“Pagiiii.” Mama Kejora datang dengan semangat dan riang gembira seperti biasa.Beliau tidak tahu kalau anaknya membiarkan Zaviya menunggu cukup lama tadi malam, mungkin kalau beliau tahu—mama Kejora akan menjitak kepala putranya itu.“Eeeh … ada mbak Natalia, apa kabar Mbak?” Mama memeluk kemudian mengecup pipi kiri dan kanan bude dengan hangat dan ramah.“Baik … kamu sekeluarga baik juga ‘kan?” Bude membalas basa-basi. Langkah mereka berdua tertuju ke area sofa sedangkan Svarga, Argo dan Zaviya jadi terlibat canggung.Mama Kejora dan bude melanjutkan obrolan ringannya sampai akhirnya mama teringat akan putranya yang harus pergi bekerja.“Svarga … kamu pergi aja ke kantor, biar Zaviya sama mama sama bude juga.” Dengan santai dan polosnya mama Kejora berkata demikian.“Svarga Work From Home, Ma …,” putus Svarga yang tidak akan meninggalkan Zaviya bersama Argo barang sedetik pun.Svarga seperti tidak percaya diri kalau kasih sayang yang diberikannya kepada Zaviya tidak cukup jadi selalu
“Sebentar, aku jawab telepon dulu.” Svarga melepaskan pelukannya.“Jawab di sini, di depan aku,” pinta Zaviya masih dengan nada rendah.Svarga menatap Zaviya lekat, dia tidak mungkin menjawab panggilan dari Gladys di depan Zaviya, nanti akan ketauan kalau Gladys sudah di Jakarta dan dia sering bertemu dengan sahabatnya itu.“Ayo jawab sekarang di depan aku!” Nada suara Zaviya meninggi bersama sorot matanya yang tajam.“Zaviya!” Svarga berseru memperingati kalau dia tidak suka dengan sikap posesif Zaviya.Pria itu sudah berdiri di sisi ranjang Zaviya sekarang.“Kenapa? Apa yang kamu sembunyikan?” Zaviya terlihat murka.Svarga mengetatkan rahangnya, dia mengangkat tangan yang menggenggam ponsel kemudian menggeser icon gagang telepon berwarna hijau.“Hallo!” Svarga menjawab panggilan telepon dari Gladys sambil menatap Zaviya tajam.“Svarga … menurut kamu—“ Kalimat Gladys terjeda.“Gladys, ini sudah malam dan aku sedang di rumah sakit … bisa kita bicara nanti?” Sambar Svarga dingin.“Oh …
Zaviya tidak ingin Gladys menggunakan segala cara untuk mendapatkan Svarga, membuat Svarga jatuh cinta kepadanya.Dia hanya ingin melindungi rumah tangganya dari badai yang mungkin akan diciptakan Gladys.Dan karena dia juga mencintai Svarga, dia tidak ingin Svarga sangat dekat dengan perempuan manapun meskipun katanya perempuan itu adalah sahabatnya.*** “Svarga, gendong aja Zaviyanya,” titah mama Kejora saat mereka sudah turun dari mobil yang terparkir di basement karena akan mencapai lift yang akan membawa mereka ke unit apartemen Svarga.Svarga memberikan koper kepada asisten rumah tangga yang menjemput ke basement kemudian mendekat pada Zaviya untuk menggendongnya.Tidak ada penolakan, Zaviya juga menunjukkan ekspresi biasa saja agar mama Kejora tidak curiga.“Nanti kamu ke kantor lagi enggak?” Mama Kejora bertanya setelah mereka masuk ke dalam lift.“Enggak Ma, nanggung.” Svarga menjawab.“Bagus kalau gitu, Mama bisa pulang sore ini ya … kebetulan om Kama mau ke Jerman … ada ur
Svarga merasa harus menghubungi Gladys kembali setelah setelah beberapa hari lalu sambungan telepon mereka diputus sepihak olehnya.Dia yang telah menawarkan bantuan kepada Gladys untuk membangun perusahaan di sini maka dia harus bertanggung jawab menepati ucapannya.“Hallo?” Panggilan telepon Svarga langsung dijawab oleh Gladys.“Ya, Hallo … Gladys?” “Iya, ada apa?” Gladys menyahut ketus.“Apa yang ingin kamu bicarakan kemarin? Maaf, kemarin aku tidak bisa bicara … ada Zaviya di sampingku dan aku masih belum memberitahunya tentang kamu karena dia selalu emosional bila membicarakan tentangmu.” Svarga berkata jujur, secara tidak langsung dia sedang mencurahkan isi hatinya kepada sang sahabat agar mengerti kondisi yang terjadi dalam rumah tangganya.“Kamu sudah tanya padanya, kenapa dia sampai emosional setiap membicarakanku?” Nada suara Gladys terdengar meledek.Svarga jadi tahu kalau Gladys kesal mendengar kalau Zaviya tidak menyukainya dan dia memaklumi.“Katanya kamu menyukaiku dal
“Zaviya!” Suara Reyshaka membuat Zaviya memasukan ponselnya ke dalam tas, lupa menanggapi pesan Svarga yang terakhir.“Mas Rey!” Zaviya bangkit dari lantai berdebu.“Svarga udah ngijinin kamu ke luar rumah?” Ryshaka sepertinya tidak percaya kalau Svarga sampai tega mengijinkan Zaviya keluar rumah di saat kaki Zaviya masih dalam pantauan dokter.“Aku maksa, makanya diijinin … tapi aku besok enggak boleh ke sini jadi sekarang harus tuntas … ayo kita ke belakang, aku mau nunjukin sesuatu.”Zaviya menarik tangan Reyshaka menuju bagian belakang bangunan.Ternyata banyak sekali yang harus di perbaiki, Reyshaka tidak membantah atau memberikan alasan karena memang dia juga tidak puas dengan hasilnya.Reyshaka mengaku salah kalau selama Zaviya di rumah sakit, dia tidak sempat mengecek proyek tersebut karena tengah disibukan dengan proyek yang lebih besar.Saat itu juga Reyshaka memberikan instruksi langsung kepada kepala proyek untuk melakukan perombakan sedikit dan menambahkan apa yang kurang
“Mas Rey, perkenalkan ini Gladys … sahabatku yang dari Jerman yang ingin membangun perusahaan di sini.” Svarga memperkenalkan Gladys kepada Reyshaka alih-alih menenangkan Zaviya yang raut wajahnya seolah ingin memakan pria itu hidup-hidup.Gladys bangkit dari kursi, mengulurkan tangan ke depan Reyshaka seraya tersenyum ramah.“Saya Gladys.” Dia memperkenalkan diri.“Saya Reyshaka, kakaknya Zaviya … Beberapa waktu lalu Svarga pernah menceritakan tentang Anda, Svarga ingin saya yang membangun atau merenovasi gedung kantor Anda di Jakarta,” ujar Reyshaka apa adanya membuat Zaviya menoleh menatap sang kakak heran.Zaviya pernah meminta sang kakak menegur Svarga tentang hubungan suaminya itu dengan Gladys tapi kenapa Reyshaka tampak santai padahal baru saja dalam perjalanan tadi dia memberitahu Reyshaka kalau Svarga tengah meeting tapi mereka malah bertemu di sini.Ternyata Reyshaka sempat mengobrol tentang Gladys kepada Svarga karena kebetulan kecelakaan yang Zaviya alami terjadi ketika b
Zaviya langsung jutek, ketus dan ekspresinya berubah masam begitu masuk ke dalam mobil.Senyum hangat dan tatapan manja ketika tadi di restoran yang dia tunjukan di depan Gladys telah hilang tak berbekas.Svarga sadar dosanya cukup besar kepada Zaviya jadi dia akan berusaha sabar dalam menghadapi Zaviya yang mungkin akan mengamuk setelah mereka sampai di rumah.Perjalanan selama satu jam karena macet itu disponsori oleh hening.Bukan hening yang Svarga suka melainkan hening yang dia takuti karena bisa jadi hening itu adalah ancang-ancang Zaviya untuk mengamuk.Akhirnya mereka sampai di basement, keduanya keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam lift.Svarga yang berdiri bersandar pada dinding lift melirik Zaviya yang lebih pendek dan berdiri satu langkah di depannya.Dia bisa melihat ekspresi kekesalan di wajah Zaviya.Pintu lift terbuka dan mereka harus menyusuri lorong untuk sampai di pintu unit apartemen.Setibanya di sana, Svarga yang membukakan pintu dan meminta Zaviya masuk le
“Udah ah … sekali aja, besok lagi!” Zaviya meronta hendak memutar badan namun tertahan pelukan Svarga.Tubuh mereka masih polos sehabis bercinta.“Bukan itu,” Svarga meluruskan, menarik selimut yang membalut Zaviya untuk menutupi bagian bawah tubuhnya hingga pinggang.Zaviya menatap Svarga sesaat, pipinya mulai bersemu karena malu.Dia pikir Svarga menginginkannya lagi, tunggu beberapa menit dulu lah, Zaviya masih lemas. “Lalu apa?” tanya Zaviya kemudian.“Tentang permintaan aku ….” Svarga menjeda, menunggu reaksi Zaviya.“Yang ingin kamu dan Gladys bisa saling menerima,” sambungnya hati-hati.Zaviya memejamkan mata bersama hembusan napas jengah.“Kamu maksa aku untuk baik sama orang yang bahkan membenci aku? Yang benar aja!” Respon negatif yang Zaviya berikan.“Tadi aku udah bilang ‘kan kalau Gladys bersedia bersikap baik sama kamu.” Tatap mata Svarga menuntut.Hembusan napas keluar lagi kali ini begitu berat dikeluarkan Zaviya. “Dia itu manipulatif, Svarga … aku enggak mungkin sep