Share

Bab 3: Malam yang Menyenangkan

Aku keluar dari ruang seni dengan perasaan campur aduk. Tak sengaja mata ini melirik di salah satu titik terdapat El yang sedang meneguk air mineral dengan tatapan mata yang sinis. Sepertinya, ia melihatku mengobrol dengan IO. Ia tidak bereaksi apa pun, bahkan hingga aku turun menuju parkir motor.

Sementara itu di bawah anak tangga, Adel sudah menunggu. Urusannya sudah selesai sehingga ia menungguku di sana. Kami berdua berniat segera pulang karena badan sudah lelah dengan semua drama hari ini. Nam juga sudah sejak tadi chat menginginkan kami secepatnya pulang.

Jarak gedung ke parkiran cukup jauh sehingga kami mengobrol sepanjang perjalanan. Adel bahkan terlalu kepo saat tahu aku sempat berduaan di ruang seni bersama IO. Ia bahkan menyindirku. Aku tahu, Adel ngefans berat dengan IO. Hanya saja, ia tidak memiliki kesempatan untuk bisa bertemu dengan IO.

“Tadi aku cuma ambil tepak saja sebenarnya karena ketinggalan pas praktik bikin topeng. Gak sengaja dia minta ambilkan cat gitu.”

“Ooh ... tapi, kamu senang ‘kan? Apalagi bisa intens berduaan di ruangan sambil ngobrol bareng gitu?” sindir Adel membuatku kurang nyaman.

Aku hanya diam tidak menjawab apa yang dilontarkan oleh Adel. Anak itu bahkan sampai kesal karena sedari tadi aku hanya diam. Entahlah, apa alasanku nanti malam saat pergi dengan IO? Apakah aku terlalu berharap?

“Ning! Motornya bocor. Aduh, mana tambal ban lumayan jauh!” pekik Adel membuatku tersadar dan lumayan panik.

Akhirnya, kami mendorong motor milik Adel itu menuju tambal ban. Hingga mungkin saat beberapa meter kami dorong motor itu, tidak jauh dari kami, tak sengaja kulihat El sedang tertawa terpingkal-pingkal. Aku menarik napas dalam-dalam menahan sabar. Anak ini kalau bercanda sungguh tidak lucu.

***

Aku dan Adele kini sudah di kamar kos sedang melemaskan tubuh. Nam sejak tadi sedang bersih-bersih yang entah kenapa tetiba muntah-muntah lagi. Hal ini membuatku dan Adel saling memandang – menaruh rasa curiga berlebih. Ada rasa kesal di pikiran kami berdua karena sudah dari kemarin kami minta untuk Nam periksa kandungan.

Hingga seseorang mengetuk pintu kamar. Aku tidak terlalu dekat dengannya, tetapi ia menginformasikan satu hal yang membuatku tidak pernah lupa. “Ada IO menunggu kamu Ning di depan.” Begitulah kira-kira yang disampaikan anak itu.

IO menjemputku di sore ini? Apa dia ketiduran? Akantetapi, ada rasa sungkan yang kurasakan saat mengetahui jika IO datang untuk menemuiku. Adel, tetiba saja pamit untuk istirahat di kamarnya. Aura cemburunya benar-benar membuat canggung. Aku menghela napas panjang dan berjalan untuk menemui IO di ruang paviliun khusus tamu. Karena indekos ini khusus putri.

Ada tawa cengengesan yang terlihat saat IO melihatku. “Kamu ... free ‘kan? Aku malas pulang, kebetulan sebentar lagi jadwalku gym. Kamu bawa pakaian ganti saja. Nanti abis gym kita ke exhibition.”

Aku cukup panik sekaligus bahagia. “Kenapa kamu gak telpon dulu, IO? Aku ‘kan bisa mandi dan siap-siap dulu,” ujarku dengan nada sedikit protes.

Khas anak itu adalah tertawa manis. “Ayolah. Di tempat gym ada kamar mandi juga. Bawa saja baju gantinya.”

Aku mengangguk dan meminta IO menunggu sebentar. Kulihat Nam menghampiri IO dengan tatapan yang malas. Sambil menuju ke kamar, samar-samar kudengar Nam bertanya satu hal. “Kamu gak lagi permainkan perasaan temanku ‘kan?”

***

Dalam perjalanan menuju tempat gym, ada satu pertanyaan yang benar-benar menghantuiku sejak di kamar kos. “IO. Dari jutaan wanita di negeri ini, kenapa kamu ngajak aku ke tempat exhibition dan lainnya?”

IO tersenyum khas. “Tidak semua pertanyaan ada jawabannya.”

Aku langsung terdiam tak berkutik. Jawaban dia ternyata susah ditebak. Terlihat ia pun fokus kembali mengendarai Rolls Royce miliknya. Suasana hening tercipta di dalam kabin mobil mewah tersebut. Aku pun sungkan untuk bertanya kembali. Beberapa kali kulirik pakaianku, rasanya terdapat gap yang terlalu jauh di antara kami. Buru-buru aku sadar diri. Tidak mungkin IO menyukaiku. Anak pengusaha 3 perusahaan batu bara masa iya menyukai gadis kalangan bawah. Lagi-lagi aku menghela napas panjang. Gusar rasanya hingga aku memperbaiki posisi duduk berkali-kali.

“Kamu kenapa, Ning? Joknya gak nyaman, ya?” tanya IO sesekali menoleh.

Aku menggeleng kecil. “Kamu gak malu ngajak aku IO?”

Lagi-lagi IO tertawa, renyah sekali sebenarnya. “Apa sih? Malu kenapa? Kamu minder karena jalan sama aku?”

Tetiba aku terdiam, kata-kata IO seperti menegaskan sebuah gap di antara kami berdua. Entah aku seperti kehabisan kata-kata. Lihatlah interior mobil ini, bahkan aku takut celana yang kupakai mengotori jok mobil miliknya. Belum lagi tatapan wanita-wanita di luaran sana, saat tahu aku bersama IO di dalam mobil ini. Entah akan seliar apa pikiran mereka mengenai hal ini.

IO tetiba memegang salah satu bahuku. “Ning, Aku sama denganmu. Aku hanya pemuda biasa yang tidak bisa memilih untuk terlahir dari rahim ibu yang mana. Aku memiliki segudang strugle seperti halnya orang-orang. Aku juga memiliki presure yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.”

“Bukannya kamu tinggal hidup enak ya?”

IO kini berwajah serius. Tidak ada senyum lagi dari raut wajahnya. “Ning, jika terlahir dari kalangan biasa, tugasnya hanya berjuang dan mencapai titik yang lebih tinggi dari orang tuanya. Sedangkan bagi anak-anak yang terlahir dari kalangan atas, presure kami lebih berat. Kami harus bisa mencapai titik yang entah di mana letak titik itu berada. Sebuah pencapaian yang tiada habisnya. Mempertahankan dan terus menaikkan level lebih dari orang tua kami.”

Penjelasan IO membuatku mengatupkan rahang. Aku paham seberapa berat anak-anak yang terlahir dari kalangan atas. Karena tidak ada titik pasti di mana mereka harus berhenti dan puas. Jika tidak begitu, maka harta akan cepat habis. Aku mengembuskan napas panjang. Bersyukur jika aku dilahirkan di kalangan biasa-biasa saja. Setidaknya, itu yang membuatku sedikit lega.

***

Di tempat Gym, aku cukup kaget karena tetiba saja seorang instruktur menggandengku dan memberikan pelatihan olahraga. IO ternyata menyewa pelatih selama aku di gym sore itu. Bahkan aku juga diberikan saran nutrisi apa saja agar memiliki badan yang proporsional.

Di sela-sela latihan, kulirik ke arah IO berada. Dia sedang sibuk mengolah fisiknya di bagian dada. Ada seseorang yang menghampirinya. Setelah dilihat-lihat ternyata itu Arkana. Member dari trio El, IO, dan RK. Jika RK dan IO berada di sini, lantas di mana El? Aku langsung mengembuskan napas. Bisa-bisanya memikirkan anak tengil itu.

Aku kena tegur pelatih itu karena melamun. Mungkin satu jam setelah aku bercucuran keringat barulah pelatih itu memintaku istirahat. Perlahan, aku berjalan mendekati IO dan RK. Sebenarnya aku takut karena merasa tidak pantas. Hanya saja, sejak tadi IO melambaikan tangannya, memintaku menghampirinya.

Ada tatapan tak percaya yang dilihatkan RK saat aku datang. Anak ini badannya lebih besar dibanding El maupun IO. Kulitnya juga lebih putih dengan ras chinese mengalir dalam dirinya. Dia juga tidak kalah dari IO. Digemarin fans dan dari kalangan kaum jetset.

Anak itu tetiba saja memberikan tangannya kepadaku untuk bersalaman. Aku cukup kaget karena dia mau membuka diri denganku. “Kau anak Saintek ya? Kayaknya aku gak pernah lihat kalau nongrong di fakultas ini,” tanya RK dengan air mukanya sedikit berpikir.

IO mengembuskan napasnya. “Kau hanya ngecengin dosen muda atau mahasiswi baju ketat aja.”

RK menatap sinis IO. Kemudian ia seperti menemukan sebuah jawaban dari berpikirnya sejak tadi. “Oh iya dia ini yang sering dibahas El akhir-akhir ini ‘kan IO? Itu anak obsesi banget denganmu Ning.”

Tetiba saja IO terlihat badmood. Air mukanya tidak bisa menyembunyikan ketidak sukaan ketika RK membahas El di depanku. “Kau mandi dulu saja, Ning. Abis ini kita cari makan lalu ke pameran seni.”

RK tersenyum melihat reaksi IO. Aku malah penasaran dengan apa yang diucapkan RK tadi. “Obsesi apa yang kamu maksudkan, RK? Anak tengil itu selalu menindasku.” Aku menaruh rasa curiga mendalam. Hal ini membuat IO sangat tidak nyaman hati.

“Aku mandi duluan ya,” ujar IO pergi begitu saja dengan air muka yang ditekuk.

RK hanya diam dan menghela napas panjang. Kemudian ia mengekor IO menuju kamar mandi. Sepertinya ada sesuatu yang mereka bahas di belakangku. Aku pun berusaha berpikir positif dan berjalan menuju kamar mandi wanita.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status