Share

Bab 2 : Dinikahi Paman CEO

Author: Mommy_Ay
last update Last Updated: 2025-05-08 15:24:04

Musik lembut mulai mengalun, memenuhi aula mewah yang telah dihiasi ribuan bunga putih dan lampu kristal menggantung gemerlap. Aroma mawar dan lily menyatu, menciptakan suasana sakral yang memabukkan.

Adellia berdiri di balik pintu besar, menggenggam lengan sang ayah dengan erat. Gaun berwarna gading yang membalut tubuh rampingnya membuatnya tampak seperti putri dari negeri dongeng. Namun, di balik senyum tenangnya, jantungnya berdetak begitu cepat—liar dan tak terkendali.

Ia belum tahu siapa pria yang akan berdiri di altar hari ini. Belum kenal. Belum pernah bicara. Hanya satu nama yang terngiang di benaknya: Keenan Daviero Mahendra.

Dengan langkah pelan, sang ayah menggandengnya menuju altar. Setiap mata tertuju padanya, menatap takjub. Namun Adellia nyaris tak menyadari itu semua. Pikirannya terus membayangkan, seperti apa pria itu? Benarkah seburuk cerita yang selama ini ia dengar dari Rico?

MC berdiri di sisi altar, suara mikrofon menggetarkan ruangan.

“Memasuki aula, calon mempelai pria, Tuan Keenan Daviero Mahendra.”

Lampu sorot menyapu pintu utama.

Seorang pria dengan tubuh proposional muncul, langkahnya tenang namun penuh kharisma. Setelan pengantin hitam elegan membingkai tubuh atletisnya, dengan dasi dan detail kain berwarna gading yang senada dengan gaun Adellia. Rambutnya hitam tersisir rapi, wajahnya tegas dengan rahang kokoh, dan mata yang dingin namun tajam—mampu menghentikan waktu sesaat.

Adellia terpaku. Matanya membulat, bibirnya sedikit terbuka. Setengah menganga. Ini, bukan sosok pria yang digambarkan Rico sebagai pecundang. Sama sekali bukan.

Dia sempurna.

Keenan memang tergolong muda untuk seorang paman, hanya terpaut 13 tahun dari Adellia. Pria itu kini berusia 38 tahun, hasil dari pernikahan kedua kakek Rico di masa senjanya.

Langkah Keenan tak tergesa, tapi pasti. Setiap detik terasa lambat saat ia berjalan menuju altar. Desahan kekaguman dan bisik-bisik mulai terdengar dari para tamu.

“Itu bukan Rico, kan?”

“Bukan, itu pamannya…”

“Paman Rico? Yang katanya diasingkan itu?”

“Tapi, kenapa dia malah yang berdiri di sana?”

Adellia bisa merasakan puluhan pasang mata menatapnya, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi. Tapi ia tidak peduli. Tidak lagi.

Ketika Keenan akhirnya berdiri di altar, ia menatap Adellia. Dalam. Tidak ada senyum basa-basi, tidak ada keraguan.

Hanya tatapan tenang, dan janji diam-diam yang seolah berkata: Aku tidak akan mempermalukanmu.

Ayah Adellia menyerahkan tangan putrinya ke Keenan. Pria itu menerima dengan mantap, jemarinya dingin tapi lembut.

Aula pernikahan berubah senyap. Musik berhenti. Semua tamu berdiri, menatap ke arah pasangan yang kini berdiri di altar.

Di hadapan pendeta yang telah bersiap dengan kitab suci dan mikrofon kecil, Keenan berdiri tegap. Sementara Adellia berdiri di sisinya, kedua tangan menggenggam buket bunga peony dan lily putih yang nyaris gemetar di pelukannya.

Detik-detik menjelang pengucapan janji itu terasa menegangkan. Bahkan udara pun seakan menahan napas.

Pendeta mulai berbicara, suaranya tenang dan dalam, menggema di seluruh aula. 

“Apakah Anda, Keenan Daviero Mahendra, bersedia mengambil Adellia Carisse Mahesa sebagai istri, dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit, sampai waktu yang telah disepakati memisahkan?”

Keenan menoleh ke arah Adellia. “Saya bersedia.”

Adellia menarik napas pelan. Dunia seperti berhenti berputar sejenak. Matanya menatap tajam ke depan.

“Aku juga bersedia.”

Rico menggenggam kedua tangannya kuat-kuat, hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya menatap lurus ke arah altar, ke arah Keenan yang kini berdiri gagah di samping Adellia—membawa nama Mahendra, membawa posisi yang seharusnya jadi miliknya.

Seharusnya aku yang berdiri di sana.

Rico memejamkan mata sejenak, mencoba meredam emosi yang mendidih dalam dadanya. Tapi rasa malu, amarah, dan dendam bercampur menjadi satu racun yang nyaris tak bisa ia telan. Di sebelahnya, Qalest menggenggam lengan bajunya, berbisik panik, “Kita harus pergi, Rico. Kamu sudah buat cukup kegaduhan.”

Namun Rico tetap diam. Rahangnya mengeras, sorot matanya menusuk ke arah Keenan yang mencium punggung tangan Adellia dengan begitu tenang. Semua mata tertuju pada mereka, seolah mereka pasangan yang sempurna. Seolah… dirinya tak pernah ada dalam kisah ini.

Ia berbalik menatap sang kakek yang duduk dengan tenang di kursi kehormatan. Pria tua itu menatap ke depan tanpa menoleh padanya sedikit pun, seolah ia sudah tak lagi berarti dalam silsilah Mahendra.

“Kau pikir kau menang, Kek?” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. “Ini belum selesai!”

Tangan Rico mengepal makin kuat.

Ia memang tak bisa melawan hari ini. Hari ini, ia kalah. Ia ditampar di depan ratusan pasang mata, diambil haknya, dirampas kehormatannya oleh darah dagingnya sendiri.

Tapi ia bersumpah dalam hati…

Setelah hari ini, semuanya akan berubah.

Ia akan kembali, dan merebut semua yang seharusnya jadi miliknya. Termasuk Adellia.

**

“SIAL!”

Suara Rico menggema di ruang belakang ballroom, tangannya membanting vas bunga hingga pecah berserakan. Wajahnya memerah, napas memburu.

“Tenang, Rico.”

“Tenang kepalamu, Qalest!”

Bentaknya garang, membuat gadis itu mundur ketakutan.

“Keenan menikahi Adellia di depan semua orang, dan kamu suruh aku tenang?!”

Qalest menggigit bibir. Kehabisan kata-kata.

Rico menghantam dinding dengan tinjunya.  Ia memandang ke arah pintu ballroom, di mana para tamu kini menyalami Keenan dan Adellia dengan bingung bercampur kekaguman.

Dalam waktu satu jam, narasi yang tersebar berubah: Rico mengundurkan diri demi pamannya yang lebih dewasa dan mapan. Sebuah pengorbanan besar demi kebahagiaan keluarga Mahesa.

Qalest memalingkan wajah, dadanya sesak. Bukan hanya karena rencana mereka hancur, tapi juga karena kini semua mata akan melihat Adellia sebagai wanita paling beruntung, istri Keenan Daviero Mahendra.

**

Setelah resepsi selesai, Adellia memandangi pantulan dirinya di cermin ruang rias. Gaun pengantin masih melekat indah di tubuhnya, tetapi sorot matanya kosong. Semua terjadi begitu cepat. Pernikahan yang seharusnya menjadi awal baru justru berubah menjadi kekacauan yang nyaris mustahil dijelaskan.

Pintu terbuka perlahan. Langkah kaki yang tenang menggema di baliknya.

“Aku belum sempat memperkenalkan diri secara resmi padamu.”

Suara itu membuat bahunya menegang sejenak. Keenan berdiri di sampingnya kini. Parfum maskulin dan tenang menguar pelan, mengisi ruang di antara mereka.

Tatapan Adellia beralih. Namun bukan langsung menatap pria itu, melainkan bayangannya di cermin. Sorot matanya tajam, seolah menuntut penjelasan yang belum pernah benar-benar ia dengar.

“Kenapa kamu, mau melakukan ini?” tanyanya pelan, nyaris seperti bisikan yang hanya ingin didengar satu orang.

Keenan menghela napas, lalu menyelipkan tangan ke dalam saku celananya.

“Untuk menolongmu.”

Jawabannya terdengar ringan, tapi menyisakan jeda yang panjang sesudahnya. Sebuah jeda yang berat… dan penuh makna.

Ia menunduk sedikit, suaranya menurun seperti menyampaikan rahasia.

“Tenang saja, ini hanya pernikahan kontrak.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 63 : Ruang Introgasi

    Keenan tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya menatap pintu observasi yang tertutup. Detik berikutnya, pintu itu terbuka. Seorang dokter keluar dengan wajah tegang namun tenang.“Pak Keenan?”“Bagaimana kondisi istri saya? Dan bayi kami?”“Dia mengalami luka di bagian kepala, tapi sejauh ini tidak ada tanda-tanda pendarahan dalam. Cekikan di lehernya cukup parah, tapi tidak merusak saluran napas permanen. Kami juga memantau janinnya... dan untungnya, detak jantung bayi stabil. Tapi kami akan terus observasi selama 24 jam ke depan untuk memastikan tidak ada komplikasi lanjutan.”Keenan menutup matanya, bahunya merosot sejenak. Seperti menahan tangis yang hampir pecah.“Boleh saya masuk?”“Dia sudah sadar. Tapi... mungkin masih sedikit trauma.”Keenan mengangguk pelan lalu melangkah masuk.Adellia terbaring di ranjang putih dengan infus di tangan. Kepalanya diperban, lehernya tampak memar. Tapi matanya terbuka, menatap Keenan dengan lemah.“Del...” suara Keenan pecah saat duduk di sisi ra

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 62 : Wanita yang Menyedihkan

    Clara terkekeh lirih. Matanya basah, tapi bukan karena sedih—melainkan frustrasi. “Kamu pikir kamu bisa ambil semua ini dari aku? Dia, perusahaannya, bahkan anak yang harusnya...!”“Kamu gila,” bisik Adellia.Clara mendekat lebih agresif. “Aku nggak akan diam. Kalau Keenan nggak mau denger aku, kamu yang harus dengar! Kamu pikir dia mencintaimu karena kamu istimewa? Tidak. Kamu cuma pelarian. Dia kesepian. Sama kayak aku.”“Tapi aku nggak menyakiti orang lain hanya karena kesepian!” balas Adellia lantang. Ia menarik napas, mencoba menahan emosi. “Clara, aku kasihan sama kamu. Tapi ini bukan caranya.”Clara gemetar, masih menggenggam lengan Adellia.“Bukankah kamu yang bilang, kalau aku butuh teman ngobrol, kamu siap menjadi pendengarnya?”Suara itu membuat bulu kuduk Adellia berdiri.Dengan wajah pucat, mata merah, dan senyuman miring yang jauh dari waras. Tangan Clara mencengkram sesuatu di balik jaketnya, tapi Adellia terlalu fokus pada sorot matanya yang membara.Adellia menyipit.

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 61 : Salah Rumah

    Mereka tertawa bersama. Lalu hening. Tapi bukan hening yang canggung—melainkan damai.Keenan menatap jendela, lalu berbisik pelan, “Hari ini aku mau kita keluar sebentar.”“Keluar?” tanya Adellia, sedikit terkejut. “Kemana?”“Ke tempat yang belum pernah kita kunjungi. Cuma kita.” Ia menatap perut Adellia dan tersenyum.“Trip dadakan?”“Yup. Cuma sebentar. Aku cuma pengen nunjukin ke dunia kalau kamu... keluarga yang ingin aku tunjukkan dengan bangga.”Adellia membisu. Matanya sedikit memerah. “Kamu serius?”Keenan mengangguk mantap.**Matahari mulai naik ketika mobil Keenan melaju menyusuri jalanan pinggir kota yang dipenuhi pepohonan. Angin semilir masuk melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma rumput dan tanah basah yang menenangkan. Di kursi penumpang, Adellia menyender nyaman dengan bantal leher dan headphone di telinga, sesekali mengelus perutnya yang makin bulat.“Nyaman, Nyonya?” tanya Keenan sambil melirik dari balik kacamata hitamnya.“Nyaman banget. Tapi aku kaya

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 60 : Lady Gaga KW

    Keenan mengunyah dengan dramatis. “Hmm... 80 persen cinta, 20 persen gula, dan 100 persen kamu.”Adellia tertawa keras. “Matematika kamu kacau!”“Cintaku juga kacau waktu kamu belum datang.”“Oh Tuhan...” Adellia memutar mata, tapi ia tak bisa menyembunyikan senyumnya yang semakin lebar.Keenan bangkit, menghampiri istrinya lagi, kali ini tanpa menyandarkan tubuh. Ia hanya berdiri di depannya, memandangi wajah Adellia dalam-dalam. Lalu, ia mengusap pipi gadis itu pelan dengan ibu jarinya.“Terima kasih, Del.”Adellia menelan ludah. Suasana tiba-tiba terasa hangat, berbeda dari canda mereka sebelumnya. “Untuk apa?”“Untuk bangun lebih dulu pagi ini. Untuk masak sarapan. Untuk masih mau bercanda sama aku, walaupun kamu pasti capek. Untuk... tetap di sini.”Adellia menggigit bibir bawahnya. “Aku juga harusnya yang bilang makasih. Karena kamu nggak pergi, walaupun banyak alasan buat ninggalin aku.”Keenan menyentuh perut Adellia yang kini membulat, lalu mencium bagian atasnya dengan lembu

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 59 : Cumi Kejang-Kejang

    “Dua puluh menit cukup untuk satu tawa,” sahut Adellia, menyeretnya duduk. “Pertanyaan pertama. Di antara kita, siapa yang paling drama kalau lagi flu?”“...Kamu,” Keenan menjawab cepat.“Jawaban salah! Yang benar: kamu. Aku cuma bersin satu kali langsung dicek suhu, direndam air hangat, dan ditawari ranjang rumah sakit.”Keenan terkekeh pelan. “Itu karena kamu hamil.”Adellia menyilangkan tangan di dada. “Oke. Pertanyaan dua. Kalau suatu hari aku berubah jadi sapi, kamu tetap sayang?”“Sapi?” Keenan menyipitkan mata, geli.“Ya. Sapi. Bukan sapi betina biasa. Sapi agresif. Yang suka tendang pintu.”Keenan tertawa kecil. “Ya. Aku akan tetap sayang... tapi kamu tidur di kandang.”“Kurang ajar!” Adellia mencubit lengannya, membuat Keenan semakin tertawa.*Sepanjang hari itu, Adellia terus melancarkan operasi "Penculikan Senyum". Dari menyanyikan lagu dangdut sambil cuci buah, sampai menyelinap ke ruang kerja Keenan dengan rambut palsu dan menyamar jadi ‘asisten pribadi dari Viremont’.D

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 58 : Penculikan Senyum

    Keenan menatapnya sejenak, lalu meraih tangan Adellia.“Clara bukan orang jahat, Del. Tapi dia... rapuh. Sangat rapuh. Dan kalau emosinya terganggu, dia bisa menjadi orang lain. Dia pernah menyayat lengannya sendiri hanya karena merasa diabaikan.”Adellia menelan ludah, jantungnya berdebar tak nyaman.“Aku akan bicara dengannya. Sementara itu, kamu tetap di sini. Jangan ke luar kamar. Apa pun yang terjadi—jangan buka pintu kalau bukan aku yang datang.”“Keenan—”“Aku serius,” potong Keenan, menatapnya dalam. “Aku nggak tahu dia datang karena apa, atau dalam kondisi seberapa parah. Tapi aku gak akan ambil risiko dia menyakitimu.”Adellia mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Keenan lebih erat. “Hati-hati.”Keenan mencium keningnya, sekali. Lalu berbalik dan melangkah keluar dari kamar.**Ruangan itu dingin, remang-remang. Salah satu ruang cadangan di lantai servis, yang biasa digunakan untuk rapat tertutup atau tamu yang tak diinginkan.Clara berdiri di tengah ruangan, tampak puca

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status