Share

Bab 2. Hari Pernikahan

"Nak Wisnu mau menikah dengan Arini? Ini Ibu enggak salah denger, kan?"

Ratih terpana mendengar ucapan Wisnu. Ternyata masih ada orang baik yang mau bertanggung jawab untuk kesalahan yang tidak pernah dia lakukan.

"Iya, saya akan menikahi Arini, bertanggung jawab pada janin yang ada dalam rahimnya dan akan menjaganya seumur hidup saya."

Ratih menjadi terharu, air matanya mengalir deras. "Nak Wisnu enggak perlu bertanggung jawab dengan Arini seperti ini. Kamu anak baik harus menikah dengan perempuan baik-baik juga." Ratih memegangi tangan Wisnu dan menepuk perlahan.

"Arini juga perempuan baik, Bu, tapi pasti Gilang itu yang merusaknya, pria seperti itu tidak pantas menjadi suami untuk Arini. Hanya akan membuat Arini semakin sakit hati."

"Ibu juga tidak mengharap Gilang menikahi Arini."

"Kalau begitu biar saya saja yang menikahi Arini, Bu." Wisnu terus meyakinkan Ratih.

"Tapi anak itu sudah tidak suci lagi. Apa Nak Wisnu bisa menerima kekurangan Arini?"

"Saya tidak peduli dengan itu. Saya lebih peduli pada perasaan Arini. Apa dia sanggup menjalani masa kehamilannya tanpa suami. Belum lagi fitnah pasti akan menyebar ke mana-mana. Saya takut Arini enggak sanggup menghadapi semuanya sendirian."

Ratih melihat tatapan tulus dari Wisnu padanya. Dia yakin Wisnu tidak akan menyakiti perasaan Arini karena Wisnu yang dia kenal adalah orang baik. "Nak Wisnu yakin tidak akan menyesal menikah dengan Arini?"

"Justru saya akan menyesal kalau tidak menikah dengan Arini."

"Baiklah kalau begitu, nikahi Ibu besok karena semakin lama ditunda perut Arini akan semakin membesar dan fitnah padanya akan semakin menjadi-jadi. Apa Nak Wisnu bisa?"

"Bisa, Bu," ucap pria itu dengan mantap dan yakin.

Arini keluar dari kamar menemui Wisnu dan Ratih. Sebenarnya dia sudah mendengar obrolan antara Ratih dan Wisnu sayup-sayup dari kamarnya. Ia terkesiap saat tahu Wisnu mau menikahinya. Perempuan itu masih belum percaya Wisnu secepat itu akan menikahinya.

"Mas yakin mau nikah sama aku? Aku hamil anak orang, Mas, bukan anak Mas Wisnu!"

"Rin, anakmu butuh seorang ayah. Kalau dia lahir ke dunia tanpa ayah maka semua orang akan menghakiminya sebagai anak haram."

Arini tertunduk lemas, dia terpaksa setuju dengan apa yang diucapkan Wisnu. "Aku setuju dinikahi Mas Wisnu."

***

Besoknya, Wisnu dan Arini dibawa menuju KUA. Baik Wisnu atau Arini mengenakan pakaian sederhana, tetapi rapi dan terlihat formal.

Arini didampingi Ratih sementara Wisnu didampingi oleh Pamannya yang baru datang dari kampung. Orang tuanya tidak bisa datang karena ada pekerjaan di kampung yang tidak bisa ditinggal.

Urusan administrasi sudah diselesaikan semua. Sebelum pernikahan dilaksanakan, Ratih bertanya lagi pada Wisnu.

"Ibu tanya untuk yang terakhir kalinya, Nak Wisnu masih bisa mundur. Apa Nak Wisnu yakin tidak akan menyesal menikah dengan Arini anak Ibu?"

"Keputusan saya sudah bulat, Bu. Saya tidak akan pernah menyesal menikah dengan Arini."

"Baik, sekarang Nak Wisnu sudah tidak bisa mundur lagi. Menikahlah dengan Arini sekarang, Ibu merestui pernikahan kalian!"

Akad nikah berlangsung dengan khidmat, tangis haru Ratih mewarnai akad nikah antara Wisnu dan Arini. Dia merasa sangat bersyukur dibalik musibah masih ada hal baik setelahnya.

Sekarang Ratih bisa merasa sedikit lega karena sudah menikahkan Arini dengan Wisnu, tetapi suatu saat dia harus siap jika Gilang tiba-tiba datang untuk menuntut haknya sebagai ayah dari janin dalam kandungan Arini.

Setelah pernikahan sederhana itu usia, malam harinya, Ratih menggoda Arini di kamarnya saat Wisnu sedang berada di kamar mandi. "Gimana suami pilihan Mama? Mantap, kan?"

"Aku kok curiga, jangan-jangan dulu Mama pernah ngarep Mas Wisnu nikah sama aku, soalnya prosesnya cepet banget dan mudah."

"Itu artinya jodoh kamu bukan Gilang. Sudah pacaran lama eh malah nikah sama yang lain."

Arini hanya mengangguk kecil. Namun, dalam hatinya ia termenung, benarkah Wisnu mencintainya?

"Banyak-banyak mohon ampun sama Allah. Kita ini manusia gudangnya dosa. Terus banyakin syukur, biar enggak lupa sama Allah."

Ratih keluar dari kamar Arini menuju kamarnya. Wisnu duduk di tepi ranjang di sebelah Arini. Dia mengambil jarak sedikit.

"Mas mau bilang sesuatu sama kamu, boleh?"

"Boleh. Mas Wisnu mau ngomong apa?"

"Sekarang Mas sudah jadi suami kamu, Mas akan berusaha jadi suami yang baik dan bertanggung jawab buat kamu dan calon anak kita."

"Terima kasih sudah mau menikah denganku padahal ini bukan tanggung jawab Mas Wisnu. Aku akan berusaha melupakan Gilang dan menerima Mas Wisnu sebagai suami."

"Iya, kamu yang lebih paham sama perasaanmu sendiri. Sebelum tidur kita salat jamaah dulu, yuk. Kamu wudu dulu, Mas tadi sudah wudhu. Mas tunggu di sini, ya."

***

Arini sudah berpakaian rapi. Kemarin dia mengajukan cuti menikah, hari ini dia akan kembali bekerja. Wisnu juga sudah siap untuk mengantar Arini berangkat ke kantor.

"Kok udah kerja lagi sih? Kamu kan bisa cuti dulu barang sehari atau dua hari itu. Jalan berdua sama suamimu, anggap aja bulan madu. Apa perlu Mama bookingin hotel buat bulan madu?"

"Enggak usah, Ma," teriak Wisnu dan Arini bersamaan.

"Kompak banget jawabnya. Kalian masih malu-malu ternyata. Ya sudah nanti Mama cariin hotel buat malam minggu untuk kalian atau mau ke luar kota?"

"Enggak usah, Ma. Simpan aja uang Mama. Saya masih bisa ngajak Arini nginep di hotel atau jalan. Biar saya yang ngurus semuanya."

"Iya deh. Ya sudah jalan aja sana. Hati-hati di jalan, ya."

Arini dan Wisnu bergantian menyalami tangan Ratih lalu keluar dari rumah bersamaan. Seperti biasa Wisnu mengantar Arini menuju kantor dengan motor.

"Temen kamu di kantor bakalan ngerasa aneh enggak Rin kalau tahu kamu tiba-tiba nikah?" tanya Wisnu di perjalanan menuju kantor Arini.

"Enggak, Mas. Selama ini Mas Gilang sama aku merahasiakan hubungan kami. Jadi, selama dua tahun ini enggak ada tahu tahu kalau kami pacaran."

"Oh, terus nanti temen kantor kamu bakalan penasaran dong kamu nikah dengan siapa?"

"Enggak, kan mereka mikir selama ini kita pacaran Mas. Mereka tahu kita nikah. Cuma kaget aja kenapa nikahnya terkesan buru-buru gitu."

"Mereka ngira kita pacaran? Kok bisa?"

"Karena Mas Wisnu selalu nganter aku ke kantor setiap hari."

"Terus reaksi kamu gimana waktu mereka ngira kita pacaran?"

Sementara itu, dari sebuah mobil mewah, seseorang memandangi kedua pengantin baru itu dengan tajam sambil mengepalkan tangan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
b3kic0t
aduhhh mas Wisnu sudah ganteng Sholeh baik pula tapi masih penasaran sama jati diri wisnu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status