Gita diusir oleh kedua orang tuanya, karena tidak direstui menikah dengan Abimana. Ketika pernikahan itu terjadi, Gita menyadari kenapa orang tuanya melarang menikah dengan Abimana. Perasaan Gita makin tak karuan saat sang mantan kekasih yang ia cintai dulu terlalu banyak menawarkan bantuan bahkan juga kasih sayang. Dapatkah Gita lepas dari jeratan pernikahan dengan Abimana? Akankah Gita menerima tawaran mantan kekasihnya untuk membalas perbuatan sang suami? Ikuti kisah mereka.
Lihat lebih banyak"Ah! Sial!!! Aku terlambat!" Makian dan umpatan terus keluar dari mulut Abimana karena ia bangun kesiangan.
"Kenapa kamu gak bangunin aku, sih? Aku kan jadi telat!" kesal Abimana. Gita melunturkan senyum saat menyiapkan sarapan di atas meja. "Loh, Mas. Bukannya hari ini masih libur. Kan ini baru---" "Gak ada acara libur di kamusku ya. Apalagi aku ada urusan penting. Harusnya kan kamu bangunin aku kalau kamu udah bangun tadi," ucap Abimana masih kesal sembari memasang dasi juga arlojinya. Gita tak bisa menjawab apapun ucapan Abimana karena laki-laki terus mengomel tanpa memberinya waktu untuk bicara. "Sudah, aku berangkat dulu. Gara-gara kamu aku telat kan jadinya!" kesal Abimana. "Sarapan dulu, Mas. Aku udah---" "Mana ada aku waktu buat sarapan! Yang bisa aku kena marah Papa di kantor!" "Tapi. Mas..." Terlambat. Abimana sudah pergi masuk ke dalam mobilnya. Bahkan dengan cepat sudah menghilang dari pandangan Gita. Wanita itu terpaku dengan sikap Abimana. Semua berbanding terbalik dari sebelum menikah. Sikap manis Abimana seakan lenyap begitu saja. Ia pikir, karena masih beberapa hari jadi pengantin baru, Abimana akan ambil cuti dan menghabiskan waktu bersama. Namun, ternyata rasanya menjadi seorang istri hanyalah-- luka. Gita menatap nanar ke arah masakan yang ia buat. Ia sengaja bangun pagi demi membuatkan sarapan untuk suaminya. "Wah, ada sarapan istimewa rupanya. Tapi, di rumah ini jarang ada ritual sarapan pagi. Karena pasti semua orang akan sibuk dengan kegiatannya di kantor." Itu suara Sekar. Ibu Abimana. Gita berusaha memasang wajah sumringahnya, menyapa sang ibu mertua. "Sarapan dulu, Ma. Aku udah buatin nasi goreng spesial. Mama mau coba?" "Nasi goreng? Ini masih terlalu pagi untuk konsumsi makanan yang berkalori tinggi. Maaf ya, Sayang. Tapi mama gak biasa sarapan sepert--- em, maksudnya nasi goreng. Sorry, mama ada janji sama temen-temen Mama. Kamu jaga rumah baik-baik ya," ucap Sekar dengan nada yang jika di dengar orang terasa sangat menyebalkan. "Oiya, jangan lupa, itu cucian di belakang sudah menumpuk. Kamu cuci sekalian ya," kata Sekar dengan entengnya dan segera melenggang keluar tanpa menunggu persetujuan Gita yang baru beberapa hari menjadi menantunya. Tak bisa ia bendung lagi, air mata itu jatuh juga. Hari- hari pertama menyandang status seorang istri adalah -- buruk. Demi apapun juga, Gita tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi dalam hidupnya. Kenapa rasanya beberapa hari ini ia seperti pembantu? Menyiapkan makanan, mencuci baju, membersihkan rumah yang lumayan besar ini sendirian. Yah, meskipun tak seluas rumahnya. Namun, agaknya status pembantu di rumah ini lebih pantas disematkan untuk Gita daripada status istri dari Abimana. "Kenapa kamu gitu, Mas?" gumam Gita sambil menghapus air matanya. Mulai membereskan apa yang sudah ia tata di atas meja makan. Lalu kembali ke dalam kamar. Nafsu makannya saja sudah hilang sejak tadi. Rasanya sepi. Tak ada teman. Tak ada kedua orang tuanya. "Abimana bukan laki-laki yang baik, Gita. Papa tidak rela jika kamu menikah dengannya." Teringat ucapan dari sang Ayah yang tak merestuinya menikah dengan Abimana. Ia keras kepala dengan keyakinannya yang sangat mencintai Abimana, hingga tak mempedulikan apa kata kedua orang tuanya. Yang pada akhirnya diusir dari keluarganya, dan di sinilah ia sekarang. Setetes air mata yang jatuh itu ia usap kasar. Baru menyadari bahwa mungkin inilah maksud dari ucapan sang Ayah. "Ma, Pa, aku kangen," lirih Gita yang kemudian sembunyikan wajahnya di balik bantal. Menangis sepuasnya di dalam sana. Tidak, ia tidak mau menjadi lemah. Ia berharap, suaminya itu memang kesal karena kesiangan. Baiklah, ia akan memaklumi Abimana yang tidak libur di hari-hari awal mereka menikah. "Ya, aku gak boleh gini. Aku gak boleh baper. Aku yakin, pulang nanti Mas Abi akan minta maaf karena udah marah-marah sama aku. Dia cuma reflek karena terlambat," ucap Gita meyakinkan diri. ********* Jangan kira karena kamu sudah menikah, kamu jadi lalai sama pekerjaan kamu, Abimana!" seru Danu saat melihat Abimana baru sampai di kantor. Bahkan Abimana belum bernapas dengan lega setelah berangkat buru-buru tadi dari rumah. "Ini semua karena---" "Dan jangan menjadikan istrimu sebagai alasan. Kerja keras, jika kamu ingin semuanya membaik dan kembali seperti semula!" tekan Danu mengundang napas kasar dari sang anak. "Karena belum ada kepastian dari keluarga istrimu itu, kita harus cari investor untuk menyokong dana perusahaan kita lebih dulu. Papa tidak mau mengulur waktu lebih lama. Atau kalau tidak, semua hancur tak bersisa," tegas Danu. Abimana kini duduk di hadapan sang Ayah. "Dan Papa sudah buat janji temu dengan EL Group hari ini. Papa harap, dari sana kita mendapat kabar baik." Abimana mengangguk setuju. "Sepertinya, aku telah salah memilih Gita menjadi istriku, Pa," keluh Abimana mendapat lirikan tajam dari Danu. "Sejak awal Papa sudah bilang, kan?! Kamu itu BODOH!" ucap Danu yang menampakkan kekesalannya. Abimana membuang napas kasar, tidak mengelak apa kata sang Ayah. Niat hati menikah dengan Gita agar Ayah Gita mau membantu perusahaannya. Siapa sangka gadis itu justru diusir oleh keluarganya, yang artinya Abimana tidak akan mendapat apapun dari ayah Gita. "Tenang saja, Sayang. Jika Gita tidak membuahkan hasil. Mama akan carikan wanita yang lebih tajir yang mau membantu perusahaan kita." Tiba-tiba saja Sekar datang membawa seorang wanita glamour dengan segala yang melekat di tubuhnya adalah barang mahal. "Aku mau membantu kalian. Dengan syarat, menikahlah denganku!"Abimana menggeram marah ketika mendengar ucapan Sandra yang membuatnya tahu, bahwa Gita hamil dan ia tak tahu sama sekali. "Jadi, kemarin dia di rumah sakit itu, karena..." ucap Abimana terbata. Pikirannya kembali saat melihat tangan Gita yang terluka. Ia mengira, Gita menyayat nadinya karena tahu dirinya hamil anak Abimana dan ternyata Abimana sudah mempunyai istri lagi. Tentu saja hal itu membuat frustasi Gita. "Aku harus menemui Gita. Harus," putus Abimana yang hendak pergi meninggalkan Sandra sendirian. "Berhenti, Abi. Kamu gak bisa pergi gitu aja ninggalin aku! Aku juga istrimu!" larang Sandra menghalangi jalan Abimana. "Gita juga istriku, Sandra! Kamu jangan egois!" geram Abimana kesal. "Satpam! Tutup semua pintu!" teriak Sandra mengundang kedua orang tua Abimana kembali keluar dari kamar. Namun, Danu dan Sekar hanya melihat apa yang dilakukan Sandra. Bagi orang tua Abimana, uang dan perusahaan lebih penting dari cinta. "Pa, Ma. Gita hamil! Kalian akan punya cucu. Cucu ka
Roda kehidupan itu terus berputar. Tak akan ada yang tahu apa dan bagaimana hidup seseorang akan berjalan. Meski tiap orang selalu berusaha untuk hidupnya yang lebih baik, tapi terkadang hidup berjalan tak sesuai dengan yang diinginkan. Namun, ketahuilah, Tuhan-MU lebih tahu apa yang seseorang butuhkan, dan lebih tahu mana yang baik dan yang buruk untuk hambanya. Hadi sudah memanggil pengacara kepercayaannya untuk mengurus perceraian Gita dengan Abimana. Secepat mungkin ayah Gita itu tak mau kecolongan lagi dan membuat Gita dalam derita."Aku mau perceraian Gita secepatnya selesai, bisa?" tanya Hadi yang diangguki Catur, pengacaranya. "Semua berkas sudah terkumpul bersama bukti-bukti, saya tinggal memprosesnya ke pengadilan besok, Pak," jawab Catur mantap. "Kamu ingat tentang masalah yang aku ceritakan dulu?" tanya Hadi membuat Catur mengingat-ingat. "PT. BIMA adalah perusahaan hasil curian. Berkas dan bukti yang kamu minta sudah saya siapkan. Bisa segera diproses juga?" tanya Ha
Manusia selalu dihadapkan dengan pilihan. Dimana semua pilihan itu ada konsekuensinya. Jika pilihannya benar, ia aman dan bahagia. Namun, jika ia salah memilih, bisa saja kesedihan dan penyesalan yang ada. Gita merasakannya sekarang. Pilihan pertama yang ia buat saat memutuskan menikah dengan Abimana, rupanya membuatnya menelan pil pahit yang harus ia terima. Dan sekarang, ia kembali harus memilih antara bertahan atau berpisah dengan Abimana. "Mari berpisah, Mas." Satu kalimat itu sukses membuat Abimana memerah padam. Satu kata itu sangat ia benci. Apalagi sekarang ia menyadari, ia sangat tidak ingin berpisah dengan Gita. "Sudah pernah kukatakan padamu, Gita. Tidak akan ada kata pisah dalam hubungan kita," ucap Abimana dingin. Rasa sakit akibat pukulan Gibran sudah tak lagi ia rasa. Namun, kesal hatinya sekarang terasa sakit ketika Gita benar-benar meminta pisah darinya. "Aku gak akan ada gunanya untuk kamu, Mas. Lebih baik, kamu jaga istri kamu itu dengan baik," ucap Gita berpali
Sandra dilarikan ke rumah sakit karena tak sengaja terkena pukulan dari Gibran. Meski Abimana babak belur karena ulah Gibran, ia tetap berusaha membawa istrinya itu ke rumah sakit. Sedangkan Gibran, laki-laki itu merasa bertanggung jawab karena membuat Sandra pingsan, juga membuat babak belur Abimana. Meski hatinya kesal, tapi tidak pantas juga jika meninggalkan Abimana yang babak belur untuk mengurus istrinya yang pingsan. Namun, kali ini Gibran merasa bodoh. Bodohnya ia malah membawa mereka ke rumah sakit yang sama dengan Gita. "Dasar bodoh! Kenapa gue bawa kesini, sih!" maki Gibran sendiri dalam hati. "Gue anter lo ke UGD aja. Setelah itu gue pulang!" ucap Gibran penuh penekanan. Kesal? Tentu saja. Orang yang ia hajar nyatanya malah ia tolong sendiri. Entah mau bersikap bagaimana, Abimana hanya merasa kakak Gita itu memang baik seperti Gita. Ia merasa keluarga Gita memang keluarga yang selalu tak enak hati pada orang lain. "Pak Gibran. Anda di sini? Nona Gi...""Ssstttt!" Gib
Devan dan Gibran panik ketika melihat pergelangan tangan Gita bersimbah darah. Bahkan, Devan telah berurai air mata. Pikirannya dipenuhi ketakutan. Hatinya terasa sesak melihat Gita benar-benar lemas dan menutup mata. "Gak, gak mungkin. Anin, bangun, Anin. Kamu gak boleh lakuin ini," panik Devan yang terus menekan pergelangan tangan Gita. Sedangkan Gibran sedang memanggil Dokter, karena ia sudah berkali-kali memencet tombol darurat tak juga Dokter ataupun suster datang. Ketika Dokter datang, Devan dan Gibran segera menunggu di luar ruangan. Gibran tak habis pikir, jika adiknya begitu sulit menerima keadaannya saat ini. Ya, mana mungkin ia akan dengan mudah menerima. Gibran sangat tahu bagaimana sakitnya Gita saat ini. "Van, lo harus tenang. Gue titip Gita sebentar. Gue pergi dulu, menemui Abimana. Gue mau beri pelajaran padanya," ucap Gibran dengan wajah penuh amarah. Devan hanya mengangguk lemah. Tangannya masih gemetar mengingat keadaan Gita tadi. Sungguh demi apapun juga, ia ta
Pada umumnya, orang mengatakan bahwa pernikahan tanpa adanya seorang anak itu terasa tidak lengkap. Bahkan, banyak wanita di seluruh dunia mendamba hadirnya seorang anak. Namun, untuk masalah yang Gita hadapi saat ini, benar-benar memporak-porandakan hatinya. Harusnya kabar dirinya hamil dan akan jadi seorang ibu adalah kabar bahagia. Tapi, bolehkah sekarang ia merasa menolak dulu hadirnya anugerah itu?Gita melamun memandang keluar jendela dengan pemandangan malam yang gelap. Air matanya tak henti menetes. Ia juga tahu, jika keluarganya sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, ia bisa apa. Dirinya benar-benar rapuh sekarang. "Gita, makan dulu yuk, Sayang. Kamu belum makan apapun loh," bujuk Ratna yang merasa khawatir dengan kondisi Gita yang semakin lemah. "Untuk apa aku makan, Ma. Bukankah lebih baik mati daripada hidup dengan kesengsaraan seperti i..."PLAK!"Jaga mulut kamu, Gita! Mama gak pernah ajarkan kamu putus asa seperti ini!" Ratna marah dengan air mata yang merebak. Ia sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen