DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUA
Part 1
Aku terhenyak, saat suamiku Mas Yoga berucap pelan tetapi tegas, dan matanya menatap tajam.
"Hari ini juga, aku jatuh, 'kan talak satu padamu, Dek." Hanya itu ucapnya.
"Demi Tuhan, itu tidak benar, Mas ... itu semua rekayasa, aku tidak mungkin berbuat serendah itu," jelasku dengan nada mengiba kepada Mas Yoga, sambil kugenggam tangannya, tetapi suamiku itu diam saja. Mengibaskan pelan seolah tidak lagi peduli, kemudian bergegas pergi keluar rumah sampai suara deru mobilnya tidak lagi terdengar.
"Kamu sudah dengar, 'kan, Yoga bilang apa? Sekarang cepat kemasi barang-barangmu, jangan sampai ada yang tertinggal," ucap ketus ibu mertuaku, dengan senyum kemenangan menghiasi bibirnya.
Aku segera bangkit berdiri dari tempat dudukku, sofa ruang tamu berwarna kelabu, tempat di mana aku dijadikan "tersangka" pada sesuatu hal yang tidak pernah kulakukan.
"Sudah cepetan! Tapi ingat yah, hanya pakaian mu saja yang kau bawa," sindir Henny, kakak iparku. Yah, aku disangkakan punya hubungan dengan pria lain lewat fitnah keji yang dilakukan ipar dan ibu mertuaku. Menghasut Mas Yoga agar mau menceraikan aku, lewat skenario jahat yang sudah mereka rencanakan.
"Tega sekali Ibu dan Kak Henny memfitnah aku, apa salahku, Bu?"
"Kamu mau tahu, salah kamu apa?" tanya balik ibu mertuaku. Aku mengangguk menatap wajah mereka berdua.
"Karena kamu mandul!" sentaknya, telunjuk tangannya mengarah tepat ke wajahku. Sekali lagi aku terhenyak, aku tersadar jika selama ini aku yang selalu direndahkan dan dihinakan mereka. Bukan hanya karena pernikahan kami yang belum mendapatkan keturunan, tetapi perbedaan derajat sosial pun sering kali mereka permasalahkan, dan sebenarnya dari situlah awal kebencian mereka berasal.
"Tahu dari mana jika aku yang mandul, bisa saja anakmu sendiri yang mandul!" bentakku, sambil kutunjuk wajah mertuaku. Yah, aku harus melawan sekarang, toh saat ini posisiku sudah diceraikan, jadi tidak ada lagi yang harus aku khawatirkan.
Paras ibu mertua dan kakak iparku terlihat kaget, mungkin mereka tidak menyangka, aku yang selama ini bagai "Upik Abu" yang hanya diam saat dibentak dan ditindas, ternyata sekarang bisa melawan. Aku sudah lelah bersikap sopan dan selalu mengalah terhadap mereka. Yang ada, aku selalu ditindas.
"Yah jelas kamu yang mandul'lah! Atika!"
Kau lihat sendiri, kakak-kakaknya Yoga yang lain. Henny anaknya dua, Wulan anaknya malah tiga, dan aku jika anakku yang dua tidak meninggal, seharusnya sudah punya lima anak, jadi yah tidak mungkin jika Yoga yang mandul!" teriaknya keras, tidak senang ia sepertinya, jika aku membalikkan ucapannya."Lagi pula, bagaimana mungkin aku bisa punya anak, jika anakmu itu memberikan nafkah batin buatku saja tidak sanggup!" sentakku lagi, tidak kalah kerasnya dari ucapan ibu mertuaku. Terperangah mereka, kedua mata mereka melotot seperti tidak percaya, dengan apa yang mereka dengar. Hal-hal rahasia rumah tangga yang selama ini aku tutup rapat-rapat terhadap siapapun, bahkan dengan orang tuaku sendiri, hari ini akhirnya kutumpahkan juga.
Mas Yoga memang bermasalah dengan kejantanannya.
"Kurang sabar apa aku, hampir empat tahun hidup bersama anakmu, yang tidak mampu menjadi seorang lelaki sejati!" sindirku lagi.
"Dasar wanita pembohong, sudah miskin, tukang fitnah lagi!" Hinaan dari mulut Henny kembali terdengar lagi.
"Kau tanyakan saja nanti pada adikmu yang lemah itu." Wajah si Henny kali ini yang kutunjuk-tunjuk. Semakin pucat saja wajahnya terlihat.
"Jika dengan wanita lain, mungkin anak dan adik kalian sudah ditendang saat baru berumah tangga."
Aku segera berlalu meninggalkan mereka, yang masih diam termangu saat kutinggalkan tadi. Segera berkemas memasukkan semua pakaianku ke dalam dua tas besar. Ingin segera meninggalkan rumah besar ini, aku di sini bukan sebagai menantu, tetapi tidak lebih dianggap sebagai pembantu.
Kuakui, Mas Yoga adalah suami yang baik, walaupun seringkali dihasut dan panas-panasi oleh kedua nenek sihir tersebut. Aku berusaha memaklumi kelemahannya, menemaninya berobat tanpa sepengetahuan ibu dan saudara-saudaranya. Tapi kali ini, Mas Yoga benar-benar termakan fitnahan mereka. Mungkin dia juga marah dengan kelemahannya sendiri, lalu kehilangan akal untuk menaikkan harga dirinya.
Bahwa dia tetap lelaki, yang berhak memberikan cerai.Semua pakaianku sudah selesai kumasukkan, saat kepala ibu mertuaku terlihat melongok ke dalam kamarku. Wajahnya terlihat berbeda, tidak seperti biasanya. Pelan sekali dia berucap.
"Kamu tidak usah pergi yah, Atika."
Part 2"Kamu jangan pergi ya, Atika."Wajah mantan ibu mertuaku kenapa jadi terlihat manis begini, padahal biasanya selalu sinis dan bengis. Ada kesan seperti salah tingkah si nenek sihir tersebut, akan sikap yang ditunjukkannya kepadaku."Ibu barusan bicara apa, aku tidak dengar?" ujarku, berpura-pura tidak tahu apa yang tadi dia utarakan, sembari mengangkat satu tas besar yang berisi pakaian ke atas ranjang tidur. Mantan ibu mertuaku lantas menghampiri, membantu menaruh satu tasku lagi di atas ranjang tidur.'Tumben' bisik bathinku."Ibu bilang, kamu tidak usah pergi, Atika," ucapnya lagi, lembut terdengar, bahkan seperti memaksakan tersenyum. Aku yang tidak pernah melihat dia tersenyum padaku, malah jadi terkesan seram melihatnya, karena paras wajahnya jadi terkesan aneh. Lebih terlihat seperti menyeringai."Ibu bilang, aku tidak usah pergi? Aku tidak salah dengar, Bu?" tanyaku agak heran."Bukannya tadi Ibu yang mengusir aku untuk pergi?" tanyaku lagi, penasaran, ingin mendengarka
DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUAPart 3"Berarti kamu bersedia untuk tidak jadi pergi, kan Atika?" tanyanya lagi, masih terdengar lembut."Tergantung," ujarku santai saja, sambil menutup reslting tas, menoleh pun tidak kepadanya."Asal kamu jangan pergi meninggalkan Yoga, dan berjanji untuk tidak menceritakan tentang penyakitnya kepada orang lain, ibu akan ikuti," ucapnya, wajahnya menoleh sesaat kepadaku yang masih berdiri di depannya. Beberapa saat kemudian, nenek sihir yang satunya lagi ikut masuk ke dalam kamar. Henny, mahluk si pemakan segala. Tubuhnya terlihat bulat, tidak pernah dipakai untuk bergerak dan bekerja keras, karena dia pikir mungkin karena ada aku. Babu gratisnya.Gerak tubuh Henny pun terlihat canggung, senyum di wajahnya mirip persis dengan ibu mertuaku, terlihat menyeramkan. Karena penuh kesandiwaraan dan kepura-puraan. Melakukannya karena sebuah keterpaksaan, bukan karena ketulusan yang berasal dari hati. Jadi senyumnya terasa hambar."Kamu masuk ke kamarku,
DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUAPart 4"Kesini, kan gelangku!" sentakku bengis. Nyonya besar itu dengan ragu-ragu mulai melepaskan gelang emasnya satu per satu. Wajahnya terlihat cembetut, seperti tidak rela melakukannya, lalu memberikan gelang itu dengan wajah yang terlihat jengkel, sedikit mengerucut bibirnya. Kuambil cepat gelang itu dari tangannya.'Bodo amat, emang gue pikirin' sinisku dalam hati. Sekarang ini, aku hanya berusaha meminta sesuatu yang memang sudah menjadi hakku, yang sudah dirampas seenaknya oleh mereka berdua selama hampir empat tahun, dan aku dulu hanya diam membiarkan saja kedzaliman itu mereka lakukan terhadapku."Surat-suratnya mana, Buk?" tanyaku lagi, sambil melihat-lihat gelang yang kupegang. Kembali si nyonya besar itu diam saja, tidak menyahut. Wajahnya masih tertekuk, matanya menatapku tajam. Kilat amarah dan kebencian terpancar dari sana. "Aku hanya minta hakku, loh, Buk, bukan merampas milik Ibu," jelasku lagi. Mantan ibu mertuaku diam saja, lal
DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUAPart 5"Auuwww ....!"Si pemakan segala itu menjerit kesakitan saat telapak tanganku menamparnya sangat keras. Telapak tangan yang sudah bekerja sangat keras di rumah ini. Terlihat memerah kulit wajahnya yang terkena tamparan. Berhenti langkahnya sebelum sempat menyentuh tubuhku. Telapak tangannya lantas menutupi pipinya yang memerah, mukanya nampak meringis kesakitan dan matanya mulai meremang, kemudian si omnipora itu mulai menangis.'Cengeng' rutuk bathinku.Si Mantan ibu mertua lantas mendekati putri manjanya, menatap tajam ke arahku. Tubuhnya gemetar dan wajahnya menyimpan kemarahan, jemari tangannya terlihat mulai mengepal."Ibu mau coba-coba juga." Kutantang dan menatap balik wajahnya. Perlahan dia mulai mengendurkan urat lehernya."Henny yang ingin menyerangku terlebih dahulu, dan aku hanya membela diri. Ibu juga bisa lihat sendiri,'kan?" ujarku membela diri.Perempuan paruh baya itu diam saja sembari menenangkan si putri manjanya."Walau t
DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUAPart 6"Heiii .... Henny, mana?" panggil si perempuan pengerat itu. Kuacuhkan saja, tidak kuhiraukan sembari terus memasukkan dan merapikan pakaianku ke dalam lemari."Hei! Aku panggil kamu, Henny di mana?" tanyanya lagi. Aku lalu menengok ke arahnya, berpura-pura seperti tidak ada orang di depan pintu kamar."Ada suara, tetapi nggak ada orangnya, mungkin ada Setan Pengganggu di sini," ucapku dengan sedikit keras. Sengaja kulakukan agar si betina penganggu itu ikut mendengar. Lalu kembali membelakanginya sambil terus sibuk memasukkan pakaian ke dalam lemari pakaian."Kurang ajar kamu, ya, nggak punya sopan santun!" pekiknya, aku tidak tahu seperti apa raut wajahnya, tapi dari lengkingan suaranya, sepertinya dia marah besar dan tersinggung.'sebodo amat' bathinku, terus saja mengacuhkannya, kuanggap dia tidak pernah ada di kamar ini. Terus saja melanjutkan aktivitasku."Hei! Atika! Kamu jangan pura-pura budek, ya!" sentaknya lagi. Aku lalu menoleh ke
DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUABagian 7Erna, wanita pengganggu rumah tangga orang yang mengaku bermartabat itu berucap pedas dan menusuk. Kuberbalik badannya menatap tajam, ada Henny di sampingnya, dan kemungkinan besar Henny juga yang bercerita tentang talak yang sudah Mas Yoga hadiahkan untukku."Tadi Mbak Erna ngomong apa?" tanyaku, tetap berusaha baik-baik terlebih dahulu. Baru kugiles seperti cucian kotor."Aku bilang, Kamu perempuan kampung yang tidak punya malu! Sudah dicerai Mas Yoga, tapi masih mengaku-ngaku sebagai istrinya." Suaranya malah terdengar semakin keras."Memangnya, Anda punya malu?" Kuberbalik bertanya kepadanya."Jelas dong. Aku lebih berpendidikan daripada kamu, jadi aku lebih paham apa itu rasa malu," jawabnya cepat, wajahnya mendongak angkuh. Merasa derajatnya lebih tinggi dibandingkan aku. "Berusaha mendekati pria yang sudah beristri, apa itu termasuk punya malu?" sindirku pelan."Mendatangi suami orang tanpa mengenal waktu, lalu bermanja-manja di dep
Semangkok mie ayam ditambah bakso dan es campur menemaniku, selepas menjual dua gelang emas tadi di pasar. Untung saja harga emas sedang naik, jadi saat dijual tadi harganya tidak jauh berbeda dengan yang di kwitansi pembelian, walaupun per gram emasnya mendapatkan potongan 10 ribu. Dompetku penuh uang, hasil dari menjual emas tadi. Justru yang membuat saya bingung, harus diapakan uang tersebut. Ingin mengirim uang ke ibu di kampung, satu pun tidak ada yang punya rekening bank, baik ibu, maupun ke dua adikku, sementara bapak sudah sepuluh tahun yang lalu pulang.Keberadaanku di kota ini pun, karena diajak tetangga rumah di kampung, untuk ikut bekerja di pabrik, tempat di mana dia sudah bekerja terlebih dahulu, dan posisi pabrik waffer tempatku bekerja dulu, tidak terlalu jauh dari pasar tempat kumakan mie ayam sekarang ini. Mas Yoga dulunya adalah atasanku di pabrik wafer tersebut. Jabatannya sebagai manager produksi, sedangkan saya hanyalah karyawan operator biasa. Tetapi setelah p
DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUAPart 9Menjelang sore, aku kembali pulang sembari membawa sebungkus mie ayam dan dua bungkus es campur, untuk mantan ibu mertua dan dua anaknya Henny. Kembali menaiki angkutan kota berwarna merah yang banyak menunggu penumpang di depan pasar. Bisa dikatakan, pasar yang aku kunjungi tersebut adalah pangkalan akhir angkot yang kunaiki.Sesampainya di rumah, sepertinya Erna masih berada di dalam, karena kendaraan yang dipakainya masih terparkir di halaman rumah, dan benar saja, baru saja masuk ke ruang tamu, terlihat mereka sudah berkumpul di situ.Tiga nenek sihir berkumpul bersama, sepertinya mereka semua memang sengaja menunggu kepulanganku, dan dua tas besar milikku juga terlihat di situ. Kucoba bersikap tenang, sembari berteriak memanggil dua anak Henny, yang sangat senang menerima pembelian dariku, sekalian dengan mie ayamnya kuberikan untuk mereka berdua."Tasku, kenapa ada di luar?" tanyaku, santai saja. Lalu mendekati dan duduk di kursi depan