Share

5.Dingin Namun Perhatian

Setelah berucap seperti itu Alex keluar dan melangkah, kini Gina hanya sendirian diruangan tersebut. Seketika tubuhnya merinding, Apa jangan-jangan Bos dari suaminya itu, mempunyai niat tersembunyi seperti akan menjual ginjalnya. Entahlah yang jelas ia berhutang nyawa kepada lelaki tersebut.

Tak berapa lama kemudian Alex datang dengan membawa sebuah plastik di tangannya yang isinya tak lain adalah makanan.

"Apa kau bisa menyuap makanan ini sendiri?" tanyanya melirik ke arah tangan Gina.

"Bi... bisa Mas!" ucap Gina sungkan. Meski tangan kanannya terpasang selang infus, tidak mungkin rasanya ia meminta untuk disuapi oleh lelaki asing  yang bukan siapa-siapanya tersebut. Ia akan berusaha untuk mandiri, menyuap makanan itu sendiri.

Alex duduk sebuah kursi yang berada dekat dengan ranjang Gina.

"Saya belikan kamu bubur, biar gak perlu robek-robek ikannya." ucapnya menyerahkan mangkuk berwarna bening tersebut kepada Gina. Entah apa maksudnya dengan merobek-robek ikan.

"Terima kasih karena Mas telah menolongku. Sebelumnya aku minta maaf jika lancang, aku belum tau nama Mas siapa, dan apa benar Mas ini adalah bos di tempat suamiku bekerja." tanya Gina hati-hati. Sebenarnya ragu menanyakan hal tersebut, namun karena memang tidak tahu nama orang yang berada di hadapannya ini. Ia haruslah berani mempertanyakannya.

"Nama saya Alex. Iya suami kamu itu anak buah saya. Anak buah yang sulit diatur, pemalas, tempramental, dan juga banyak hutang." ucap Alex datar.

"Ooh..." Gina membeo, beberapa kali ia pernah mendengar Adam ditelpon oleh seseorang yang bernama Alex. Ternyata lelaki inilah orang tersebut.

"Sebelumnya aku meminta maaf atas kelakuan suami saya sama bos." ucap Gina meralat panggilannya yang semula Mas menjadi Bos.

"Panggil saya Mas saja, agak aneh mendengar kamu memanggil saya Bos. Segeralah makan, selagi buburnya masih hangat." ucap Alex kemudian bangkit dan keluar dari kamar. Ia paham, Gina tidak leluasa makan, jika ada dirinya. 

Dengan bersusah payah akhirnya Gina berhasil menghabiskan bubur di hadapannya. Sedikit darah terlihat dari pangkal jarum infusnya karena sedari tadi tangannya itu bergerak.

Sementara itu di luar, Alex menerima sebuah telepon dari seseorang.

"Hallo ..." 

"Bos, gudang cat kita kebakaran!" suara Wawan terdengar di sebrang telepon.

Alex mematikan telepon tersebut, kemudian pergi ketempat yang dimaksud oleh Wawan. 

****

 Berbeda dengan pasien lain yang dirawat di rumah sakit tersebut, yang didampingi oleh sanak keluarga mereka, Gina duduk di atas ranjang pasien seorang diri tanpa didampingi oleh siapapun.

Ia duduk diatas tempat tidur, sembari menatap lurus ke depan, menikmati kesendirian. Tanpa bisa ia cegah, butiran bening jatuh begitu saja dari pelupuk mata. Rasa sedih itu mendera kedalam relung jiwa.

"Kemana kamu setelah membuatku hampir mati Mas?" tanyanya lirih pada diri sendiri.

Lama Gita menatap daun pintu, namun sepertinya tidak akan ada orang yang akan datang. Entah mengapa ia menginginkan ada seseorang yang menjenguknya. Tidak bisa ia pungkiri dirinyapun juga bertanya-tanya kemana Alex pergi. Lelaki yang menolongnya tersebut terlihat dingin, cuek, dan misterius, ia berbicara jika ada perlunya saja, namun disisi lain ia juga terlihat berkharisma.

Sedari tadi siang setelah Alex keluar, lelaki itu tak lagi datang sampai sekarang. Mungkin ia pulang, buat apa juga berpamitan dengannya, memangnya aku siapa?

Pemikiran-pemikiran seperti itu terus saja bermunculan dalam pikiran Gina, membuat air matanya kembali menetes. Merasa nelangsa atas takdir yang menimpanya saat ini.

Pintu diketuk oleh seseorang, seorang suster masuk.

"Ada titipan untuk anda!"

"Oh iya terima kasih Sus," Gina menerima paperbag yang disodorkan oleh Suster tersebut.

Dahinya mengernyit, ketika tangannya merogoh dan mengeluarkan dua setel pakaian dan juga dalamannya.

Mata Gina membelalak, dirinya juga bertanya-tanya tentang siapa yang memberiakan pakaian tersebut.

Apa jangan-jangan orang yang membelikannya pakaian adalah Alex, apa lagi bra dan celana dalam yang berada di tangannya kini mempunyai ukuran yang pas sekali dengannya. Gina memejamkan matanya teringat kejadian sebelum ia pingsan.Ia tidak memakai pakaian lengkap, saat ia hanya memakai celana dalam serta tanktop tanpa bra, dan berbalut selimut karena berniat ke kamar mandi. Itu berarti Alex telah melihat aset yang ia miliki. Aaaa tidaaak...

Sementara itu di tempat lain, Adam yang dikejar polisi sejak tempo hari bersembunyi di tempat teman wanitanya.

"Mas, sampai kapan kamu sembunyi di sini?" tanya Ike selingkuhannya yang merupakan wanita penjaja cinta tersebut.

"Sabar sayang, sampai keadaannya mereda dulu." sahut Adam, sembari membelai wajah cantik Ike.

"Tapikan aku perlu kerja Mas, kalau Mas di sini aku gak bisa nerima tamu." Ike merengut.

"Kan ada Mas, Mas akan ganti uang penghasilan kamu."

"Katanya Mas gak punya uang, gimana mau ganti uang aku," Ike cemberut Adam memperlihatkan handphonenya kepada Ike.

"Hahhh... Mas menang main slot?" mata Ike berbinar melihat sejumlah uang yang ada di M-banking di hp Adam. Adam menatap Ike sembari menaik turunkan alisnya.

"Bagaimana, masih ragu menghabiskan waktu bersamaku?" tanya Adam tersenyum miring.

"Enggak lah, kan aku kerja buat makan kita juga. Sementara Mas gak punya penghasilan." Ike memeluk erat tubuh Adam dari samping, jemari lentiknya mulai bergerilya di dada lelaki yang merupakan suami dari seorang wanita yang kini tengah berada di sebuah rumah sakit tersebut.

Nafas Adam mulai memburu tatkala wanita itu dengan lihai memancing gairahnya...

 "Kamu memang sangat pandai Ike, aku sangat menyukai wanita agresif seperti kamu ini," puji Adam yang berbaring telentang, sementara Ike berada diatas tubuhnya.

"Apa istrimu dirumah tidak pernah melakukan seperti ini?" tanyanya menyibak kaos yang dikenakan pria bertato mawar hitam tersebut. Kemudian menjilati dada Adam, membuat lelaki itu memejamkan matanya. Sesaat ia teringat kepada Gina, entah bagaimana saat ini keadaan istrinya itu, setelah ia tinggalkan dalam keadaan babak belur kemaren. 'Ah pasti dia akan baik-baik saja. Dia memang harus diberikan pelajaran, karena telah berani kepadaku. Jika dia masih marah tinggal minta maaf saja. Gina pasti akan memaafkan seperti kejadian yang telah lalu.' batin Adam kembali fokus ke Ike.

Dua hari sudah berlalu, kini keadaan Gina berangsur membaik, wajahnya yang bengkak dan lebam juga mulai normal. Ia pun meminta untuk diperbolehkan pulang, karena sore nanti kemungkinan besar mamanya akan pulang dari kegiatannya. Meski dokter menganjurkan untuk tetap dirawat di rumah sakit namun karena Gina bersikeras, akhirnya mereka tidak bisa melarangnya.

Ketika membuka pintu kamarnya, ia menabrak seseorang. 

"Maaf!" ucapnya tanpa melihat siapa orang yang ia tabrak tersebut. Gina mengira lelaki yang memakai kaos biru tersebut adalah petugas rumah sakit. Karena memang seragam kebersihan mereka juga berwarna biru.

"Kamu mau pulang?" suara berat lelaki tersebut berhasil membuat Gina mendongak. Netra keduanya sempat bertemu, sebelum Gina mengalihkan pandangan. Sungguh ia tak sanggup beradu pandang dengan lelaki tersebut.

"Mas Alex!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status