Share

Bab 4. Terungkap

Author: Little Casper
last update Last Updated: 2024-11-04 09:55:29

BRAK!

Gita terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara bantingan pintu. Lebih terkejut lagi saat ia mendapati suaminya yang sedang ia tunggu hingga larut malam itu, kini tengah berjalan sempoyongan.

Setelah bertemu Sandra tadi, keduanya seakan merayakan rencana gila mereka dengan bermain di bar. Dari sana Abimana merasa cukup senang bersama Sandra.

"Astaghfirulloh! Mas Abi?"

"Arrghh!!! Sialan! Sama sekali gak berguna!!" ucap Abimana mengalihkan dengan kasar sambutan tangan dari istrinya.

"Percuma dong aku nikah sama kamu kalau ayahmu gak bisa bantu perusahaanku!" teriak Abimana dengan menatap tajam ke arah Gita.

"Kamu bilang apa, Mas?" Gita sudah berurai air mata menghampiri suaminya. Terheran dengan apa yang baru saja dikatakan Abimana. Konon katanya, ucapan orang di bawah pengaruh alkohol adalah jujur.

"Percuma kamu bilang? Percuma menikah dengan aku, Mas?" Abimana sedikit menegang. Tidak, bukan ini tujuannya. Ia kelepasan bicara demikian. Meskipun benar adanya. Namun setelahnya ia tampilkan smirk menyebalkan dimata Gita.

"Kenapa? Kamu kaget?" tanya Abimana dengan senyuman remeh.

"Jadi selama ini kamu menikah sama aku karena mau manfaatin aku?" lirih Gita menunduk, menggeleng dan memikirkan semua hal yang telah terjadi padanya.

"Dengar, aku hanya berhubungan dengan orang yang bermanfaat buat hidupku. Lalu kamu?" Dengan senyum miring seolah meremehkan Gita, Abimana berjalan sempoyongan dan ambruk di atas kasur.

"Katakan yang sebenarnya, Mas?!!!" cecar Gita yang berusaha membangunkan suaminya.

"YA! BENAR! AKU MENIKAHIMU HANYA MAU MANFAATIN KAMU!!!" teriak Abimana yang sudah dipenuhi amarah. Kepalang tanggung, Gita sudah mendengar ucapannya. Persetan dengan apapun nanti yang akan terjadi pada rumah tangganya. Gita meringis sakit, saat tubuhnya jatuh terjerembab ke lantai. Sedangkan Abimana bergegas pergi meninggalkan Gita.

Tak bisa lagi ia bendung air matanya. Gita terduduk dengan menangis tersedu di sana. Berusaha memeluk dirinya sendiri. Oh, betapa malang nasibnya. Dan mungkin benar, apa kata sang Ayah perihal tidak merestui pernikahannya. Bagaimanapun juga, orang tua seakan tahu mana yang baik dan yang buruk untuk putrinya. Mungkin, inilah firasat yang dirasakan orang tuanya.

"Maafin aku, Pa. Maafin aku, Ma," lirih Gita dalam tangisnya. Rasanya sesak. Menyesal, kenapa ia tak mendengarkan apa kata sang ayah. Kini, Nasi sudah menjadi bubur.

Menjelang pagi. Tubuh Gita serasa remuk redam. Setelah pertengkarannya semalam dengan sang suami, suhu tubuhnya naik. Mungkin karena ia menangis semalaman. Hingga subuh tiba baru bisa ia memejamkan mata. Namun setelah ibadahnya, ia bergegas ke dapur karena harus menyiapkan sarapan.

Setelah beberapa saat berkutat di dapur, Gita mulai menata meja makan. Kepalanya yang pusing serta tubuhnya yang tak sehat membuat pandangannya sedikit buram. Lemas. Itu yang dirasakan Gita.

PYARR!!!

Suara pecahan piring menginterupsi semua anggota keluarga yang mulai keluar dari kamar.

"Ya ampun! Apa yang kamu lakukan, Gita?!" teriak Sekar yang berlari menghampiri Gita.

"Ini kan piring cantik kesayanganku! Ya ampun, Gita! Kamu itu bisa kerja gak sih?!" kesal Sekar membuat Gita tertunduk menahan tangis.

"Kalau kamu gak bisa kerjakan pekerjaan rumah ini ya gak usah dikerjakan. Dari pada bikin rusak semua barang di rumah ini!" sahut Danu yang sudah duduk di kursi kebesarannya.

"Apa? Gak usah dikerjain? Enak aja. Dia itu numpang di sini. Lalu untuk apa dia di sini kalau gak ada gunanya?!" sinis Sekar membuat tangis Gita pecah juga. Pantaskah ia diperlakukan seperti ini?

Gita mengangkat wajahnya dan menatap sang suami. Berharap sang suami membela dan menentang ucapan kedua orang tuanya. Namun, Abimana hanya melengos dan enggan menatap Gita.

Sakit. Sakitnya terasa sampai ke relung jiwa.

"Mas?" lirih Gita. Kenapa kamu diam aja, Mas?" tanya Gita masih menunggu pembelaan dari sang suami.

Sekar berdecak pelan dan memandang sinis ke arah Gita.

"Apa? Mau merengek sama Abimana? Udah deh, gak usah drama. Gitu aja kamu nangis. Udah beresin semua itu. Kali ini Mama maafkan. Tapi tidak dengan lain kali," sinis Sekar memandang Gita, tak suka.

Danu segera melangkah keluar rumah. Enggan menanggapi yang terjadi di sana. Diikuti Sekar yang katanya sudah hilang nafsu makannya. Sedangkan Abimana hanya mendengus kasar, malas juga untuk menjelaskan apapun. Moodnya sudah rusak melihat kekacauan yang dibuat Gita.

"Kenapa? Kenapa kalian membenciku?" lirih Gita dengan isak tangis yang membuat Sekar dan Abimana terhenti langkahnya.

Sekar kembali mendekat ke arah menantunya. "Dalam hidup itu harus ada timbal balik. Bukan hanya soal memberi dan menerima. Apalagi hanya soal cinta, hahaha," Sekar tertawa dan kembali menatap Gita. "Dalam hidup kami, yang tidak berguna ditempatkan di sampah. So, beruntunglah kamu, masih di tampung Abimana," kata Sekar menusuk hati Gita.

Bagaimana mungkin seorang Ibu berkata demikian. Semakin menangis, Gita hanya memandang kepergian Sekar bersama Danu. Lalu beralih menatap sang suami.

"Jadi, kau bohong tentang... mencintaiku?" tanya Gita terbata. Sebisa mungkin ia ingin masih percaya pada suaminya.

Sebenarnya, Abimana merasa bersalah saat ia terbangun di kamar tamu. Mengingat apa yang diucapkannya pada Gita semalam, membuatnya sedikit bersalah pada gadis yang pernah jadi tambatan hatinya. Kini, semua rahasinya terungkap sudah.

"Gita. Menikah denganmu hanya untuk mendapat keuntungan dari keluargamu itu... benar. Aku minta maaf soal itu. Tapi soal mencintaimu, aku pun tidak bohong. Tapi..."

"Bohong! Kamu bohong, Mas! Tega kamu, Mas!Kenapa kamu tega sama aku??? Harusnya kamu batalkan pernikahan kita sebelum aku diusir orang tuaku. Aku jadi begini karenamu, Mas!"

"Aku berusaha menikahimu agar Ayahmu mau membantu perusahaan Papaku yang diambang kehancuran, Gita! Aku pikir tentang kau diusir itu hanya sebuah gertakan. Hah, nyatanya orang tuamu tak sesayang itu padamu, Gita."

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Abimana. Membuat laki-laki itu merah padam menahan marah.

"Kalau begitu, batalkan saja pernikahan ini, Mas. Ceraikan aku!" ucap Gita mantap dengan merembang air mata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 43. Bolehkah egois?

    Abimana menggeram marah ketika mendengar ucapan Sandra yang membuatnya tahu, bahwa Gita hamil dan ia tak tahu sama sekali. "Jadi, kemarin dia di rumah sakit itu, karena..." ucap Abimana terbata. Pikirannya kembali saat melihat tangan Gita yang terluka. Ia mengira, Gita menyayat nadinya karena tahu dirinya hamil anak Abimana dan ternyata Abimana sudah mempunyai istri lagi. Tentu saja hal itu membuat frustasi Gita. "Aku harus menemui Gita. Harus," putus Abimana yang hendak pergi meninggalkan Sandra sendirian. "Berhenti, Abi. Kamu gak bisa pergi gitu aja ninggalin aku! Aku juga istrimu!" larang Sandra menghalangi jalan Abimana. "Gita juga istriku, Sandra! Kamu jangan egois!" geram Abimana kesal. "Satpam! Tutup semua pintu!" teriak Sandra mengundang kedua orang tua Abimana kembali keluar dari kamar. Namun, Danu dan Sekar hanya melihat apa yang dilakukan Sandra. Bagi orang tua Abimana, uang dan perusahaan lebih penting dari cinta. "Pa, Ma. Gita hamil! Kalian akan punya cucu. Cucu ka

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 42. Yang sesungguhnya

    Roda kehidupan itu terus berputar. Tak akan ada yang tahu apa dan bagaimana hidup seseorang akan berjalan. Meski tiap orang selalu berusaha untuk hidupnya yang lebih baik, tapi terkadang hidup berjalan tak sesuai dengan yang diinginkan. Namun, ketahuilah, Tuhan-MU lebih tahu apa yang seseorang butuhkan, dan lebih tahu mana yang baik dan yang buruk untuk hambanya. Hadi sudah memanggil pengacara kepercayaannya untuk mengurus perceraian Gita dengan Abimana. Secepat mungkin ayah Gita itu tak mau kecolongan lagi dan membuat Gita dalam derita."Aku mau perceraian Gita secepatnya selesai, bisa?" tanya Hadi yang diangguki Catur, pengacaranya. "Semua berkas sudah terkumpul bersama bukti-bukti, saya tinggal memprosesnya ke pengadilan besok, Pak," jawab Catur mantap. "Kamu ingat tentang masalah yang aku ceritakan dulu?" tanya Hadi membuat Catur mengingat-ingat. "PT. BIMA adalah perusahaan hasil curian. Berkas dan bukti yang kamu minta sudah saya siapkan. Bisa segera diproses juga?" tanya Ha

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 41. Ketahuan

    Manusia selalu dihadapkan dengan pilihan. Dimana semua pilihan itu ada konsekuensinya. Jika pilihannya benar, ia aman dan bahagia. Namun, jika ia salah memilih, bisa saja kesedihan dan penyesalan yang ada. Gita merasakannya sekarang. Pilihan pertama yang ia buat saat memutuskan menikah dengan Abimana, rupanya membuatnya menelan pil pahit yang harus ia terima. Dan sekarang, ia kembali harus memilih antara bertahan atau berpisah dengan Abimana. "Mari berpisah, Mas." Satu kalimat itu sukses membuat Abimana memerah padam. Satu kata itu sangat ia benci. Apalagi sekarang ia menyadari, ia sangat tidak ingin berpisah dengan Gita. "Sudah pernah kukatakan padamu, Gita. Tidak akan ada kata pisah dalam hubungan kita," ucap Abimana dingin. Rasa sakit akibat pukulan Gibran sudah tak lagi ia rasa. Namun, kesal hatinya sekarang terasa sakit ketika Gita benar-benar meminta pisah darinya. "Aku gak akan ada gunanya untuk kamu, Mas. Lebih baik, kamu jaga istri kamu itu dengan baik," ucap Gita berpali

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 40. Mari berpisah!

    Sandra dilarikan ke rumah sakit karena tak sengaja terkena pukulan dari Gibran. Meski Abimana babak belur karena ulah Gibran, ia tetap berusaha membawa istrinya itu ke rumah sakit. Sedangkan Gibran, laki-laki itu merasa bertanggung jawab karena membuat Sandra pingsan, juga membuat babak belur Abimana. Meski hatinya kesal, tapi tidak pantas juga jika meninggalkan Abimana yang babak belur untuk mengurus istrinya yang pingsan. Namun, kali ini Gibran merasa bodoh. Bodohnya ia malah membawa mereka ke rumah sakit yang sama dengan Gita. "Dasar bodoh! Kenapa gue bawa kesini, sih!" maki Gibran sendiri dalam hati. "Gue anter lo ke UGD aja. Setelah itu gue pulang!" ucap Gibran penuh penekanan. Kesal? Tentu saja. Orang yang ia hajar nyatanya malah ia tolong sendiri. Entah mau bersikap bagaimana, Abimana hanya merasa kakak Gita itu memang baik seperti Gita. Ia merasa keluarga Gita memang keluarga yang selalu tak enak hati pada orang lain. "Pak Gibran. Anda di sini? Nona Gi...""Ssstttt!" Gib

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 39. Kemarahan Gibran

    Devan dan Gibran panik ketika melihat pergelangan tangan Gita bersimbah darah. Bahkan, Devan telah berurai air mata. Pikirannya dipenuhi ketakutan. Hatinya terasa sesak melihat Gita benar-benar lemas dan menutup mata. "Gak, gak mungkin. Anin, bangun, Anin. Kamu gak boleh lakuin ini," panik Devan yang terus menekan pergelangan tangan Gita. Sedangkan Gibran sedang memanggil Dokter, karena ia sudah berkali-kali memencet tombol darurat tak juga Dokter ataupun suster datang. Ketika Dokter datang, Devan dan Gibran segera menunggu di luar ruangan. Gibran tak habis pikir, jika adiknya begitu sulit menerima keadaannya saat ini. Ya, mana mungkin ia akan dengan mudah menerima. Gibran sangat tahu bagaimana sakitnya Gita saat ini. "Van, lo harus tenang. Gue titip Gita sebentar. Gue pergi dulu, menemui Abimana. Gue mau beri pelajaran padanya," ucap Gibran dengan wajah penuh amarah. Devan hanya mengangguk lemah. Tangannya masih gemetar mengingat keadaan Gita tadi. Sungguh demi apapun juga, ia ta

  • Disia-siakan Suami, Diratukan Mantan Terindah   Bab 38. Perasaan Gita

    Pada umumnya, orang mengatakan bahwa pernikahan tanpa adanya seorang anak itu terasa tidak lengkap. Bahkan, banyak wanita di seluruh dunia mendamba hadirnya seorang anak. Namun, untuk masalah yang Gita hadapi saat ini, benar-benar memporak-porandakan hatinya. Harusnya kabar dirinya hamil dan akan jadi seorang ibu adalah kabar bahagia. Tapi, bolehkah sekarang ia merasa menolak dulu hadirnya anugerah itu?Gita melamun memandang keluar jendela dengan pemandangan malam yang gelap. Air matanya tak henti menetes. Ia juga tahu, jika keluarganya sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, ia bisa apa. Dirinya benar-benar rapuh sekarang. "Gita, makan dulu yuk, Sayang. Kamu belum makan apapun loh," bujuk Ratna yang merasa khawatir dengan kondisi Gita yang semakin lemah. "Untuk apa aku makan, Ma. Bukankah lebih baik mati daripada hidup dengan kesengsaraan seperti i..."PLAK!"Jaga mulut kamu, Gita! Mama gak pernah ajarkan kamu putus asa seperti ini!" Ratna marah dengan air mata yang merebak. Ia sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status