Luna menatap layar ponselnya yang sudah dia matikan sejak keluar dari rumah siang tadi. Wanita yang sudah berganti pakaian dengan kaus hitam polos dan celana pendek berwarna abu-abu itu mengambil benda pipih itu dan merebahkan diri di atas kasur.“Haruskah aku menghidupkannya? Aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun, tetapi apa yang dikatakan Mas Aldi cukup menggangguku juga,” gumam Luna sembari menatap langit-langit kamar hotel yang bernuansa putih dan coklat itu.Berbagai kemungkinan buruk mendadak memenuhi kepala Luna. Bagaimana kalau apa yang dikatakan Aldi benar dan pria mencurigakan itu memang mengincarnya?Luna beranjak dari tempat tidur dan menuju pintu kaca yang tertutup. Perlahan, tangannya memutar kenop pintu yang langsung menuju balkon di depan kamarnya. Luna melangkahkan kakinya dengan rasa ragu yang tidak bisa dia sembunyikan.“Woah, kenapa terlihat tinggi sekali?” tanya Luna sembari menatap parkiran mobil dan rentetan kafe yang berada di seberang hotel. Dalam piki
Luna mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha memastikan kalau dia tidak salah melihat bahwa pintu kaca yang hanya berjarak beberapa langkah dari tempat tidur itu sudah tidak lagi terkunci. Namun, bagaimana caranya pintu itu bisa terbuka? Sementara Luna ingat betul kalau dia sudah menguncinya sebelum menonton film. [“Halo, Ibu Luna? Apakah ibu masih mendengar suara saya?”] Suara resepsionis hotel dari seberang telepon kembali menyadarkan Luna. “Iya, mba, saya masih dengar,” jawab Luna pelan. Wanita itu kembali terdiam sejenak. Kepalanya langsung terasa pening setelah mimpi buruk tadi. [“Baik bu, bagaimana jika kirimannya kami antarkan saja ke kamar ibu? Apa ibu setuju?”] tanya resepsionis itu dengan nada suara yang sangat tenang, berbeda jauh dengan Luna yang merasa sangat tegang. “Ba—baik mba, silakan diantar saja,” jawab Luna terbata-bata. Kepalanya dipenuhi berbagai kemungkinan tentang barang apa yang akan dia dapatkan. Luna meraih ponselnya kembali dan menimbang-nimbang b
Aldi menatap pria berperawakan tinggi kurus di depannya dengan raut gelisah. Meski begitu, Aldi tetap berusaha bersikap sopan dan mempersilakan pria itu untuk duduk.“Lihat ini.” Pria yang masih mengenakan setelan jas lengkap itu meletakkan sebuah ponsel yang memperlihatkan halaman berita.Aldi menatapnya sejenak sebelum meraih ponsel itu. “Film terbaru Reno sudah menembus satu juta penonton dalam waktu tujuh hari,” ucapnya membaca headline berita tersebut.“Ada apa om?” Aldi segera mengalihkan perhatiannya pada pria yang merupakan adik dari mendiang ibunya, yaitu Om Bayu.“Pasti ada sesuatu yang ingin om sampaikan padaku bukan? Tidak hanya tentang berita ini,” sambung Aldi sembari menyampirkan jas hitamnya ke sisi kursi.“Apa benar kalau beberapa hari lalu kamu terlibat keributan dengan keluarga Reno?” Bukannya menjawab pertanyaan Aldi, pamannya itu malah balik bertanya.Aldi menundukkan kepala sejenak sebelum menganggukkan kepalanya dengan enggan. “Maaf, om, tetapi Aldi terpancing e
Aldi membelokkan setirnya ke arah parkiran hotel yang baru saja dia datangi siang tadi. Pria yang kini hanya mengenakan kemeja putih yang sudah tergulung setengah dan celana hitam panjang itu segera keluar dari mobil dan berjalan memasuki lobi hotel.Langkahnya terhenti sejenak ketika berada di lobi dan mendapati resepsionis dengan name tag bertuliskan ‘Inggit’ itu tengah menghubungi seseorang melalui telepon. Dalam hatinya, Aldi berharap wanita bersanggul itu sedang bicara dengan Luna dan menenangkannya, tetapi Aldi tidak punya banyak waktu untuk sekadar memastikannya. Saat ini, keselamatan Luna adalah prioritas utamanya. Aldi menekan tombol lift dengan gelisah. Bayangan-bayangan buruk sudah memenuhi pikiran Aldi, ditambah lima menit sebelum dia tiba di hotel ini, sambungan teleponnya dengan Luna terputus secara mendadak dan Aldi masih belum berhasil menghubungi Luna kembali.Pria berambut ikal itu mempercepat langkahnya begitu kakinya menginjak bagian luar lift. Posisi kamar Luna
Aldi membuka pintu kamar yang ditempati Luna dan mendapati wanita itu masih berada di atas tempat tidur dengan tatapan kosong. Aldi menatapnya dengan penuh rasa iba. Beberapa hari belakangan pasti terasa sangat berat bagi Luna. Dimulai dari kekerasan yang dia dapat, keributan di rumah sakit dan rumah Reno, pertengkaran dengan orang tuanya hingga terror mendadak yang belum pernah terpikirkan olehnya.Perhatian Aldi segera teralihkan begitu mencium bau yang tidak enak dari atas meja di kamar hotel Luna. Pria berambut ikal dengan kemeja yang sudah berantakan itu mendekat dan mendapati sebuah buket yang dibuat dari berbagai macam bunga busuk. Sebelah tangannya mengepal dan Aldi meninju pelan meja di depannya.Tepat saat itu, Aldi mendengar keributan kecil di dekat pintu kamar Luna. Menyadari dari mana suara itu berasal, Aldi segera mengambil foto dari buket itu dan bergerak mendekati pintu kamar yang setengah terbuka.“Ambil ini!” Aldi melemparkan buket itu tepat ke arah Lucas yang ternya
Aldi berjalan keluar dari mobilnya dan memasuki kantor dengan perasaan tidak menentu. Kemarin, Luna memintanya untuk berada di kamarnya sebentar tanpa melakukan apapun. Luna hanya meminta Aldi untuk duduk di sampingnya selama beberapa menit sementara wanita itu menangis dan berkeluh kesah tentang kehidupan pernikahannya yang sangat buruk.Luna juga sempat menunjukkan gambar yang dikirim Reno. Pria sombong itu ternyata sangat kalut dengan berita simpang siur yang muncul tentang rumah tangga keduanya, karena itulah Reno sampai menyuruh Lucas untuk meneror Luna.“Aku benar-benar harus membantunya,” gumam Aldi dengan percaya diri. Pria berambut ikal itu kini sudah berganti pakaian dengan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu dan celana panjang berwarna hitam setelah sebelumnya menyempatkan pulang sebentar ke rumahnya.“Wah, lihat siapa yang ada di sini.” Suara seseorang yang tidak asing segera membuat Aldi menoleh dan meringis kecil begitu mendapati Reno berada di belakangnya. Aktor tampa
Aldi menatap pantulan wajahnya dari cermin di dalam mobil sembari meringis pelan. Reno berhasil memberikan dua luka lebam yang terlihat cukup jelas di wajahnya. Aldi terpaksa memakai masker sepanjang hari karena itu, sementara yang dia dengar, Reno segera diantar pulang oleh Angga dan mendapatkan perawatan karena lukanya. Manager Reno itu juga berulang kali meminta maaf pada Aldi atas apa yang sudah dilakukan oleh artisnya. Pria berambut ikal itu tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika nama Luna berada dalam panggilan masuk di ponselnya. Dalam hitungan detik, Aldi segera mengangkat telepon itu. “Halo, selamat sore,” sapa Aldi dengan suara ceria. Setelah melalui hari yang panjang dan melelahkan, mendengar suara Luna yang lembut membuat Aldi gagal menahan rasa senangnya. [“Mas, sudah pulang dari kantor? Tadi Mas Reno kirim pesan dan bilang baru saja bertemu dengan Mas Aldi. Apa mas tidak apa-apa?”] Suara Luna terdengar sangat khawatir. “Iya, saya tidak apa-apa. Kamu sudah makan?
Luna membuka matanya perlahan ketika mendengar suara bel rumah yang cukup nyaring. Manik hitamnya masih berusaha mempelajari ruangan bernuansa abu-abu yang kini dia tempati. Ruangan itu cukup besar, dengan sebuah lemari dua pintu di pojok ruangan, nakas kecil di sisi tempat tidur, sebuah meja panjang dan televisi yang tergantung berada tepat di depan tempat tidur, sementara di pojok ruangan terdapat kamar mandi yang juga cukup luas.Wanita yang kini mengenakan piyama berwarna biru muda itu mengurut kepalanya perlahan. Setelah membahas soal rencana kepindahannya kemarin, Luna akhirnya menyetujui ajakan Aldi untuk sementara waktu tinggal di rumahnya. Menurut Aldi, saat ini itulah tempat satu-satunya yang tidak mungkin terlacak oleh Aldi. Pasalnya, tidak ada yang mengetahui lokasi rumah Aldi selain pamannya seorang yang dia panggil Om Bayu.“Aku tahu Mas Aldi memang pernah hidup kesulitan setelah ibunya meninggal, tetapi ternyata sekarang sudah bisa punya rumah sebesar ini ya,” gumam Lun