Share

2. Mimpi?

Author: LiaBlue
last update Last Updated: 2024-08-05 10:45:58

“Kamu cantik sekali pakai gaun ini, Dav.”

Davita tersenyum mendengar pujian Hani. “Makasih, Han. Tapi tidak secantik kamu saat pakai gaun ini, kalau model memang beda, ya? Rasanya aku tetap tidak bisa seperti kamu,” candanya.

Hani tertawa kecil, ia melirik Gino yang sedang duduk di salah satu kursi tunggu. Ia mengerling ke arah Gino ketika pria itu menatapnya. Gino pun berdeham pelan, lalu tersenyum.

Davita mengira Gino tersenyum kepadanya, sehingga ia pun ikut tersenyum. “Menurut kamu ini cocok tidak dengan tubuhku, Mas?”

Gino mengangguk dan tersenyum kepada Davita. “Tentu saja, kamu cantik pakai apa saja.”

Davita terkekeh mendengar tanggapan calon suaminya. Hani hanya tersenyum sinis di belakang Davita.

“Ingin coba gaun lainnya? Aku ingin lihat yang lain, mana tahu ada yang lebih cantik dari pada ini,” ucap Hani sembari mendorong Davita ke ruangan ganti.

“Oh, iya. Tapi aku rasa ini sudah cocok, apa perlu coba yang lain?” tanya Davita.

“Harus, dong. Coba saja, ayo masuk sana. Ini hari spesial, ‘kan? Harus coba semuanya.” Hani tersenyum, sebelum senyum itu pudar ketika pintu ruangan ganti ditutup.

Hani berdecih, lalu membalikkan badan. Ia menatap Gino yang masih bermain ponsel di kursi tunggu. Mereka sekarang berada di salah satu butik, melakukan fitting baju pengantin Gino dan Davita.

Hani mendekat ke arah Gino, lalu mencolek perut pria itu. “Calon istrimu cantik sekali pakai gaun tadi,” decihnya.

Gino menoleh, ia tersenyum lalu menyimpan ponselnya. “Tapi dia tidak secantik kamu, Sayang. Teta saja lebih cocok kamu memakai apa pun dari pada dia. Kamu adalah seorang model, mana bisa dibandingkan dengan seorang gadis desa,” bisiknya.

Hani tersenyum puas mendengar itu. “Setelah ini, kita ke apartemen, ya. Aku ingin kamu tidur di apartemenku malam ini.”

“Tapi aku besok ‘kan akan menikah, Sayang.”

“Ck, jadi kamu tidak mau?” dengkus Hani.

“Tentu saja mau, aku juga butuh hiburan sebelum menikah besok. Tunggu aku di apartemen nanti, ya.” Gino tersenyum sembari berbicara di dalam hati. “Hani cantik, tapi kalau boleh jujur ... Davita lebih cantik. Hanya saja, Davita selalu berpenampilan sederhana sehingga terkesan udik seperti orang kampung. Maklum, dia ‘kan orang miskin, beda dengan Hani yang anak orang kaya, model lagi. Intinya, aku ingin mereka berdua, nikahi Davita untuk wajahnya dan nikmati Hani.”

“Davita, aku tidak akan pernah melepaskan apa pun yang kau miliki. Semua hal yang kau miliki, harus aku miliki juga. Kau hanya wanita yatim, kampungan dan udik, tidak mungkin kau lebih menarik pada aku,” decih Hani ikut membatin.

***

Hari pernikahan pun tiba, tampaknya hanya Davita yang betul-betul berbahagia saat ini. Ia tak tahu jika pria di sampingnya itu sudah mengkhianatinya sedari lama. Lebih mengerikan lagi, Gino berselingkuh dengan sahabat baik Davita. Sahabat baik? Tampaknya hanya Davita yang menganggap Hani sebagai sahabat baik.

“Kamu ke kamar lebih dulu, aku ada urusan di sini bersama para tamu,” ucap Gino kepada Davita.

“Apa tidak masalah jika aku ke kamar duluan?” tanya Davita.

“Tidak masalah, kamu ke atas saja. Aku akan menyusul setelah teman-temanku pulang.”

Davita mengangguk. “Baiklah, aku akan ke atas. Ah, iya, mana Mama kamu, Mas?”

Gino memperhatikan sekitar. “Mama mungkin sudah pergi. Dia hanya sebentar di sini, lalu pulang. Kamu sendiri tahu jika Mama sangat menentang pernikahan kita. Tidak usah dipikirkan, naik saja ke atas.”

Davita menghembuskan napas panjang, lalu mengangguk. “Aku akan memberikan hadiah untuk Mama kamu besok. Semoga dengan itu, Mama kamu bisa menyukaiku.”

Kening Gino berkerut. “Hadiah? Hadiah apa? Mama itu suka barang bermerk, jika kamu tidak sanggup membeli yang bermerk, tidak usah beri apa-apa kepada Mama. Nanti malah semakin membuat Mama marah. Jadi tidak usah lakukan dan berikan apa pun.”

Davita tersenyum. “Tidak, kok. Kamu lihat saja besok, aku akan perlihatkan sama kamu dan Mama. Yah, mungkin ini bisa disebut kejutan untuk kalian, buat Hani juga.”

Gino menatap Davita yang sudah beranjak pergi dari sana. “Ck, paling dia cuma mau kasih baju harga dua ratusan. Bagi dia dua ratus ribu ‘kan sudah sangat mahal. Kalau sampai Mama menerima hadiah murah seperti itu, Mama pasti akan semakin marah. Ck, besok saja aku urus itu, aku akan ke kamar Hani sekarang.”

Davita duduk di tepian ranjang, gaun pengantinnya masih tak dibuka. Ia sengaja ingin menunggu Gino masuk, dan meminta bantuan kepada sang suami. Davita hanya ingin mereka berlaku seperti pasangan suami istri lain, apalagi di malam pertama ini, beradegan romantis.

“Hah, semoga Mama mertuaku benar-benar suka nantinya. Aku sudah lama menahan untuk tidak memberitahu toko bungaku kepada Mas Gino dan Hani, termasuk Mama mertuaku. Niatnya ingin aku jadikan kejutan untuk mereka setelah aku menikah. Jadi, besok aku akan mengajak mereka ke sana, dan memberitahu jika aku memiliki toko bunga besar,” gumam Davita sembari tersenyum bahagia.

Rupanya Davita sudah membangun bisnis kecil dari tiga tahun lalu. Ia membangun sebuah toko bunga, berawal dari toko kecil, sekarang semakin besar dan sudah memiliki beberapa cabang di kota Jakarta. Toko bunganya disebut paling viral saat ini, tetapi Gino, Hani dan Endah tak tahu jika pemiliki toko bunga tersebut adalah Davita.

Gino, Hani dan Endah mengira Davita hanya seorang pengangguran. Itu ‘lah kenapa Endah sangat menentang hubungan putranya dengan Davita. Selain karena seorang anak yatim piatu yang besar di panti asuhan, Endah tak suka karena Davita tak memiliki keperjaan. Endah tipe mertua gila harta, ia memang ingin memiliki menantu dari keluarga kaya.

“Apa Mas Gino masih lama, ya? Mungkin teman-temannya masih belum pulang.” Davita berdiri dari duduknya. “Aku ke kamar Hani saja dulu, ingin bercerita sebentar. Aku sedikit gugup mau malam pertama, setidaknya bercerita dengan Hani, bisa mengurangi gugupku.”

Davita melangkah pelan menyusuri lorong hotel. Tujuannya adalah kamar Hani yang tak jauh dari kamarnya. Sesekali Davita menarik napas dalam, ia tampaknya memang sangat gugup memikirkan malam pertama. Niatnya ke tempat Hani, supaya bisa bercerita dan gugupnya sedikit berkurang.

Kening Davita berkerut ketika melihat pintu kamar Hani tidak tertutup. “Ini benar kamar Hani, ‘kan? Aku ingat betul, memang di kamar ini,” gumam Davita.

“Ennggh, lebih cepat, Sayaang.”

Davita terkejut mendengar suara aneh dari dalam kamar itu. “Itu suara Hani.”

Davita semakin mendekat, lalu memberanikan diri mengintip dari celah pintu. Mata Davita membola melihat sepasang insan saling berhimpitan di atas ranjang.

“Aaah, Gino, lebih dalam shhh.”

Jantung Davita seakan berhenti berdetak, darahnya membeku. “A-apa aku bermimpi?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   52. Turun

    Tangan Hani terkepal melihat tangan Angga tengah menggenggm tangan Davita. Meski Angga sedang membawa mobil, pria itu masih begitu manis menggenggam tangan Davita. Situasi itu membuat Hani benar-benar seperti orang ketiga di antara mereka, padahal dirinya ‘lah calon istri sah Angga.Pasti Hani tak pernah menyangka dan tak pernah membayangkan jika dirinya akan pernah berada di posisi itu. Mungkin perlahan balasan dan karma mulai datang, karena dulu Hani sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan Davita dan Gino.Davita pun senang karena perlahan balas dendamnya semakin nyata. Ia melirik ekspresi Hani dari pantulan kaca depan mobil. Davita tampak sangat puas melihat wajah marah Hani.“Emm, Kak.”Angga langsung menoleh ketika Davita memanggilnya. “Kenapa?”“Perutku sedari tadi sedikit tidak enak. Aku ingin beli es krim dulu di depan.”Angga menatap Davita yang tersenyum manis kepadanya. “Perut tidak enak, kenapa malah minta es krim? Ini sudah malam, nanti perut kamu semakin tidak enak.

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   51. Pulang Bertiga

    “Davita ini klien Tante, sekaligus temannya Angga. Davita orang yang bertanggung jawab untuk mengurus taman bunga mansion Naradipta. Tadi baru saja selesai survei akhir, sebelum tamannya digarap sesuai denah yang Tante minta. Karna tadi sudah terlalu sore, jadi Tante minta Davita istirahat dulu di sini.” Laili menjelaskan tentang Davita kepada Hani, ia hanya tak ingin Hani berpikiran lain.Meski begitu, Hani memang sudah terlanjur geram kepada Davita. Ia pun sudah tahu jika Davita sengaja mendekati Angga untuk balas dendam kepada dirinya. Davita sendiri sudah mengaku secara terang-terangan kala itu.Hani hanya bisa tersenyum kepada Laili, untuk menjaga image-nya. “Oh begitu, Tante. Ternyata Nona Davita ini karyawan toko bunga, ya?” Hani sengaja menekan kata karyawan toko bunga, demi merendahkan Davita.Davita tersenyum tenang. “Senang sekali bisa bertemu dan berkenalan dengan Nona Candra yang katanya salah satu model terbaik di kota kita.”Hani tersenyum sinis. “Iya, aku juga senang b

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   50. Tidak Percaya

    “Angga, Hani sudah datang. Ayo turun.”Angga berdecak, ia keluar dari kamarnya menemui sang ibu. “Aku akan ikut makan malam kalau Davita juga ikut.”“Iya, Mama tahu. Kamu turun saja duluan, Davita akan menyusul.”“Mama tidak akan membohongiku ‘kan?”Laili mengembuskan napas pelan. “Kamu tidak percaya sama Mama? Sudah, ke bawah saja. Mama akan panggil Davita.”“Biar aku saja.”Laili menahan lengan putranya. “Biar Mama saja. Kamu tidak ingin Kakek curiga, lalu tidak suka kepada Davita ‘kan?”Angga mengembuskan napas berat. “Aku akan tunggu di bawah. Kalau Davita masih tidak turun dalam beberapa menit, aku akan menjemputnya ke kamar.”“Iya-iya, Mama tahu. Pergi ‘lah dulu ke bawah. Kakek dan Hani sudah menunggu di meja makan.”Meski terpaksa, Angga masuk ke dalam lift, menuju ke lantai bawah. Setidaknya Angga masih beruntung Laili tak menentang perasaannya untuk Davita. Seperti yang disebutkan Davita, Laili saat ini berada di posisi serba salah.Laili juga tak enak serta kasihan kepada Ha

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   49. Om, Bukan Kakak

    “Angga masih tidur?” Laili mengintip ke dalam kamar Davita.Davita tersenyum kikuk, ia merasa tak enak. “I-ya, Tante. Aku akan bangunkan sekarang.”“Tidak usah.” Laili menahan pergelangan tangan Davita. Ia tersenyum, lalu menepuk pelan lengan Davita. “Tante ke sini hanya ingin mengajak kamu jalan-jalan sebentar. Masih gerimis, biarkan saja Angga tidur. Jarang sekali dia bisa tidur nyenyak begitu. Biasanya hanya tidur sebentar, lalu fokus kerja lagi. Tante senang dia bisa tidur lebih lama.”Davita terdiam. Ia ikut menoleh ke dalam kamar, meski ranjang tak terlihat jelas dari sana. “Kalau begitu ayo kita jalan-jalan sebentar, Tante.”“Lebih baik pakai ini. Karna hujan, kondisi di luar lebih dingin. Takutnya kamu masuk angin, nanti malah demam. Kalau kamu demam, Tante bisa dimarahi Angga,” canda Laili.Davita terkekeh kecil. Ia masih merasa tak enak serta canggung mempublikasikan hubungannya dengan Angga, di depan Laili. Bagaimanapun Laili pun tahu jika Angga akan segera menikah, sehingg

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   48. Hubungan Yang Salah

    “Eh, Davita.” Laili terkejut melihat Angga datang bersama Davita. Ia berdiri dari duduknya, lalu mendekat ke arah Davita. “Kamu datang, kenapa tidak bilang-bilang Tante? Tahu begitu Tante siapkan sesuatu buat kita makan-makan.”Davita terkekeh kecil menanggapi itu. “Tidak usah repot, Tante. Kebetulan hari ini pekerjaan di toko lebih cepat selesai, Tante. Jadi sekalian saja datang ke sini, melanjutkan pembahasan masalah pembangunan taman bunga.”“Oh, sudah bisa dilanjutkan, ya? Kerja kamu cepat sekali, ya? Baru beberapa hari sudah selesai dan langsung ke tahap selanjutnya. Tidak heran kamu bisa menjadi bos muda.” Laili tersenyum kagum kepada Davita.Davita tersenyum tak enak. “Biasa saja, Tante. Aku masih belum apa-apa dibandingkan Kak Angga.” Ia melirik Angga yang berdiri di sampingnya.Angga tersenyum, ia mengusap puncak kepala Davita singkat. Hal itu membuat Laili terkejut. Pasalnya Angga tak pernah berlaku begitu manis dan lembut kepada orang lain, apalagi perempuan.“Kamu jauh leb

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   47. Fitting Baju

    “Tante, Tuan Muda Naradipta tidak bersedia ikut untuk fitting baju.” Hani memperlihatkan wajah sedihnya di depan Laili.“Kenapa kamu memanggilnya terlalu formal begitu? Kalian sebentar lagi akan menikah. Coba biasanya lagi memanggil dengan nama. Panggil saja dia Angga, jangan panggil terlalu normal,” balas Laili.Hani tersenyum senang, tetapi ia berdeham untuk terlihat tetap polos di depan calon mertuanya. “Aku takut dia tidak suka dan marah. Jadi aku ingin lebih sopan saja, Tante.”“Mulai sekarang biasakan panggil nama saja. Atau kalian sepakati panggilan masing-masing, entah itu panggilan romantis seperti apa. Tidak bagus memanggil tuan atau nona begitu.” Laili tersenyum sembari menepuk pelan punggung tangan Hani.“Baik, Tante. Aku akan coba biasakan memanggil namanya. Nanti aku akan komunikasikan sama dia, bagusnya panggilan seperti apa di antara kami.” Hani tersenyum kepada Laili. “Tapi, aku takut dia tidak suka, Tante. Sekarang saja, dia menolak untuk datang fitting baju,” imbuhn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status