Dea pun memilih untuk memakai baju baru itu. Ia tidak peduli jika harus membalas semua perlakuan Reno kepadanya.Setelah mandi dan berganti pakaian, Dea segera menemui Reno yang sudah menantinya. Gadis itu sengaja mengurai rambutnya yang masih basah.Reno diam terpaku menatap kehadiran Dea. Ia terpukau dengan keindahan wajah gadis itu. Cukup lama ia perhatikan Dea yang jauh lebih cantik dari yang ia kenal dulu."Reno? Kamu kenapa?" lirih Dea bertanya.Uhuk ! Uhuk !Reno terbatuk-batuk. Ia merasa kesal karena kepergok Dea sedang mengamatinya."Kamu baik-baik saja, Ren?" Dea dengan cepat mengambilkan minuman dan memberikannya kepada Reno."Thanks! Aku baik-baik saja, Dea. Ternyata kamu jauh lebih cantik saat memakai pakaian ini. Aku pikir kamu hanya mencuci wajahmu saja. Patut saja begitu lama keluar dari kamar mandi." Reno tersenyum mengejek."Em, maaf Ren. Menunggu lama. Aku tidak bermaksud—""Sudahlah. Lebih baik kita makan saja sekarang. Setelah ini aku ingin mengajakmu ke suatu temp
"Ada apa lagi Dea?" tanya Bian ingin tahu.Dengan ragu-ragu Dea memperlihatkan video yang diberikan Reno kepadanya. Raut wajahnya kembali bersedih."Ya, aku sudah tahu Dea. Reno pun mengirimkan video itu kepadaku. Ia memintaku untuk menyerahkan dirimu."Bian melangkah beberapa langkah dan langsung membawa Dea ke dalam dekapannya."Aku tahu semua ini tidak mudah. Tapi aku tidak akan pernah melepaskanmu."Bian menangkup wajah istrinya. Ia mencoba menguatkan Dea dengan tatapannya."Percayalah. Kita bisa melewati ini bersama-sama," ujar lelaki tampan itu seraya mengecup singkat bibir Dea.Dea tersenyum tipis. Ia mengangguk pelan. "Terima kasih, Kak Bian."Gadis itu pun mengikuti langkah sang suami. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Bian.Mata-mata Reno memperhatikan Bian dan Dea yang masuk ke dalam mobil bersamaan. Ia melaporkan hal itu kepada bosnya.Reno membaca pesan dari anak buahnya dengan penuh amarah. Ia tidak berhasil memperdaya Dea maupun Bian."Sial! Lihat saja nanti, Dea.
"Kak Bian cukup! Ini di mobil."Dea mendongakkan kepalanya. Ia melihat Naomi dan yang lainnya sudah keluar dari restoran."Lihatlah, mereka sudah selesai makan," ungkap Dea jarinya menunjuk ke arah teman-temannya.Dea segera membetulkan kancing bajunya. Sementara Bian hanya tersenyum smirk dan melajukan mobilnya dengan cepat.Dea dan Bian lebih dulu tiba di kantor. Gadis itu terlihat enggan untuk masuk ke dalam kantor."Ayo, ikut kakak.""Dea tidak mau. Dea mau menunggu dan berpamitan dulu teman-teman Dea dulu.""Dasar keras kepala."Dea hanya diam dan sibuk membuang muka. Ia tidak suka sikap Bian yang seperti itu. Sementara Bian memilih untuk meninggalkan istrinya tersebut seorang diri.Beberapa menit kemudian, Naomi dan yang lainnya tiba di area halaman kantor. Gadis itu menyadari ada Dea yang menunggu mereka."Eh, lihat tuh. Nyonya besar masih di sana. Samperin dulu, yuk?" ajak Naomi."Kamu aja yang ke sana."Naomi dan Bagas menghampiri Dea. Sedangkan David pergi sendiri karena mas
"Berniat kabur agar tidak ada yang melihat, justru ketahuan oleh papa mertua. Sangat memalukan. Untung Papa Justin tidak seperti Mama Regina. Tapi kenapa tiba-tiba dia ke sini, ya?" ucap Dea seorang diri.Sebenarnya gadis itu merasa sangat penasaran. Tetapi dia tidak mungkin jika mengintip dari balik pintu.Sementara Justin tengah mencari Bian di ruangan pribadinya. Lelaki tampan itu masih bertelanjang dada sambil asyik melamun."Anak muda memang seperti itu," sindir sang papa merasa gemas.Bian tersentak kaget. Ia tidak menyangka jika akan ada tamu yang tidak diundang datang menemuinya."Eh, Papa. Kenapa ke sini?" tanya Bian asal."Oh, jadi papa tidak boleh datang ke perusahaan milik papa sendiri?" protes lelaki paruh baya itu."Bukan begitu, Pa. Harusnya papa bilang dulu, biar—""Biar kamu tidak ketahuan habis mengerjai sekretaris kamu," ejek Justin memelankan suaranya."Ah, Pa. Pasti dulu Papa juga begitu."Bian pun segera mengambil pakaian atasnya kemudian segera memakai pakaian i
"Oh, ini." Dea memegang tengkuknya perlahan. "Tidak tahu, Kak Bian. Sepertinya Dea kurang enak badan.""Kamu yakin?" tanya Bian memastikan.Dea hanya mengangguk saja. Ia memang tidak pandai jika harus berpura-pura di hadapan seseorang."Minum coklat ini. Setelah itu tidurlah di ruangan kakak.""Terima kasih Kak Bian. Boleh Dea pulang lebih awal?" tanya Dea pelan.Bian tampak berpikir. Hari ini banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Tidak mungkin ia meninggalkan kantor karena besok harus datang ke rumah sang mama."Tapi Dea? Kakak tidak bisa mengantarkanmu pulang. Tidurlah di ruangan pribadiku." Bian masih membujuk."Dea bisa naik taksi Kak. Dea mohon."Gadis itu terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Padahal sebenarnya Dea mencari cara agar bisa menemui Reno tanpa harus ketahuan dengan Bian."Baiklah."***Pukul dua siang Bian menyempatkan waktu untuk mengantarkan Dea pulang. Ia tidak tega jika membiarkan sang istri pulang naik taksi."Terima kasih, Kak Bian. Maafkan Dea su
BRAAKKK !Petugas hotel berhasil membuka pintu kamar hotel yang ditempati Dea dan Reno. Bian segera menghampiri Dea dan memeluk istrinya tersebut."Kak Bian." Gadis itu menangis pilu.Bian baru ingat jika jasnya masih dipakai Annisa saat ia meninggalkannya tadi. Lelaki itu segera meminta jas yang digunakan orang suruhannya."Berikan jas kamu!" perintah Bian."Siap, Pak."Dea masih menunduk malu. Kemudian melirik ke arah Bian. "Jas Kak Bian ke mana?" tanyanya kemudian."Oh, tadi ketinggalan di kantor."Reno berhasil ditangkap oleh pak polisi. Ia semakin dendam dengan Bian."Lepaskan! Saya tidak bersalah, Pak!" ucap Reno berusaha melepaskan diri."Nanti jelaskan saja di kantor."Salah satu polisi pamit kepada Bian dan Dea. Mereka juga akan dimintai keterangan lebih lanjut."Terima kasih, Pak."Seiring perginya pak polisi, orang suruhan Bian juga undur diri."Terima kasih, Ricky. Kamu boleh pulang. Nanti saya kembalikan jas kamu.""Tidak perlu, Pak Bian. Buat Ibu Dea saja."Ricky pun seg
Dea menanti kepulangan Bian dengan resah. Hingga dini hari gadis itu tetap menanti. Bahkan ia sudah mencoba menghubungi suaminya berkali-kali tetapi tidak ada jawaban sama sekali."Ke mana Kak Bian? Tidak biasanya dia seperti ini."Ingin sekali Dea menghubungi Ricky, namun ia tidak memiliki kontaknya sama sekali. Gadis itu menangis seorang diri hingga tertidur di ranjangnya.*** Sinar matahari mulai menampakkan diri. Semburatnya masuk melalui celah kecil hingga membuat Bian terbangun dari tidurnya.Lelaki tampan itu tersentak kaget. Seolah ada seseorang yang membangunkannya."Di mana aku?" ucap Bian seraya memegangi kepalanya yang masih terasa berdenyut. Lelaki itu sangat syok ketika menyadari sedang berada di apartemen yang ditempati oleh Annisa.Wanita itu datang dengan sebuah senyuman dan sebuah nampan berisi teh hangat juga beberapa kue."Mas Bian, sudah bangun?" tanya Annisa ramah. Kini ia mengenakan sebuah daster tipis yang kekecilan."An, kenapa aku bisa ada di sini?" jawab Bi
Saat Dea hendak menerima makanan yang diberikan Bian, tiba-tiba Angel langsung merebut makanan itu."Wah, ini enak sekali Kak Bian. Angel suka banget," celetuk Angel sambil mengunyah.Dea melirik sekilas ke arah suaminya yang hanya diam dan memberikan isyarat melalui dua bola matanya."Coba ini saja, Dea." Marco segera menyuapi gadis itu."Em ... iya, ini lezat Kak Marco," ungkap Dea bersemangat. Hal itu membuat Bian harus menelan rasa cemburu lagi.Setelah acara makan siang selesai, Bian mengobrol dengan sang papa di dekat kolam renang. Sementara Angel sibuk dengan Regina. Dan Marco asyik berenang sendiri di dalam kolam.Namun saat Bian tengah berbicara hal yang serius, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan Dea. Istrinya tersebut memakai pakaian renang dan masuk ke dalam air setelah Marco berteriak memanggil namanya."Airnya dingin sekali, Kak Marco!"Lelaki itu memainkan air hingga terkena tubuh Dea. Mereka saling melempari air dan berteriak bahagia."Aaaaa! Hentikan, Kak!""Sud