Lila terjaga dari tidurnya dan menatap sekelilingnya. Ternyata ia tidak berada di kamarnya. Ranjang tempatnya tidur lebih luas dan ruangan itu tentu lebih tertata rapi dari kamarnya yang dipenuhi beberapa barang menumpuk. Sebagian besar barang itu adalah milik Dimas.
Lila mencoba duduk dengan menyandarkan bahunya pada headboard ranjang. Kepalanya menengadah menatap langit-langit kamar. Ia mengingat kembali bagaimana malam tadi membuat dirinya begitu putus asa. Ia kira rumah tangga yang ia bangun akan berakhir dengan indah. Walaupun ia tahu hidup tidak akan selamanya indah, tapi Lila yakin Dimas yang dulu ia kenal begitu meyakinkan memberikannya dunia yang ia impikan. Bukan kemewahan duniawi yang Lila kejar dalam pernikahannya, tapi kasih sayang seorang laki-laki seperti bagaimana Kakeknya menyayangi dirinya dan melindunginya.
Melihat semua kelakuan Dimas tadi
Banyu baru saja datang dari bengkel saat melihat Lila sedang menatap bunga di hadapannya dengan tatapan kosong. Walaupun bunga-bunga yang mekar bersamaan itu menambah kesan indah di halaman vila, nyatanya hati si pemilik kebun yang menanam dan merawatnya sepertinya tak terlalu suka dengan keadaan tanamannya.Usaha yang dilakukan Lila terasa seperti sia-sia saat melihat dengan hampa tanaman yang basah dengan rintikan hujan kecil sore itu. Tanaman Hortensia yang tumbuh subur dengan warna biru dan ungu. Tanaman bunga sepatu juga bunga kertas berwarna putih menyemarakkan tampilan rumah itu. Tangan-tangan ajaib Lila mampu membuat rumah ini tampak asri dan segar. Tapi sepertinya, Lila tak cukup mampu menghidupkan kebahagiaan dalam hatinya.Banyu duduk di sebelah Lila. Mereka dibatasi dengan meja kecil di antara mereka. Lila masih tenang dengan kedatangan Banyu.
Banyu baru saja datang dan seperti biasanya, ia memilih untuk berkeliling bengkel untuk melihat kegiatan para pekerja di pagi hari.Saat akan melangkah menuju gudang, Banyu menemukan Ahmad, pekerjanya dari Jakarta itu nampak sedang gusar. Kedua pegawai di depannya hanya bisa menunduk tanpa berani melihat ke arah Ahmad.Banyu mendekat dengan tenang, membuat tiga orang yang berdiri di depan gudang tak menyadari keberadaan Banyu."Lain kali, jangan sampai kalian ninggalin gudang gitu aja! Ngerti?! Kalau sampai Mas Banyu tahu, kita juga tamat! Lain kali jangan mau kalau disuruh keluar! Ngerti gak?!" ucap Ahmad dengan suara pelan tapi menekan.Kedua orang itu mengangguk, namun kemudian mereka membeku ketika melihat Banyu berdiri tepat di belakang Ahmad
Lila menatap nanar struk-struk belanjaan di tangannya. Struk yang ia dapatkan dari beberapa kantong Dimas dengan jumlah yang tak sedikit. Lila tak bisa menyembunyikan wajah kecewanya.Ia sudah membukanya satu persatu. Lila tak percaya suaminya membeli semua barang yang ada di struk itu. Kemana larinya semua barang yang Dimas beli? Kenapa ia tak pernah mendapatkannya? Bahkan ada nota pembelian pakaian dalam di sana.Lila terdiam untuk beberapa saat. Jika barang-barang itu tak sampai padanya, maka siapa yang mendapatkan barang-barang itu? Jika suaminya bisa menghabiskan uangnya untuk barang-barang itu, kenapa Lila tidak mendapatkan sepeserpun uang Dimas? Jika memang waktu itu alasan Dimas adalah Lila punya uangnya sendiri, bagaimana dengan bayi mereka? Kenapa harus orang lain yang sangat peduli dengan bayinya?Saat Li
Lila mencium bau desinfektan yang menyengat. Bau yang sangat ia hafal akhir-akhir ini. Memasuki minggu-minggu akhir, Lila menyadari bahwa dia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit. Tentu saja Lila sudah tidak kaget lagi saat ia bangun dan mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus yang sudah menusuk punggung tangannya yang putih bersih.Lila melihat ke arah perutnya yang terus bergerak seolah gelisah. Tangan Lila terulur dan mengusap pelan perutnya. Ia seolah tahu bahwa bayinya sedang tak nyaman dalam perutnya. Hanya itu yang mau Lila lakukan. Ia enggan bersuara untuk bayinya di dalam sana.“La?”Banyu mendekat dengan senyuman yang terlihat lega. Pria itu memencet tombol untuk memanggil dokter. Kemudian mengalihkan perhatiannya sepenuhnya pada Lila. Tangannya mengusap pel
Sudah seminggu berlalu sejak kekacauan yang ditimbulkan oleh Dimas. Luka lebam yang sempat sangat kentara itu kini sudah tak lagi nampak, kecuali garis di pelipis Banyu yang masih terlihat jelas.Pria itu tak terusik meskipun keadaan di luar bengkel sangat ramai hingga suara bising itu menembus masuk ke ruangannya. Banyu masih saja menandatangani setumpuk dokumen yang ada di mejanya dengan tenang. Ia sangat bersemangat untuk menyelesaikan semua dokumen itu agar cepat selesai.Untuk pertama kalinya, Banyu sangat bersemangat untuk kembali ke rumah Ibu dan Papanya. Padahal pada saat ia datang pertama kali, Banyu sudah mengatakan pada Ibu dan Papanya bahwa ia akan menetap di kota itu selama sebulan bahkan lebih. Tapi, kepindahan Lila membuat semua rencananya juga berubah. Ia bahkan sudah memikirkan untuk meminta tolong Attar menyelesaikan semua masalah di bengkel c
Banyu duduk dengan santai di ruang makan vilanya. Rencananya untuk terbang ke Jakarta harus mundur. Tak mengapa untuk Banyu, perkiraan cuaca cukup buruk untuk beberapa jam ke depan. Setidaknya ia tak perlu tergesa menuju ke bandara.Sementara itu di ruangan yang dulunya menjadi kamar Dimas dan Lila, berdiri pria yang menatap nanar pigura kayu yang hanya tinggal rangka karena kacanya sudah berserakan kala itu. Ia ingat jelas Lila menatapnya mengiba. Tapi entah setan mana yang menguasainya, ia sangat murka hari itu. Ia melupakan keadaan Lila yang tengah berbadan dua.Kakinya melangkah ke sebuah pigura yang menampilkan latar pernikahan sederhana dengan senyuman merekah yang waktu itu pasti keduanya tidak akan tahu, bahwa pernikahan dengan landasan sumpah di depan tuhan menjadi sebuah bencana dalam hidup mereka.“
Seorang pria dengan senyum mengembang meski wajahnya kentara sangat kelelahan, memasuki rumahnya yang mewah. Matanya jeli memandang setiap sudut ruangan hingga menemukan seorang wanita dengan perut membuncit sedang memegang setangkai bunga lily yang baunya membuat satu ruangan itu sangat harum dengan aroma khas bunga lily..Perempuan muda itu terlihat tengah berpikir keras dan memandangi bunga-bunga di hadapannya dengan fokus yang sangat tinggi. Walaupun sudah beberapa menit berlalu, nyatanya wanita itu masih asyik merangkai bunga dengan wajah yang sesekali berbinar saat melihat perpaduan bunga yang terlihat cantik saat terangkai dengan apik di dalam sebuah vas .Banyu, pria yang sedari tadi memandang Lila, perempuan muda yang semenjak beberapa waktu lalu terlihat sangat senang saat melihat banyak jenis-jenis bunga yang tak pernah ditemuinya, akhirnya melangkah
Sudah beberapa hari sejak pengakuan keluarga Adnan untuk menjadikan Lila sebagai putri mereka, tapi Lila masih belum terbiasa dengan perlakuan istimewa yang ia dapatkan. Perempuan itu lebih banyak menghabiskan waktunya berada di kamar sambil melihat taman belakang yang asri dari kamarnya.Rasanya Lila seperti bermimpi. Dia terus bertanya-tanya, apakah boleh dia menikmati semuanya ini dengan cuma-cuma? Seluruh hidupnya dilalui dengan perjuangan dan kerja keras yang tidak mudah. Tapi, kini ia hanya menikmati semua kemewahan ini tanpa perlu bekerja keras. Kenapa hidup begitu timpang?Lamunan Lila berhenti saat ada notifikasi dari sosial medianya. Sosial media yang baru saja ia gunakan karena waktunya tak harus dihabiskan untuk mencari sesuap nasi.Diani yang mengajari Lila untuk mencari inspirasi tentang tanaman atau b