Amelia kembali ke rumah sakit untuk menengok Dea. Ia bahkan lupa mengabari Bian karena sibuk dengan suaminya.Tiba di ruangan Dea, wanita paruh baya itu terkejut karena putrinya sudah tidak ada di tempat."Sus, pasien yang di ruangan ini ke mana?" tanya Amelia kepada salah satu perawat yang lewat.Perawat itu pun menduga jika Dea telah berusaha kabur dari rumah sakit.Amelia tidak paham mengapa Dea berubah sikap seperti itu. Ia penasaran apa yang sebenarnya telah terjadi. Wanita paruh baya itu segera menelepon Bian. Menceritakan tentang semuanya.Bian yang masih sibuk dengan pekerjaan, merasa syok mendengar berita dari Amelia. Ia segera meninggalkan ruangannya dengan terburu-buru."Dea, kamu kenapa?" Bian mencoba menghubungi ponsel istrinya, tetapi tidak diangkat.Lelaki tampan itu segera bergegas menuju rumah sakit untuk menemui Amelia."Ma, apa yang terjadi?" tanya Bian gelisah."Tadi Mama terlambat datang ke rumah kamu, Bian. Dea sudah tak sadarkan diri di lantai. Ia hampir saja ke
Karena Annisa tak juga sadar, Bian memutuskan untuk memanggil seorang dokter yang pernah menjadi langganan orang tua kandungnya. Lelaki tampan itu tidak mungkin membiarkan Annisa kenapa-napa. Ia takut jika wanita itu memiliki penyakit yang serius.Seorang dokter pun datang setelah beberapa menit berlalu, meski di luar masih hujan. Ia tetap tenang dengan berbalut pakaian formal seorang dokter."Maaf Dok, mengganggu Dokter malam-malam seperti ini dan dalam keadaan hujan. Tolong periksa wanita ini, Dok. Tadi dia tiba-tiba pingsan."Dokter itu mengangguk saja. Kemudian berucap, "Saya akan memeriksanya."Bian mengangguk cepat. Ia keluar dari kamar memberi waktu kepada dokter itu agar fokus memeriksa Annisa.Bian mondar-mandir di depan kamar Annisa. Hatinya bercabang-cabang memikirkan Dea dan mengkhawatirkan Annisa.Setelah menunggu beberapa menit, sang dokter keluar dari kamar menemui Bian."Dok, bagaimana hasilnya?" tanya Bian kemudian."Sepertinya ia kelelahan. Atau mungkin sedang stres.
Dea pun memilih untuk memakai baju baru itu. Ia tidak peduli jika harus membalas semua perlakuan Reno kepadanya.Setelah mandi dan berganti pakaian, Dea segera menemui Reno yang sudah menantinya. Gadis itu sengaja mengurai rambutnya yang masih basah.Reno diam terpaku menatap kehadiran Dea. Ia terpukau dengan keindahan wajah gadis itu. Cukup lama ia perhatikan Dea yang jauh lebih cantik dari yang ia kenal dulu."Reno? Kamu kenapa?" lirih Dea bertanya.Uhuk ! Uhuk !Reno terbatuk-batuk. Ia merasa kesal karena kepergok Dea sedang mengamatinya."Kamu baik-baik saja, Ren?" Dea dengan cepat mengambilkan minuman dan memberikannya kepada Reno."Thanks! Aku baik-baik saja, Dea. Ternyata kamu jauh lebih cantik saat memakai pakaian ini. Aku pikir kamu hanya mencuci wajahmu saja. Patut saja begitu lama keluar dari kamar mandi." Reno tersenyum mengejek."Em, maaf Ren. Menunggu lama. Aku tidak bermaksud—""Sudahlah. Lebih baik kita makan saja sekarang. Setelah ini aku ingin mengajakmu ke suatu temp
"Ada apa lagi Dea?" tanya Bian ingin tahu.Dengan ragu-ragu Dea memperlihatkan video yang diberikan Reno kepadanya. Raut wajahnya kembali bersedih."Ya, aku sudah tahu Dea. Reno pun mengirimkan video itu kepadaku. Ia memintaku untuk menyerahkan dirimu."Bian melangkah beberapa langkah dan langsung membawa Dea ke dalam dekapannya."Aku tahu semua ini tidak mudah. Tapi aku tidak akan pernah melepaskanmu."Bian menangkup wajah istrinya. Ia mencoba menguatkan Dea dengan tatapannya."Percayalah. Kita bisa melewati ini bersama-sama," ujar lelaki tampan itu seraya mengecup singkat bibir Dea.Dea tersenyum tipis. Ia mengangguk pelan. "Terima kasih, Kak Bian."Gadis itu pun mengikuti langkah sang suami. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Bian.Mata-mata Reno memperhatikan Bian dan Dea yang masuk ke dalam mobil bersamaan. Ia melaporkan hal itu kepada bosnya.Reno membaca pesan dari anak buahnya dengan penuh amarah. Ia tidak berhasil memperdaya Dea maupun Bian."Sial! Lihat saja nanti, Dea.
"Kak Bian cukup! Ini di mobil."Dea mendongakkan kepalanya. Ia melihat Naomi dan yang lainnya sudah keluar dari restoran."Lihatlah, mereka sudah selesai makan," ungkap Dea jarinya menunjuk ke arah teman-temannya.Dea segera membetulkan kancing bajunya. Sementara Bian hanya tersenyum smirk dan melajukan mobilnya dengan cepat.Dea dan Bian lebih dulu tiba di kantor. Gadis itu terlihat enggan untuk masuk ke dalam kantor."Ayo, ikut kakak.""Dea tidak mau. Dea mau menunggu dan berpamitan dulu teman-teman Dea dulu.""Dasar keras kepala."Dea hanya diam dan sibuk membuang muka. Ia tidak suka sikap Bian yang seperti itu. Sementara Bian memilih untuk meninggalkan istrinya tersebut seorang diri.Beberapa menit kemudian, Naomi dan yang lainnya tiba di area halaman kantor. Gadis itu menyadari ada Dea yang menunggu mereka."Eh, lihat tuh. Nyonya besar masih di sana. Samperin dulu, yuk?" ajak Naomi."Kamu aja yang ke sana."Naomi dan Bagas menghampiri Dea. Sedangkan David pergi sendiri karena mas
"Berniat kabur agar tidak ada yang melihat, justru ketahuan oleh papa mertua. Sangat memalukan. Untung Papa Justin tidak seperti Mama Regina. Tapi kenapa tiba-tiba dia ke sini, ya?" ucap Dea seorang diri.Sebenarnya gadis itu merasa sangat penasaran. Tetapi dia tidak mungkin jika mengintip dari balik pintu.Sementara Justin tengah mencari Bian di ruangan pribadinya. Lelaki tampan itu masih bertelanjang dada sambil asyik melamun."Anak muda memang seperti itu," sindir sang papa merasa gemas.Bian tersentak kaget. Ia tidak menyangka jika akan ada tamu yang tidak diundang datang menemuinya."Eh, Papa. Kenapa ke sini?" tanya Bian asal."Oh, jadi papa tidak boleh datang ke perusahaan milik papa sendiri?" protes lelaki paruh baya itu."Bukan begitu, Pa. Harusnya papa bilang dulu, biar—""Biar kamu tidak ketahuan habis mengerjai sekretaris kamu," ejek Justin memelankan suaranya."Ah, Pa. Pasti dulu Papa juga begitu."Bian pun segera mengambil pakaian atasnya kemudian segera memakai pakaian i
"Oh, ini." Dea memegang tengkuknya perlahan. "Tidak tahu, Kak Bian. Sepertinya Dea kurang enak badan.""Kamu yakin?" tanya Bian memastikan.Dea hanya mengangguk saja. Ia memang tidak pandai jika harus berpura-pura di hadapan seseorang."Minum coklat ini. Setelah itu tidurlah di ruangan kakak.""Terima kasih Kak Bian. Boleh Dea pulang lebih awal?" tanya Dea pelan.Bian tampak berpikir. Hari ini banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Tidak mungkin ia meninggalkan kantor karena besok harus datang ke rumah sang mama."Tapi Dea? Kakak tidak bisa mengantarkanmu pulang. Tidurlah di ruangan pribadiku." Bian masih membujuk."Dea bisa naik taksi Kak. Dea mohon."Gadis itu terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Padahal sebenarnya Dea mencari cara agar bisa menemui Reno tanpa harus ketahuan dengan Bian."Baiklah."***Pukul dua siang Bian menyempatkan waktu untuk mengantarkan Dea pulang. Ia tidak tega jika membiarkan sang istri pulang naik taksi."Terima kasih, Kak Bian. Maafkan Dea su
BRAAKKK !Petugas hotel berhasil membuka pintu kamar hotel yang ditempati Dea dan Reno. Bian segera menghampiri Dea dan memeluk istrinya tersebut."Kak Bian." Gadis itu menangis pilu.Bian baru ingat jika jasnya masih dipakai Annisa saat ia meninggalkannya tadi. Lelaki itu segera meminta jas yang digunakan orang suruhannya."Berikan jas kamu!" perintah Bian."Siap, Pak."Dea masih menunduk malu. Kemudian melirik ke arah Bian. "Jas Kak Bian ke mana?" tanyanya kemudian."Oh, tadi ketinggalan di kantor."Reno berhasil ditangkap oleh pak polisi. Ia semakin dendam dengan Bian."Lepaskan! Saya tidak bersalah, Pak!" ucap Reno berusaha melepaskan diri."Nanti jelaskan saja di kantor."Salah satu polisi pamit kepada Bian dan Dea. Mereka juga akan dimintai keterangan lebih lanjut."Terima kasih, Pak."Seiring perginya pak polisi, orang suruhan Bian juga undur diri."Terima kasih, Ricky. Kamu boleh pulang. Nanti saya kembalikan jas kamu.""Tidak perlu, Pak Bian. Buat Ibu Dea saja."Ricky pun seg