Keesokan harinya...
Sesuai alamat yang ia bawaa, Gina turun dari angkot yang ia tumpangi tersebut. Setelah turun, ia beberapa kali menatap kartu nama di tangannya. Alamatnya benar, namun tak ia sangka ternyata tempat tersebut adalah bangunan yang menyerupai toko bangunan.Berjalan memasuki gerbang, ia melihat seseorang yang dikenalnya ditempat tersebut."Gina, ngapain kamu disini?" tanya Rian menghampiri Gina."Aku disuruh kesini oleh Mas Alex," jelas Gina lagi.Rian menatap Gina serius, sadar dengan tatapan Rian yang curiga padanya."Aku ikut kerja, buat bayar hutang Mas Adam!" bisik Gina kemudian. Rian menatap Gina iba, kemudian ia geleng-geleng kepala.'Adam keterlaluan!' batinnya."Sebentar aku telpon bos Alexnya dulu," Rian mengambil telpon genggamnya yang berada di dalam tas dan digantung di dinding tersebut.Ia berbicara sebentar dan setelah itu melirik ke arah Gina."Ayo aku antar ke rumah bos." ia menaiki sepeda motornya dan menyuruh Gina untuk naik.Setelah beberapa menit menyusuri jalan, tibalah mereka berdua disebuah rumah yang besar dan juga mewah.Seorang satpam membukakan pintu pagar, "Silahkan masuk!"Rian dan Gina pun masuk ke dalam area rumah megah tersebut, halaman rumahnya begitu asri dengan tanaman dan bunga yang tertata tapi.Seseorang sudah berdiri di depan pintu, menatap kehadiran Rian dan Gina."Aku mengantarkan Gina kesini," ucap Rian yang mengangguk dan kemudian pamit pergi.Alex menatap Gina sekilas, kemudian mengisyaratkan agar wanita tersebut mengikuti langkahnya.Mereka berjalan hingga ke dapur sepanjang perjalanan mereka, Gina terkagum-kagum dengan interior dan desain rumah tersebut."Bi, ini Gina yang bantu Bibi masak nanti!" ucap Alex kepada seorang wanita paruh baya yang sedang memotong-motong sayur."Iya Den!" ucap wanita tersebut menganggukkan kepalanya sekilas ia menatap kearah Gina."Aku bantu motong ya Bu," Gina mengambil alih pekerjaan wanita paruh baya tersebut."Panggil Bi Imah saja, nama kamu siapa?" tanyanya sembari mengaduk sesuatu masakannya yang ada didalam wajan."Nama aku Gina Bi," jawab Gina masih fokus pada pekerjaannya."Ooh, kenal sama Den Alex dimana?" tanya Imah lagi."Em... suamiku juga bekerja sama Mas Alex." jelas Gina lagi."Ooh, kamu bisa bikin ba'wan Gin?""Bisa Bi,""Tolong kamu bikinin nanti ya, tamu kita ini dari luar negri. Katanya kangen sama gorengan khas Indonesia." Bi Imah nampak bersemangat."Memangnya siapa yang akan datang Bi, temannya Mas Alex?" tanya Gina penasaran."Yang akan datang, Tuan dan Nyonya rumah ini. Sudah 7 tahun mereka gak pulang," Bi Imah bercerita."Ooh..." Gina membeo dan hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja tanda ia mengerti.Menjelang siang hari tamu yang dikatakan oleh Bi Imah datang, mereka yang sedari tadi berada di dapur pun segera menyiapkan makanan.Setelah pembicaraan dan moment kangen-kangenan selesai, Alex mengajak kedua orang tua serta sepupu laki-lakinya ke dapur untuk makan siang."Bi Imah apa kabar?" tanya seorang wanita cantik yang menghampiri Bi Imah."Baik Nya, anda sendiri bagaimana?" Imah balik bertanya."Aku baik, siapa dia? anak Bibi?" tanya Diana mamanya Alex kepada Imah."Bukan Nyah, dia yang bantuin saya masak.""Oooh..." hanya itu tanggapan Diana.Keluarga inipun makan bersama, dari kejauhan Bi Imah menatap kearaj keluarga yang sedang berkumpul tersebut."Bapaknya Den Alex itu bule Gin, nikah sama nyonya Diana. Den Alex anak pertama mereka, sementara adiknya masih kuliah di luar negri," entah mengapa Bi Imah menceritakan hal itu semua kepada Gina.Gina hanya mengangguk ketika Bi Imah bercerita tentang lelaki yang saat ini menjadi bosnya tersebut."Den Alex itu mirip sama mamanya, tapi rambutnya sama dengan tuan Anton,""Hah, mirip dari mana Bi? orang rambutnya item sama dengan Nyonya Diana." bantah Gina."Rambut Den Alex itu warnanya pirang, itu rambutnya item karena disemir." ucap Imah penuh dengan penekanan."Ooh begitu Bi?" tanya Gina lagi, ia pun juga menyadari bahwa warna kornea mata Alex berbeda dari orang kebanyakan. Warnanya seperti hijau kecoklatan atau sering disebut hazel. Warna yang indah dan pernah membuatnya terpukau.Menurut Bi Imah juga, Tuan Antonio ayahnya Alex adalah orang Jerman yang menikah dengan Diana yang asli orang Jawa.Seharian ini banyak sekali kegiatan Gina di rumah tersebut, meski merasa sangatlah lelah, namun ia juga merasa sangatlah bahagia karena apa yang ia masak dan ia lakukan dihargai penuh oleh keluarga tersebut.Karena hari sudah malam, Gina pun pamit pulang kepada sang pemilik rumah. Sebenarnya Gina cukup bingung, karena akan cukup sulit mencari angkutan umum di jam segini."Ayo aku antar!" ucap Alex mengambil kunci motornya."Hah?" Gina melongo."Ini sudah malam akan sangat berbahaya sekali jika seorang wanita sepertimu pulang sendirian, Ayo!" ucap Alex menarik tangan Gina.Tiba di garasi ia mengeluarkan motor sport miliknya dan menyuruh Gina untuk naik. Meski ragu, Gina tak punya pilihan lain ia naik ke atas motor tersebut."Pegangan!" ucap Alex lagi. Gina pun berpegangan kepada Alex namun ia hanya memegang ujung kaos yang dipakai oleh lelaki tersebut.Alex hanya diam, tak mempersalahkan hal tersebut, mau bagaimanapun ia tahu bahwa Gina adalah perempuan yang sudah bersuami.Setelah sampai di depan rumah, Gina tidak pernah menyangka bahwa Alex juga akan turun dari motornya tersebut."Mas mau ngapain?" tanyanya"Aku mau ketemu ibu kamu..."Mendengar ucapan Alex, Gina terdiam. Untuk apa lelaki ini ingin bertemu dengan ibunya. Pintu rumah itupun diketuk oleh Gina.Kriiiieet..."Gina, kamu kenapa baru pulang sekara..." ucapan Maria berhenti tatkala menyadari keberadaan Alex."Maaf tante, di hari pertama Gina bekerja dia pulang selarut ini. Padahal seharusnya dia pulang jam 5 tadi sore, tapi karena orang tua saya yang meminta dimasakkan masakan lagi jadinya seperti ini," Alex menjelaskan."Oh, iya." hanya dua kata tersebut yang bisa Maria ucapkan. Dalam hal ini Maria menilai bahwa Alex adalah orang yang cukup bertanggung jawab.****Sesampainya di rumah Alex melepas jaket yang ia kenakan dan merebahkan tubuhnya di atas pembaringan. Bayangan wajah Gina semakin membuat pikirannya tidak karuan, seharian ini ia selalu memperhatikan wanita tersebut tentunya tanpa sepengetahuan dari Gina sendiri.Andai status Gina pasti, ia akan segera menjadikan Gina sebagai kekasihnya, atau jika dia bersedia menjad
"Kalau seperti itu, sebaiknya aku juga pulang!" ucap Gina melangkah kembali keluar."Apa kau tidak melihat di luar hujan deras?" Alex mengikuti langkah Gina."Aku sudah menyuruh Rian untuk memberitahumu agar tidak usah ke sini hari ini!" jelas Alex lagi."Emm... mungkin dia lupa Mas," Gina mulai panik karena sedari tadi Alex terus saja mengikuti kemana ia melangkahkan kakinya. Apa lagi kondisi Alex saat ini hanya memakai handuk saja, hal itu membuatnya merasakan ketakutan yang berlebih. Apa lagi Gina sendiri menyadari bahwa saat ini pakaian yang ia gunakan bisa memancing gairah para lelaki, bagaimana tidak? bagian dadanya yang lumayan besar terlihat begitu sangat menonjol dibalik pakaian yang ia kenakan."Jangan pergi, di luar kau akan kedinginan, lagi pula tidak ada ojek di daerah sini!" cegah Alex ketika Gina memegang handle pintu.Deg... deg... deg...Jantung Gina kembali berdetak kencang saat tangan Alex menahan tangannya untuk membuka pintu. "Seb
Gina menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, rasa dingin menjalar ditubuhnya saat seseorang yang tadi memeluknya beranjak pergi entah kemana. Ia membuka mata, meski rasa kantuk masih menghinggapinya.Lelah...Hal itulah yang kini Gina rasakan, tubuhnya seakan remuk redam seperti baru pecah perawan. Alex begitu bersemangat menggaulinya hingga ia melakukan kegiatan tersebut berulang.Rasa sakit pada bagian bawah tubuhnya tersebut membuat Gina malas untuk bergerak dari tempatnya saat ini, namun ia haruslah segera pulang.Dengan perlahan Gina berjalan menyeret selimut ke kamar mandi, ia membersihkan diri di dalam sana. Buih sabun yang ia balurkan keseluruh tubuh nampaknya tak akan mampu membersihkan diri yang telah kotor.Gina menangis sesengukkan, merasa begitu hina karena tak bisa menolak semua perlakuan Alex padanya, bahkan iapun juga menikmatinya.Rasa bersalah kepada Adam, rasa benci karena ia melakukan hal ini karenanya, rasa takut, serta rasa y
"Apanya yang telat?" tanya Maria bingung."Riannya telat ngasih taunya," sahut Gina kecewa, semuanya sudah terlanjur."Terus tadi kamu darimana?" tanya Maria lagi karena melihat eksprei wajah Gina yang menyiratkan rasa kecewa."Tadi aku kehujanan, terus terpaksa mampir ketoko baju buat ganti dan beli baju baru!" jawab Gina memberi alasan, karena ia yakin mamanya pasti curiga karena pakaian yang ia gunakan bukanlah pakaian yang tadi pagi ia pakai."Terus kenapa kamu sedih, apa kamu seharian di toko bajunya?" tanya Maria penuh dengan selidik, ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya tersebut.Gina menggaruk tekuknya,"Aku sedih karena sayang uangnya kepakai buat beli baju,""Kamu seharian di toko bajunya?" tanya Maria sekali lagi."Tadi ketempat teman Ma, heee..." semanis mungkin Gina tersenyum, agar kegelisahan dalam hatinya saat ini, yang ia rasakan tidak nampak terlihat oleh wanita yang teramat dicintainya tersebut.****"Pakeeet!
"Mas ini gimana sih? masih tanggung nih!" Ike cemberut dan juga protes karena ia belum merasakan apa-apa, Adam sudah keluar."Maaf Ke, tadi aku lupa minum obat kuat." ucapnya mencabut sesuatu dari inti tubuh Ike. Ike mendengus kesal, ia segera bangkit dari atas ranjang, tempat di mana mereka memadu kasih.Sedari kemaren ia terus saja dibuat kesal oleh Adam, lelaki itu kerjanya hanya main judi online dan tidak pernah lagi menang, hal itu membuat uang Ike habis untuk keperluan sehari-hari. Dan kali ini setelah melakukan foreplay lama, nyatanya lelaki itu tak dapat memuaskannya hasrat liarnya. Ya tanpa obat kuat yang dikonsumsinya, keperkasaan Adam tidaklah bisa bertahan lama, ia mengalami ejakulasi dini. Hal itu terjadi sudah lama, mungkin akibat obat-obatan terlarang dan juga narkoba yang dikomsumsinya."Sayang, udah dong marahnya!" Adam memeluk Ike dari belakang."Maaf, aku janji nanti gak akan seperti ini lagi.""Mas, aku bukan hanya perlu kepuasan di ranjang. T
"Maling...!" teriak si pemilik toko, sementara Adam sudah lari secepat mungkin dan menghilang di tengah kerumunan orang. Ia bingung kemana harus pergi, karena tempatnya berada saat ini dekat dengan rumah Gina, ia memutuskan untuk pulang dan berganti baju sebelum menjual hasil curiannya.Ia mengetuk pintu rumah, di mana tempat ia tinggal selama ini."Adam!" Maria membuka pintu, Adam masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan Gina."Gina mana Ma?" tanyanya ketika mendapati Gina tidak ada di rumah."Dia belum pulang," jawab Maria sembari meletakkan kopi di atas meja yang tak jauh dari tempat Adam berdiri."Dia pergi kemana?" tanyanya lagi."Gina bekerja di tempat bos kamu," mendengar ucapan ibu mertuanya Adam terdiam."Kamu sudah makan Dam?" tanya Maria lagi.Adam menggeleng, melihat menantunya yang menggeleng. Maria pergi ke dapur dan tak lama.kemudian ia kembali."Makan lah dulu, sudah Mama siapkan di dapur!" ia menyuruh Adam untuk makan.
Gina menatap seseorang yang kini berjalan kearahnya, setelah mendengar cerita dari Gina, lelaki itu langsung pergi ke rumah sakit, tempat dimana Maria dirawat."Mas, tolong aku Mas!" ucap Gina memohon kepada lelaki bertubuha atletis tersebut, matanya masih sembab akibat tangisan yang tak henti, ia begitu takut kehilangan orang yang begitu ia cintai, karena saat ini hanya Maria lah satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini.Alex memegang kedua pundak Gina, menatap wanita itu lekat-lekat."Gina, tenang!" ucapnya menenangkan Gina. Bahu yang ia pegang berguncang, "Aku takut Mas!" ucapnya serak dengan air mata yang kembali membanjir membasahi kedua pipinya. Tanpa ragu Alex merengkuh tubuh itu ke dalam pelukannya. Diusapnya punggung Gina, "Semua akan baik-baik saja, kamu jangan takut! Sekarang beritahu aku dimana ruangan dokter yang menangani Ibumu!" ucap Alex mengurai pelukannya.Setelah berbicara dengan dokter mengenai persetujuan tindakan operasi yang harus di
Setelah kondisi Maria berangsur normal, ia pun di pindahkan ke ruang rawat inap. Karena belum sadar, Gina pun menunggunya, sementara itu Alex masih setia menemaninya.Lelaki itu bahkan dengan pengertiannya membelikan Gina makanan pada pagi ini, membuat Gina termenung, bingung harus bersikap bagaimana pada bosnya tersebut. Apalagi jika ia teringat akan nominal angka yang tertera pada berkas operasi kemaren betapa banyaknya uang yang sudah dikeluarkan oleh Alex untuknya."Apa Mas mau makan?" tawar Gina karena ia melihat ada dua bungkus nasi bungkus di dalam plastik yang dibawa oleh Alex, sementara lelaki itu juga menemaninya dari tadi malam sampai sekarang."Kamu juga makan kan?" tanya Alex menatapnya lekat."Ooh, iya Mas!" Gina pun mengiyakan. Mereka duduk berhadapan, Gina sebenarnya malu makan bersama dengan Alex, karena keduanya terlihat seperti sepasang suami istri. Apalagi terkadang Alex menatapnya dalam, sesekali lelaki itu tersenyum bahkan terkekeh, seperti ada