Share

Bab 5. Gita Anindya Sasmita

Author: Little Casper
last update Last Updated: 2024-11-06 10:54:32

Devan merebahkan dirinya di ranjang. Ia baru saja pulang dari kantor. Rasa lelah sudah sangat mendominasi seluruh tubuhnya. Namun, ia tak akan bisa tidur lelap jika belum mandi.

Meski sebenarnya tadi di kantor ia sudah mandi karena disiram air oleh Winda. Namun, jika sampai rumah, mandi adalah ritual wajib Devan sebelum tidur.

Segera ia beranjak dari ranjang dan hendak mandi agar bisa secepatnya tidur. Namun, belum saja ia melepas kancing kemejanya, sebuah suara menginterupsi Sang pewaris EL grup tersebut.

"Devan? Devan buka pintunya. Ibu mau bicara. Devan?"

Ketukan di pintu terus berbunyi membuat Devan menghela napas lelah karena sang Ibu akan memarahinya. Ya, dia sudah sangat hapal sekali itu.

"Dev..."

"Apa sih, Bu?" tanya Devan lemas. Menempel pada pintu kamarnya.

"Winda telpon Ibu barusan. Kamu tuh ya..." Ayu berdecak kesal sembari berkacak pinggang. Melihat wajah lelah sang anak sungguh tak tega melanjutkan acara marahnya. Namun, ia sudah sangat kesal dengan tingkah laku putranya yang terus menolak untuk dijodohkan.

"Ibu harus gimana lagi sih, Van? Ibu tuh capek," keluh Ayu pada putranya.

"Siapa juga yang nyuruh Ibu. Kan aku udah bilang kalo aku gak ma... aduuh!" Devan mengaduh saat pukulan di lengannya cukup terasa sakit. Siapa lagi kalau bukan ulah sang Ibu.

"Kamu tuh! Winda itu anak baik, cantik. Kurang apa lagi sih, Van!"

"Dia siram air ke muka aku, Bu."

"Itu juga karena salah kamu, Devan. Kalau kamu gak bilang hal yang menyinggung perasaannya, Winda juga gak bakal..."

"Terus, dengan dia menyiram air ke mukaku, Ibu pikir itu hal yang terpuji? Dan ibu biarin anak Ibu jadi bahan kesalahan karena gak memenuhi keinginan Ibu? Begitu? Apa Ibu pikir itu juga gak menyinggung perasaanku, Bu? Sampai kapan, Bu? Sampai kapan Ibu jodohin aku terus?" ucap Devan putus asa. Tak lagi hiraukan sang Ibu, laki-laki itu masuk ke kamar meninggalkan Ibunya.

Ayu mematung di depan pintu kamar putra semata wayangnya. Ia sungguh tahu, kenapa putranya itu tidak mau untuk sekedar dikenalkan dengan anak-anak dari temannya. Ia paham jika anaknya tak bisa melupakan seseorang yang sangat ia cintai dulu. Yang bahkan Ayu tahu, Devan sangat terlihat bahagia bersama gadis itu dulu.

"Sampai kapan kamu masih mengingatnya, Devan?" lirih Ayu dan kembali ke dapur menyiapkan makan malam.

"Maafin aku, Bu. Aku gak bisa. Aku masih belum bisa melupakan Anin," gumam Devan sembari menatap sebuah foto yang terpajang di lemarinya. Setiap melihat foto itu, sekelebat ingatannya seakan membawa Devan ke masa lalu.

"Kamu bilang suka coklat, kan. Kenapa gak pesan yang coklat aja?"

"Aku penginnya sama-sama rasain apa yang kamu nikmati. Karena bagiku, bersamamu dan apapun saat bersamamu, aku merasa bahagia."

"Tapi bukan berarti harus maksa selera kamu sama kek selera aku dong."

"Aku cuma mau, selalu inget apa yang selalu jadi favorit kamu, Beb."

Rengekan dan manjanya sang kekasih membuat Devan semakin merindu. Namun, sesak semakin terasa saat teringat bahwa dirinyalah yang membuat hubungannya berakhir begitu saja.

"Kita udahan ya, Bee?" ucap Devan menghentikan langkah sang gadis.

"Maksud kamu apa, Bee?

"Kita sudahi hubungan kita," ucap Devan dengan melepas tautan tangan sang gadis di tangannya.

"Bee? Jangan bercanda. Ini gak lucu. Aku lagi gak ulang ta..."

"Aku serius, Anin."

Gadis itu melunturkan senyum. Melihat wajah Devan yang terlihat serius, sepertinya ucapan kekasihnya itu bukan prank atau candaan seperti biasanya.

"Bee, ini gak lucu," gadis itu masih berusaha tersenyum. Berharap hal ini adalah bagian keisengan kekasihnya yang suka jahil dan menggoda.

"Aku akan pindah. Jadi, kita udahan."

Dan atas kalimat itu, gadis yang di panggil Anin itu mulai merembang air mata.

"Gak. Kamu bohong. Kamu iseng kan? Kamu jangan jahil, Bee! Aku gak suka!"

"Aku gak bisa lagi sama-sama kamu, Anin. Maaf," lanjut Devan dengan raut wajah yang benar-benar menyesal.

"Kenapa? Kamu udah punya cewe lain? Apa karena aku manja? Kamu merasa direpotin terus sama aku?"

"Enggak. Bukan itu, Anin."

"Lalu apa?"

"Aku harus pindah. Anin."

"Aku janji, gak akan buat kamu repot lagi, Devan. Aku janji gak akan manja. Aku janji."

"Maaf, Anin. Maaf," isak Devan meluruhkan badannya di pintu kamar mandi. Semua ingatan tentang kekasihnya itu selalu membekas di hati selama beberapa tahun ini.

Sakit. Sakit menahan rindu, sakit karena perasaan cintanya yang masih ada untuk seorang Gita Anindya Sasmita.

"Maaf, Anin."

****

Gita terisak tangis, setelah mendengar ucapan sang suami. Kenyataan pahit yang ia terima membuatnya sesak.

"Apa kamu bilang? Cerai? Hahahaha. Tidak akan semudah itu Gita. Aku susah payah mendapatkanmu, dan kamu menyuruhku untuk cerai? Tidak akan!" kata Abimana penuh penekanan.

"Ingat ucapanku baik-baik, Sayang. Kamu itu jaminan, agar orang tuamu mau membantuku. Nanti, nanti aku pasti akan meminta bantuan pada mereka. Untuk sekarang, aku simpan dulu keinginanku untuk bantuan itu," ucap Abimana menekan dagu Gita.

Sedangkan Gita semakin terisak tangis mendengar ucapan Abimana. Kecewa, marah, benci semua bercampur menjadi satu.

"Tega kamu, Mas. Kamu jahat!!!"

"Hahaha. Ya, katakanlah begitu. Biarkan aku jadi jahat untuk saat ini. Tapi ini demi keluargaku. Demi kamu juga. Ingat itu,"

Abimana berbalik meninggalkan Gita. Namun. Langkahnya terhenti dan kembali memandang sang istri.

"Oiya, satu lagi. Aku akan melakukan perjalanan bisnis di luar kota selama beberapa hari. Ingat, jangan kemana-mana. Dan jangan berani-beraninya pergi dariku, Gita Sayang," ucap Abimana mengedipkan satu matanya.

Gita benci melihatnya. Rasanya ia ingin menghilang dari bumi saat ini juga. Tak ada yang bisa dilakukan Gita saat ini. Hanya isak tangis yang yang menghiasi wajahnya akhir-akhir ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 43. Bolehkah egois?

    Abimana menggeram marah ketika mendengar ucapan Sandra yang membuatnya tahu, bahwa Gita hamil dan ia tak tahu sama sekali. "Jadi, kemarin dia di rumah sakit itu, karena..." ucap Abimana terbata. Pikirannya kembali saat melihat tangan Gita yang terluka. Ia mengira, Gita menyayat nadinya karena tahu dirinya hamil anak Abimana dan ternyata Abimana sudah mempunyai istri lagi. Tentu saja hal itu membuat frustasi Gita. "Aku harus menemui Gita. Harus," putus Abimana yang hendak pergi meninggalkan Sandra sendirian. "Berhenti, Abi. Kamu gak bisa pergi gitu aja ninggalin aku! Aku juga istrimu!" larang Sandra menghalangi jalan Abimana. "Gita juga istriku, Sandra! Kamu jangan egois!" geram Abimana kesal. "Satpam! Tutup semua pintu!" teriak Sandra mengundang kedua orang tua Abimana kembali keluar dari kamar. Namun, Danu dan Sekar hanya melihat apa yang dilakukan Sandra. Bagi orang tua Abimana, uang dan perusahaan lebih penting dari cinta. "Pa, Ma. Gita hamil! Kalian akan punya cucu. Cucu ka

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 42. Yang sesungguhnya

    Roda kehidupan itu terus berputar. Tak akan ada yang tahu apa dan bagaimana hidup seseorang akan berjalan. Meski tiap orang selalu berusaha untuk hidupnya yang lebih baik, tapi terkadang hidup berjalan tak sesuai dengan yang diinginkan. Namun, ketahuilah, Tuhan-MU lebih tahu apa yang seseorang butuhkan, dan lebih tahu mana yang baik dan yang buruk untuk hambanya. Hadi sudah memanggil pengacara kepercayaannya untuk mengurus perceraian Gita dengan Abimana. Secepat mungkin ayah Gita itu tak mau kecolongan lagi dan membuat Gita dalam derita."Aku mau perceraian Gita secepatnya selesai, bisa?" tanya Hadi yang diangguki Catur, pengacaranya. "Semua berkas sudah terkumpul bersama bukti-bukti, saya tinggal memprosesnya ke pengadilan besok, Pak," jawab Catur mantap. "Kamu ingat tentang masalah yang aku ceritakan dulu?" tanya Hadi membuat Catur mengingat-ingat. "PT. BIMA adalah perusahaan hasil curian. Berkas dan bukti yang kamu minta sudah saya siapkan. Bisa segera diproses juga?" tanya Ha

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 41. Ketahuan

    Manusia selalu dihadapkan dengan pilihan. Dimana semua pilihan itu ada konsekuensinya. Jika pilihannya benar, ia aman dan bahagia. Namun, jika ia salah memilih, bisa saja kesedihan dan penyesalan yang ada. Gita merasakannya sekarang. Pilihan pertama yang ia buat saat memutuskan menikah dengan Abimana, rupanya membuatnya menelan pil pahit yang harus ia terima. Dan sekarang, ia kembali harus memilih antara bertahan atau berpisah dengan Abimana. "Mari berpisah, Mas." Satu kalimat itu sukses membuat Abimana memerah padam. Satu kata itu sangat ia benci. Apalagi sekarang ia menyadari, ia sangat tidak ingin berpisah dengan Gita. "Sudah pernah kukatakan padamu, Gita. Tidak akan ada kata pisah dalam hubungan kita," ucap Abimana dingin. Rasa sakit akibat pukulan Gibran sudah tak lagi ia rasa. Namun, kesal hatinya sekarang terasa sakit ketika Gita benar-benar meminta pisah darinya. "Aku gak akan ada gunanya untuk kamu, Mas. Lebih baik, kamu jaga istri kamu itu dengan baik," ucap Gita berpali

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 40. Mari berpisah!

    Sandra dilarikan ke rumah sakit karena tak sengaja terkena pukulan dari Gibran. Meski Abimana babak belur karena ulah Gibran, ia tetap berusaha membawa istrinya itu ke rumah sakit. Sedangkan Gibran, laki-laki itu merasa bertanggung jawab karena membuat Sandra pingsan, juga membuat babak belur Abimana. Meski hatinya kesal, tapi tidak pantas juga jika meninggalkan Abimana yang babak belur untuk mengurus istrinya yang pingsan. Namun, kali ini Gibran merasa bodoh. Bodohnya ia malah membawa mereka ke rumah sakit yang sama dengan Gita. "Dasar bodoh! Kenapa gue bawa kesini, sih!" maki Gibran sendiri dalam hati. "Gue anter lo ke UGD aja. Setelah itu gue pulang!" ucap Gibran penuh penekanan. Kesal? Tentu saja. Orang yang ia hajar nyatanya malah ia tolong sendiri. Entah mau bersikap bagaimana, Abimana hanya merasa kakak Gita itu memang baik seperti Gita. Ia merasa keluarga Gita memang keluarga yang selalu tak enak hati pada orang lain. "Pak Gibran. Anda di sini? Nona Gi...""Ssstttt!" Gib

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 39. Kemarahan Gibran

    Devan dan Gibran panik ketika melihat pergelangan tangan Gita bersimbah darah. Bahkan, Devan telah berurai air mata. Pikirannya dipenuhi ketakutan. Hatinya terasa sesak melihat Gita benar-benar lemas dan menutup mata. "Gak, gak mungkin. Anin, bangun, Anin. Kamu gak boleh lakuin ini," panik Devan yang terus menekan pergelangan tangan Gita. Sedangkan Gibran sedang memanggil Dokter, karena ia sudah berkali-kali memencet tombol darurat tak juga Dokter ataupun suster datang. Ketika Dokter datang, Devan dan Gibran segera menunggu di luar ruangan. Gibran tak habis pikir, jika adiknya begitu sulit menerima keadaannya saat ini. Ya, mana mungkin ia akan dengan mudah menerima. Gibran sangat tahu bagaimana sakitnya Gita saat ini. "Van, lo harus tenang. Gue titip Gita sebentar. Gue pergi dulu, menemui Abimana. Gue mau beri pelajaran padanya," ucap Gibran dengan wajah penuh amarah. Devan hanya mengangguk lemah. Tangannya masih gemetar mengingat keadaan Gita tadi. Sungguh demi apapun juga, ia ta

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 38. Perasaan Gita

    Pada umumnya, orang mengatakan bahwa pernikahan tanpa adanya seorang anak itu terasa tidak lengkap. Bahkan, banyak wanita di seluruh dunia mendamba hadirnya seorang anak. Namun, untuk masalah yang Gita hadapi saat ini, benar-benar memporak-porandakan hatinya. Harusnya kabar dirinya hamil dan akan jadi seorang ibu adalah kabar bahagia. Tapi, bolehkah sekarang ia merasa menolak dulu hadirnya anugerah itu?Gita melamun memandang keluar jendela dengan pemandangan malam yang gelap. Air matanya tak henti menetes. Ia juga tahu, jika keluarganya sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, ia bisa apa. Dirinya benar-benar rapuh sekarang. "Gita, makan dulu yuk, Sayang. Kamu belum makan apapun loh," bujuk Ratna yang merasa khawatir dengan kondisi Gita yang semakin lemah. "Untuk apa aku makan, Ma. Bukankah lebih baik mati daripada hidup dengan kesengsaraan seperti i..."PLAK!"Jaga mulut kamu, Gita! Mama gak pernah ajarkan kamu putus asa seperti ini!" Ratna marah dengan air mata yang merebak. Ia sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status