Siang itu, aku mencoba untuk meneruskan pekerjaanku selama ini, ketika Seno tidak ada. Namun, aku merasa ada sesuatu yang tidak biasa.
“Mela, coba kamu bangunkan Bapak, ya?” pintaku pada Melati yang sedang berada di dekat tangga. Aku ingin naik ke lantai dua, tetapi kakiku mendadak sakit.“Oh, iya, Bu,” ucapnya sambil beranjak pergi ke kamar atas.Melati tampak mengetuk pintu kamar namun, Seno tak kunjung memberi jawaban.“Pak, permisi,”Sepi.Seperti tidak ada seorang pun yang ada di dalam kamar itu.“Pak ….” Melati terus mengetuk pintu kamar Seno, tetapi masih saja sunyi, tanpa ada jawaban dari balik pintu seperti biasa.“Saya buka, ya, Pak.”Melati kemudian masuk ke kamar Seno. Alangkah terkejutnya ia, ketika berada di sana. Seno sudah tergeletak dengan mulut berbusa.“Bu! Bu Lara! Bapak!”Aku terkejut mendengar teriakan MeHalo, dear readers. Syukurlah, novel ini telah memasuki babak kedua.Mulai bab ke-51 nanti fase cerita akan cukup cepat, ya! Lalu, untuk POV Lara akan DIHAPUS. Semua POV menggunakan pov author (POV 3) supaya lebih lincah berpindah-pindah scene karena segala muslihat Seno akan ditampakkan di bagian selanjutnya. ***Adakah komentar untuk karya ini agar lebih baik? Silakan tinggalkan pesan. Ini adalah buku kedua author. Semoga bisa menghibur teman-teman semua ya! Perjalanan Lara untuk membalas suaminya akan dimulai secara lebih tuntas di bagian lanjutan. Harap bersabar, ya! Lara sudah mulai bisa mencerna bahwa semua hal tidak sebaik yang diharapkannya. Ia harus bersikap! Terima kasih karena telah setia mendukung karya ini. Khamsahamnida! Love @ novelisdelilah.
Begitulah akhirnya Lara bertemu dengan Andre. Saat ini, hanya Andre yang dapat menjadi pelipur lara di hatinya. Sudah berjam-jam Lara menunggu di ruang IGD. Namun, dokter tak kunjung memberinya kabar. Andre setia berada di sisi Lara, kebetulan, jam tugasnya pun sudah selesai sempurna. “Berapa lama biasanya pasien ada di IGD, Ndre?” tanya Lara, ingin tahu. Mengapa ia tak kunjung mendapatkan kabar berita tentang perkembangan Seno, suaminya?Andre menjawab dengan suara lembut, mencoba memberikan sedikit ketenangan pada Lara yang tampak gelisah. "Waktu di IGD memang bervariasi, Lara. Semuanya tergantung pada kondisi pasien dan proses evaluasi yang dilakukan oleh tim medis. Jangan khawatir, mereka akan memberi tahu kita segera setelah ada perkembangan."Lara menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengendurkan otot-tototnya yang tegang. Matanya menatap kosong ke langit-langit ruangan, mencoba meredakan kegelisahan yang mendera hatinya. Andre tetap berada di sampingnya, memberikan kehadiran ya
Melati mencoba masuk ke kamar Lara dengan tergopoh-gopoh, berharap, kekhawatirannya tidak menjadi kenyataan. Melati trauma dengan kasus tuannya, Seno, yang tiba-tiba tergeletak dengan mulut berbusa. Ia tak ingin sang nyonya mengalami hal yang sama.“Bu!” Melati mencari-cari keberadaan sang Nyonya, ternyata, ia hanya sedang berada di kamar mandi, mencukur bulu kakinya dengan penuh konsentrasi.“Bu! Maaf saya telah lancang masuk kemari. Saya pikir, Bu Lara pingsan,” ucap Melati sambil menstabilkan deru napasnya yang bersahut-sahutan. Darah yang terpompa ke jantungnya terlalu cepat, gadis itu sampai kewalahan.“Eh, Mela? Maaf, aku tidak mendengar panggilanmu. Aku sedang berkonsentrasi mencukur bulu-bulu kaki ini,” ucap Lara sambil tersenyum. Ia tidak keberatan jika Melati menerobos ke kamarnya karena mereka berdua tahu bahwa kejadian mengejutkan baru saja menimpa mereka.“Baik, Bu. Saya cuma mau bilang, makan malam sudah siap,” lanjutnya kemudian pamit undur diri. “Baiklah, aku akan sege
Sudah lebih dari dua minggu sejak Seno menghilang tanpa jejak. Lara menjadi semakin mati rasa. Kesehariannya dengan Melati menjadi begitu-begitu saja. Usia kehamilannya pun semakin tua.“Aduh ….” Lara mendesis ketika menaiki tangga untuk mengambil barang miliknya di lantai dua. Namun, kaki-kakinya sudah terlanjur sakit semua. Bengkak. Saat ini, usia kandungan Lara sudah memasuki pekan ke-28.“Bu, Ibu tidak apa-apa?” Melati menopang tubuh Lara yang lemah. Wanita itu sedang bersandar di sisi besi pegangan.“Ah, ya. Aku cuma merasa sakit di area kaki. Tadinya, mau ambil pengering rambut di kamar Seno, Mela. Bisa kamu ambilkan?” pinta Lara. Kali ini, ia mencoba untuk kembali turun ke lantai pertama.“Memangnya Ibu mau pergi?” tanya Melati sambil menganggukkan kepala. Sebelum ia ke lantai dua, ia akan menuntut Lara agar dapat beristirahat saja di sofa ruang tamu supaya aman.“Aku ingin melihat baju yang kupesan sambil membeli beberapa barang. Reuni sekolahku kan sebentar lagi datang.”“Ah,
“Olivia?” Lara membelalak ketika mendapati selingkuhan suaminya sedang berada di hadapannya.“Ya! Ini aku! Sekarang, katakan, di mana Seno itu?!” Olivia membentak dengan nada kesal. Lara makin tak paham. “Bukankah kau sudah keterlaluan? Setelah tidak punya malu, apa ini? Kau juga kehilangan akal sehat? Berani-beraninya kau mencari suami orang di rumah istri sah, hah?!” Lara tak terima. Ia mendorong Olivia agar pergi dari rumahnya saat ini juga.Melati gemetar. Ia ketakutan dengan pertengkaran yang tengah terjadi. Namun, Melati mencoba tegar dan berdiri di belakang Lara untuk berjaga-jaga. Melati tidak ingin Lara tiba-tiba didorong balik dan terjatuh hingga menyebabkan cedera serius untuknya dan sang jabang bayi.“Ka–kau!” Olivia menghentikan bicaranya. Ia baru menyadari bahwa memang tak mudah mengintimidasi Lara. Pembayaran kartu kreditnya sudah jatuh tempo dan Seno tidak kunjung melunasi tagihannya. Olivia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga tak mempunyai uang sebanyak itu untuk me
“Se–seno?” Lara tergagap. Di belakang Seno, ia melihat Olivia baru saja masuk ke dalam taksi. Apakah wanita itu sudah dibebaskan oleh suaminya?“Siapkan air mandi. Aku lelah sekali,” ucapnya begitu saja. Lara segera mengkode ke arah Melati. Asisten itu segera menyiapkan air mandi sesuai yang diminta Seno.“Da–dari mana saja kamu, Seno?”“Perawatan.”“Setenang itu kamu menjawabnya?!” Lara menaikkan suara. Ia merasa sangat kesal pada sikap Seno yang seolah meremehkan segala kekhawatirannya selama ini.“Bukankah kau harusnya senang? Suamimu ini baik-baik saja. Ngga usah banyak tanya. Aku sangat lelah!” Seno memilih pergi menuju ke lantai dua, ke kamarnya sendiri.“A–apa?” Lara tak bisa berkata-kata. Melati hanya menunduk, berpura-pura tak melihat apa-apa. Ia menjaga profesionalitasnya agar tak terpengaruh oleh pertengkaran suami-istri itu. “Airnya sudah siap, Pak,” ucap Melati lalu membukakan pintu kamar mandi.“Ya. Tolong ambilkan handuk juga.”“Baik, Pak.”“Seno!” Lara masih mengejar
Olivia segera menghubungi Seno dengan ponsel hantu miliknya. Seno melarangnya untuk menghubungi secara pribadi untuk mengelabui Lara. Olivia tidak kehabisan cara. Wanita itu segera menelpon Seno dan menagih janjinya.“Apa katamu?!” Olivia terperanjat. Seno benar-benar berubah!“Ini adalah kali terakhir aku menerima panggilanmu, Olivia! Setelah ini, tidak ada hubungan romantis lagi antara kau dan aku! Mengerti?!” Seno memutuskan hubungannya dengan kekasih gelap itu.“A–apa?!” Olivia memekik marah. “Kau tidak bisa memutuskan hubungan secara sepihak seperti ini, Seno!” teriaknya.“Mengapa tidak?” Seno balik bertanya. Ia tampaknya sudah siap menghadapi segala konsekuensi dari tindakannya.“A–aku … Aku akan membongkar perselingkuhan kita!” ancam Olivia tanpa berpikir matang.“Oh ya? Coba saja jika ingin menggali kuburanmu sendiri. Kau pikir media akan mendengarkan ocehan wanita gila?” Seno seakan tak kenal takut. Olivia terperangah. Ia mati kutu. “Ka–kau!”“Sudah! Cukup! Aku sudah mengiri
Seno, mau tak mau, harus mengabulkan permintaan Olivia. Wanita gila itu benar-benar membuat ulah yang di luar ekspektasinya. “Di mana?” Seno menghubungi Olivia, ketika ia sudah sampai di rubanah hotel. Tempat parkirnya cukup padat, Seno harus parkir di lantai tiga karena semua lini sudah penuh terisi. “Aku di Lobby, cepat kemarilah!” sahut Olivia manja. Matanya sudah sejak tadi mencari-cari sosok Seno, namun … pria itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Ternyata, Seno sedang berada di rubanah. Olivia tak mengira bahwa ia akan datang dengan mobil pribadi seperti itu. “Aku ke sana!” ucap Seno dengan tergesa. Ia harus segera menemui Olivia dan mengakhiri semuanya. Seno tak ingin terlibat dalam trik licik wanita itu, terutama jika Lara terlibat di dalamnya. ***“Ramai sekali,” gumam Lara ketika memasuki lobby hotel. Acara reuninya ada di ruang pertemuan khusus di lantai 10. Lara harus menyusuri lorong untuk sampai ke lift yang ada di ujung ruangan. “Eh, ternyata, kamu datang