Share

Diputus Pacar, Dinikahi CEO
Diputus Pacar, Dinikahi CEO
Penulis: Agniya14

Bab 1. Meminta Tanggung Jawab

"Saya hamil anak dari Mas Gilang, Tante. Mas Gilang harus tanggung jawab!" ucap seorang perempuan bermata sayu, sambil menahan air mata yang membendung.

Perempuan itu adalah Arini. Ia hamil setelah mahkotanya direnggut Gilang, kekasih sekaligus bosnya di perusahaan tempatnya bekerja.

Arini memberanikan diri bicara jujur pada Widia–mamanya Gilang dengan memberikan surat dari dokter yang menyatakan jika Arini sedang hamil. Dia datang bersama Ratih–mamanya Arini.

Namun, ibunya ia paksa untuk menunggu di depan gerbang. Arini tahu, ibunya pasti akan emosional melihatnya berbicara dengan Gilang dan ibunya.

"Tidak mungkin! Gilang itu anak baik-baik. Dia tidak mungkin tidur sembarangan dengan perempuan seperti kamu, yang cuma karyawan rendahan. Benar kan, Gilang?" Widia menoleh pada anaknya.

"Iya, Ma, pasti Arini hamil karena tidur dengan pria lain, dan bilang itu anakku supaya dia bisa minta aku buat bertanggung jawab dan menikah dengannya?" ucap Gilang mengiyakan ibunya. 

Namun, dari wajahnya, lelaki brengsek itu terlihat panik.

Arini dan Gilang berpacaran selama empat tahun sejak mereka masih kuliah.

Peristiwa mengenaskan itu terjadi saat Gilang sudah tak bisa membendung nafsunya dan menggagahi Arini  secara paksa di dalam mobil, saat mereka berdua baru saja pulang kerja.

Arini tak kuasa menolak. Selain karena ia terjebak dan tenaga Gilang lebih kuat, Gilang adalah penentu apakah ia akan tetap bekerja atau tidak di perusahaan milik keluarga Gilang.

"Tega kamu berkata begitu, Gilang!" ucap Arin terisak.

Ia menatap pria di depannya dengan dada sesak seraya menggenggam erat hasil pemeriksaannya. Air matanya seketika merembes keluar.

"Ini darah daging kamu!"

Widia menatap Arini dengan semakin jijik. Dari wajahnya, ia ingin segera cepat-cepat mengusir perempuan yang sdari tadi merengek-rengek di hadapannya ini!

"Memang benar kan?! Anak yang kamu kandung itu bukan anaknya anak saya! Jangan sembarangan ngomong! Dasar perempuan licik!"

"Aku kira kamu ini perempuan baik-baik, ternyata hanya perempuan murahan yang mengincar harta bosnya sendiri. Dasar jalang!"

Jleb!

Jantung Arini seperti ditusuk tombak ketika mendengar kembali hinaan kedua orang di depannya. Kakinya lemas, membuatnya seketika terduduk, terpaku.

"Nah, itu kamu sadar kalau keberadaan kamu di rumah ini tidak diterima dengan baik. Pergi kamu dari rumah ini!" teriak Widi mengusir Arini.

Arini tak bergerak, tatapannya kosong.

"Pak Edi, Pak Edi!" teriak Widia memanggil satpam rumah itu. Satpam pun masuk ke ruang tamu. "Bawa perempuan binal ini keluar dari rumah!"

Satpam rumah itu menarik lengan Arini dengan kasar. Arini berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman satpam itu. 

Namun, cengkraman pria itu lebih kuat. Tubuh Arini pun terseret keluar dari rumah itu. 

Melihat anaknya diperlakukan seperti binatang, Ratin yang sedari tadi menunggu di luar langsung menghampiri anaknya dan menariknya dari satpam itu.

“Pak, lepaskan anak saya! Dia enggak salah, majikanmu yang harusnya bertanggung jawab!” teriak Ratih histeris.

Tiba-tiba, dari arah rumah, Gilang kembali datang ke arah Arini dengan setengah berlari. 

Perempuan itu melihatnya dengan sebuah harap, akankah ia berubah pikiran?

Namun, justru…

"Gugurkan kandungan itu atau kamu akan dipecat dari perusahaan!" ancam Gilang pada Arini.

Arini terkesiap. Lalu, entah dari mana, kepalanya seketika diliputi rasa marah.

"Bayi ini tidak berdosa, Mas! Aku akan merawat bayi ini tanpa bantuanmu sekalipun!"

"Tapi kamu akan merusak citra perusahaan. Membiarkan seorang wanita hamil tanpa suami bekerja di PT. Maheswara,” ucap Gilang marah sambil menarik baju Arini.

“Aku tidak takut, Mas!”

Tak ingin anaknya semakin tersiksa, Ratih langsung menarik lengan Arini dari cengkraman Gilang dan meninggalkan rumah Widia.

“Arini! Lebih baik kita pergi dari sini! Percuma berbicara pada Iblis yang tak tahu dosanya sendiri!”

Ratih pun langsung membawa pergi Arini yang masih terisak dan memegangi dadanya yang sakit.

“Rin, coba kamu telpon Wisnu. Minta tolong jemput kita di sini.”

“Ba…baik Mah…”

Wisnu adalah pria yang ikut tinggal di hunian kontrak milik keluarga Arini. Ia berporfesi sebagai tukang ojek.

Dulu, ia diselamatkan oleh keluarga Arini setelah dikejar-kejar oleh aparat semasa menjadi mahasiswa. Demi membalas budi, Wisnu pun tinggal di hunian milik keluarga itu untuk membantu mereka.

Namun, perawakan Wisnu yang tampan dan bersih kadang membuat keluarga Arini sangsi. Tidak mungkin dengan penampilannya seperti ini, ia hanya seorang tukang ojek.

Tetapi, dikulik seperti apapun, Wisnu di hadapan mereka hanyalah tukang ojek biasa.

Sementara itu, Ratih dan Arini berhenti berjalan. Keduanya berdiri dan menunggu di pinggir jalan lalu Arini menelepon Wisnu.

"Halo, Mas. Mas lagi di mana? Bisa jemput mama sekarang enggak? Kami lagi di luar, sekarang mau pulang gitu. Bisa ya, Mas?" 

"Aduh, maaf, Rin Mas enggak bisa jemput. Tadi ada yang minta anter agak jauh ke pinggiran kota ini baru mau jalan. Kamu naik taksi online sama sama mama, ya? Bilang sama mama, Mas enggak bisa jemput, maaf banget gitu ya."

Arini menghela nafas kecewa, “ Oke Mas gapapa, hati-hati ya.”

***

Malam harinya, Wisnu datang ke rumah Ratih. Saat pria itu masuk rumah dia hanya melihat Arini saja.

"Mama kamu mana? Kok enggak keliatan?"

"Ada di kamar, Mas. Aku panggilkan dulu, ya."

Arini bangkit, tetapi lengannya ditahan oleh Wisnu sehingga dia duduk kembali.

"Kamu kenapa? Habis nangis? Kok mata kamu keliatan bengkak?"

"Eh, enggak apa-apa kok, Mas. Lagi enggak enak badan. Mestinya banyak istirahat sih."

Wisnu menatap Arini dengan curiga. Namun, perempuan itu tak bisa berkata jujur padanya.

Selain malu, ia memang tak ingin membagi yang ia rasakan saat ini pada orang lain, sedekat apapun orang itu.

“Baiklah kalau kamu gapapa. Tapi kalau…”

Arini tak menggubris Wisnu dan langsung memanggilkan ibunya, membuat wajah Wisnu sekali lagi diliputi kebingungan.

"Ma, bangun, di depan ada Mas Wisnu."

Ratih membuka mata. Perasaan gundahnya sedikit berkurang. "Wisnu datang?" Ratih bangun. "Mama mau keluar dulu menemui Wisnu."

"Ma, aku mau tiduran bentar di kamar Mama enggak apa-apa?"

"Enggak apa-apa kok, Rin. Kamu harus banyak istirahat, ya."

Ratih merapikan pakaian dan rambutnya lalu keluar dari kamar. Arini lantas berbaring di kamar Ratih. 

Dia merasa lebih nyaman berada di kamar itu. Ratih duduk di kursi yang ada di ruang tengah rumah itu. Dia sudah tidak sabar untuk meluapkan kekesalannya pada Wisnu.

"Kamu sudah makan, Nak?"

"Sudah, Bu. Ibu lagi ada masalah apa? Maaf ya tadi enggak bisa jemput Ibu. Memangnya Ibu dari mana toh?"

"Kalau nanya itu mbok ya satu-satu, Nak Wisnu. Tadi Ibu habis dari rumah orang tua Gilang."

"Loh, ada apa Ibu ke sana?"

Raut wajah Ratih berubah dari sumringah karena bertemu Wisnu menjadi sedih karena ingat pada Arini. "Mau minta Gilang menikah dengan Arini."

Wisnu terdiam. Lalu, beberapa detik kemudian ia baru kembali bersuara.

"Terus Gilang mau?"

"Yo enggak Nak. Arini bahkan diusir kaya binatang. Ibu enggak tega anak ibu satu-satunya diperlakukan begitu!”

Bulir bening lolos dari kedua mata Ratih karena tidak dapat menahan rasa sakit.

Wisnu mengusap wajahnya. Ia terlihat berpikir keras sambil meremas-remas tangannya. Wajahnya merah padam menahan amarah.

Lalu, laki-laki tampan itu seketika menatap Ratih dengan tajam, "Ibu jangan sedih, biar saya yang menggantikan Gilang untuk menikahi Arini. Arini perempuan baik, tidak sepantasnya dia disakiti seperti itu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status