakangnya."Kamu, bahkan tidak tahu bagaimana cara melayani suami dengan baik! seharusnya, itu kamu lakukan sejak tadi, bukan malah berbincang dengan para pekerja kebun itu," ketus Bram."Maaf, aku pikir tadi kamu lelah, jadi aku tidak berani mengganggu tidurmu," jelas Tiara pelan."Alasan! pergi sama, dan ingat! aku tidak suka menunggu!" cetusnya."Ba-baik, tunggu sebentar."Tiara langsung bergegas pergiDan Bram, menatap datar wanita itu yang berlari kecil yang saat meninggalkan kamar."Melihatmu takut padaku, justru semakin mengingatku akan pengkhianatanmu dulu," gumam Bram.******"Ini kopimu, Bram. Mau aku bawakan kesini sarapanmu?" tanya Tiara setelah menyajikan minuman ke hadapan pria itu."Heem," gumam Bram dengan menoleh pada Tiara sebenatar, sebelum akhirnya kembali membuang pandangan."Tunggu sebentar."Bram tidak lagi menjaw
"Bagaimana kabarnya Tiara ya pak, kenapa dia tidak lagi mengunjungi kita. Apa kita pastikan saja kerumah Bram?" ujar Suti pada Wisnu-suaminya."Jangan buk, ibu lupa bagaimana Bram meminta kita untuk tidak lagi campuri urusan mereka. Apalagi, sekarang Tiara sudah menjadi istrinya, Bram punya hal penuh akan apa yang harus dan tidak harus Tiara lakukan," jawab Wisnu."Tapi kita orang tuanya, pak! Apalagi bapak, bapak kandungnya, lebih berhak akan kehidupan Tiara!" pekik Suti sedikit meninggi suaranya.Wisnu yang sedang duduk di kursi, dekat Suti yang sedang merapikan pakaian pelanggannya, hanya menyandarkan punggung disertai helaan nafas pelan mendengar suara lantang sang istri.Entahlah, sekarang istrinya itu sering berkata lantang padanya, setelah kepulangan Tiara beberapa waktu lalu."Hah! mungkin dengan begitu, bapak tidak lagi menyulitkan hidupnya," gumam Wisnu yang terdengar samar oleh Suti."Ngomong kok gak jelas," ketus wanita itu. Namun, begitu melihat raut kesedihan yang tampak