공유

Part 2. Jangan Pergi

작가: Pena Asmara
last update 최신 업데이트: 2023-01-11 08:57:58

Part 2

"Kamu jangan pergi ya, Atika."

Wajah mantan ibu mertuaku kenapa jadi terlihat manis begini, padahal biasanya selalu sinis dan bengis. Ada kesan seperti salah tingkah si nenek sihir tersebut, akan sikap yang ditunjukkannya kepadaku.

"Ibu barusan bicara apa, aku tidak dengar?" ujarku, berpura-pura tidak tahu apa yang tadi dia utarakan, sembari mengangkat satu tas besar yang berisi pakaian ke atas ranjang tidur. Mantan ibu mertuaku lantas menghampiri, membantu menaruh satu tasku lagi di atas ranjang tidur.

'Tumben' bisik bathinku.

"Ibu bilang, kamu tidak usah pergi, Atika," ucapnya lagi, lembut terdengar, bahkan seperti memaksakan tersenyum. Aku yang tidak pernah melihat dia tersenyum padaku, malah jadi terkesan seram melihatnya, karena paras wajahnya jadi terkesan aneh. Lebih terlihat seperti menyeringai.

"Ibu bilang, aku tidak usah pergi? Aku tidak salah dengar, Bu?" tanyaku agak heran.

"Bukannya tadi Ibu yang mengusir aku untuk pergi?" tanyaku lagi, penasaran, ingin mendengarkan jawabannya. Mantan ibu mertuaku itu terdiam sesaat, senyum aneh itu masih menghiasi bibirnya.

"Kasihan Yoga, Atika, nggak ada yang ngurus." Mantan ibu mertuaku itu lalu duduk di atas kasur, tubuhnya menghadap langsung ke arahku.

"Pembantu jadi kurang satu yah, Bu, jika aku pergi dari rumah ini," celetukku cepat.

"Iya ... ehh, bukan, bukan." Keceplosan Mak Lampir itu menjawab, bahkan setangkup jemari tangannya sampai menutupi mulutnya, lalu kembali tersenyum sok manis.

"Kamu itu Menantu di rumah ini, Ibu tidak pernah menganggapmu seperti pembantu. Kamu saja yang salah paham sama ibu," ucapnya lagi, kembali bermanis-manis kata.

'Basi!' ungkap bathinku.

Padahal biasanya, kata-katanya tajam bagai menikam jantung. Seolah-olah aku ini wanita yang tidak dikasih Tuhan hati dan perasaan. Mungkin dianggapnya, aku tidak bisa membedakan, mana ucapan serius dan yang mana cuma kepura-puraan, dan yang diucapkan Mak Lampir tadi adalah sebuah kepura-puraan.

"Sudahlah, Bu, tidak usah lagi bersandiwara di depanku. Aku tahu, Ibu hanya pura-pura saja," sindirku, lalu beralih ke meja rias untuk merapikan beberapa peralatan make-up, dan memasukkannya ke dalam sebuah tas kecil.

"Ibu tidak pura-pura, Atika. Kemarin-kemarin itu, jika kata-kata ibu ada yang terasa pedas, karena ibu ingin, kamu bisa menjadi istri yang baik buat Yoga," jelasnya lagi dengan penuh kelembutan. Persis jika dia bicara di depan tetangga-tetangga rumah, terasa sangat sopan. Seolah-olah ingin menunjukkan jika dia wanita yang berkelas, dan kehadiranku di rumah ini dia anggap sudah menurunkan derajatnya di mata orang-orang di sekitaran sini.

Dengan bahasanya yang berkelas, dia sering menceritakan hal-hal yang tidak benar tentang aku. Dikemas dan disampaikan dengan bahasa yang santun. Entahlah, dari mana dia mendapatkan ilmu seperti itu. Menghina, menyudutkan, dan menjelekan, tetapi bisa dia sampaikan seperti Mario Teguh memberikan pencerahan. Sehingga di mata tetangga pun, aku yang selalu dianggap tidak benar.

"Ibu dan Henny sering memfitnah aku di depan Mas Yoga, bahkan di depan para tetangga. Ibu terus mencari cara, agar aku bisa berpisah dengan Mas Yoga, dan sekarang Ibu dan Henny berhasil melakukannya, seharusnya Ibu senang, 'kan? Jadi lucu rasanya, jika Ibu melarang aku untuk pergi dari rumah ini."

Mantan ibu mertua tidak menjawab, sementara aku mulai memasukkan tas make-up kedalam salah satu tas besar yang ada di atas ranjang. Kulihat, si penyihir sapu terbang itu diam saja, wajahnya hanya menunduk. Baru kali ini dia menundukkan kepalanya saat sedang bicara denganku, biasanya selalu mendongah angkuh. Karena aku--Atika--menantunya, dianggap tidak sederajat buat keluarganya.

"Rencana Ibu, agar Mas Yoga nantinya bisa mendapatkan jodoh yang sepadan akhirnya bisa berjalan. Semoga perempuan yang sering Ibu jodoh-jodohkan dengan Mas Yoga bisa menerima, jika nanti malam-malamnya hanya akan seperti pekuburan." Ibu mertuaku masih diam tertunduk. Entahlah, mungkin dia kemasukan setan gagu.

"Oh, iya, siapa namanya perempuan yang sering ibu ajak kemari?" tanyaku berpura-pura lupa, padahal, aku selalu ingat perempuan yang bernama Erna tersebut. Perempuan yang selalu Ibu mertua dan Henny bangga-banggakan. Wanita yang dianggap sederajat dengan mereka. Wanita yang tidak punya malu, mencoba mendekat dan bermanja-manja dengan suami orang, di depan mata istrinya.

'Mana ada perempuan berkelas, kelakuan minus macam cabe-cabean, gitu' gerutu hatiku saat itu.

"Ibu minta, kamu jangan pergi, Atika," pintanya lembut, sekali lagi. Aku terdiam, terus berpikir dan mempertimbangkan. Karena, jika dahulu....

Aku--istri yang hanya bisa diam saja, saat disuruh membuatkan minuman untuk si wanita penggoda itu. Menantu penurut yang manut saja, saat harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, padahal sudah ada pembantu yang digaji dari uang suamiku, dan aku, istri yang sabar menunggu selama bertahun-tahun, seperti apa rasanya bercinta dengan pasangan halal. 

Aku--istri yang pasti dianggap bodoh, lemah, oleh sebagian besar emak-emak pembaca group komunitas menulis, dan aku adalah salah satu member di group itu, yang hanya biasa berkomentar "next atau lanjut."

Yah, Akulah Atika--istri bodoh dan lemah tersebut, tetapi sekarang tidak lagi.

Saya harus membalas semua perlakuan mereka terhadap saya selama ini. Sepertinya mereka akan enak sekali, bila kita pergi begitu saja dari rumah, tanpa sempat membalas apa yang telah mereka lakukan terhadapku. 

Saya adalah perempuan yang selama ini teraniaya dan sedang mencoba untuk bangkit kembali. Sekarang saatnya, saya mulai bernegosiasi dengan mantan ibu mertua dan mencari keuntungan dalam negosiasi ini.

"Jika Ibu bersedia mengikuti apa mauku, akan aku pertimbangkan, untuk tidak pergi meninggalkan putra Ibu, karena jika perempuan lain, mungkin aib Mas Yoga bisa digunakan ke mana-mana, dan Ibu juga yang akan malu, 'kan? Jika anak laki-laki satu- satunya yang ibu bangga-banggakan, ternyata cuma ayam sayur," sindirku, pedas. Perempuan paruh baya itu semakin diam tertunduk.

'Sudah diceraikan atau masih menjadi istri dari Mas Yoga pun tetap tidak ada bedanya, toh tetap saja aku perempuan yang nanti akan dianggurin. Sekarang saatnya, aku mengambil kembali waktu empat tahun kemarin yang membuatku sangat menderita. 

'Biarlah nanti aku hanya menjadi istri pajangan, tapi aku punya posisi tawar sekarang' Terbayang rencana diotakku.

Dan aku yang akan mulai menjadi sutradaranya, ipar dan mertuaku harus membayar semua perbuatan mereka terhadapku selama ini. 

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 29 Jodoh Tidak Akan Kemana

    Kali ini aku bergerak cepat. Menahan mas Yoga yang hendak kembali menyerang dengan cara menarik kencang kemeja yang dipakainya, hingga sepertinya sampai ada kancingnya yang terlepas. Tidak kalah keras aku pun berteriak mencegah. Hatiku sakit melihat Adit diperlakukan seperti itu."Kamu gila ya, Mas!" Mas Yoga menoleh ke arahku, sementara Adit masih terduduk kesakitan. Telapak tangannya menutupi kepalanya yang terbentur kursi besi tadi. Dan dua kawan penghuni kost pun ikut keluar menyaksikan."Dia ini kurang ajar! Sudah berani menganggu istri orang!" teriaknya lagi, matanya masih menyimpan amarah. Dan aku justru lebih marah, melihat sifat kekanak-kanakannya. Adit pelan-pelan bangkit berdiri. Nana yang ingin membantunya ditolak secara halus."Aku! Istri orang? Apa aku nggak salah dengar?Ingat yah Mas. Mas Yoga sudah menjatuhkan talak kepadaku," ucapku tegas, entah mengapa aku jadi benci melihat sikap kekanak-kanakannya. Bahkan selama dulu kami berumahtangga, segala hal dia serahkan kepa

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 28 Ingin Kembali Rujuk

    Mas Yoga tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia mengendurkan ikatan dasinya dahulu, menarik napas dalam, berucap pelan. Sepertinya dia tidak mau ibu ikut mendengarkan."Biar kuambilkan air buat kalian berdua," ucap Henny seraya berdiri, sementara Etika masih bermanja-manja di pangkuanku. Dan sepertinya, Henny sengaja menjauh saat Mas Yoga ingin bercerita padaku."Ibu terkena tipu oleh Erna, atau bisa juga mereka berdua tertipu dengan orang lain. Entahlah." Yoga menyandarkan tubuhnya di sofa, sepertinya dia pun banyak pikiran. Terlihat dari wajahnya yang nampak lelah dan murung."Maksudnya apa, Mas? Aku belum paham?""Investasi bodong, Dek. Sebenarnya, sudah beberapa bulan yang lalu ibu ikut itu dengan Erna karena bujukan Henny. Berharap untung besar, justru semua uang simpanan ibu habis untuk investasi gak jelas itu!" Mas Yoga mulai terdengar emosi."Yang aku sayangkan, Ibu dan Henny tidak pernah bercerita apapun denganku tentang hal ini. Bahkan uang simpanan milik Mas yang dititip

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 27 Jangan Pergi Lagi

    "Lepaskan tanganku, mas," ucapku, berusaha melepaskan diri."Temui ibuku dulu Dek, sebentar saja. Sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan. Mas mohon, dek?"Kami saling bertatapan, matanya terlihat bersungguh-sungguh. Dan akhirnya aku mengangguk perlahan, sembari berucap pelan."Baik, Mas. Nanti aku akan menemui, ibu.""Alhamdulillah ... mas jemput nanti sepulang kerja.""Tidak usah, Mas. Aku naik online saja," jawabku mencoba menolak."Jangan Dek, nanti mas jemput saja di lobby utama. Kamu pulang jam lima kan?" Aku tidak menjawab, hanya mengangguk saja, mengiyakan."Ingat ya, Dek, kamu sudah janji. Mas tunggu nanti di lobby." Mas yoga segera melepaskan tanganku dan langsung menuju ke parkiran kendaraannya, dan aku kembali menunggu lift terbuka, untuk kembali bekerja.Sepanjang bekerja, aku benar-benar dibuat gelisah. Apakah Adit harus diberitahu atau tidak kepergianku nanti. Apakah memang dia harus tahu? Tetapi lebih baik tidak usah, aku tidak ingin mengganggu rapat pentingnya bers

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 26. Pertemuan Tak Terduga

    Bagian 26"Hubungan apa Mbak, maksudnya?" "Maksud gue, lu pacaran sama si Adit!" sedikit suaranya yang keras, hingga orang-orang terdekat denganku menoleh ke arah kami bertiga. Mbak Lina memberi kode agar Stella berbicara lebih pelan. Tetapi tidak diindahkan. Ternyata, pendidikan tinggi dan kerja enak, tidak menjamin orang itu memiliki adab."Saya hanya berteman saja, Mbak. Sejak dari Adit bekerja di perusahaan yang dulu," jawabku pelan, tidak mau masalah, dengan ikut-ikutan ngotot seperti mereka."Awas lu ye, kalau bohong," ancam Stella, ngeliat tajam, lalu berdiri dari tempat duduknya, diikuti juga oleh Mbak Lina.Sudah tidak ada lagi semangat perlindungan untuk menghabiskan sisa makan siangku. Sebagian orang yang sempat mendengarkan pembicaraanku dengan Mbak Lina dan Mbak Stella, menatap dan sebagian melirik ke arahnya. Aku jadi merasa malu dan tidak enak hati. Lalu cepat-cepat saya meninggalkan kantin tersebut.Berjalan dengan agak tergesa-gesa menuju lift basemen, hingga tanpa k

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 25 Perhatian Yang Special

    "Siapa yang mengirim pesan, Tik?" Aku menutup handphone-ku, melihat ke arah Adit, agak ragu-ragu untuk melihatnya.“Jika tidak mau kasih tahu juga tidak apa-apa,” ucapnya lagi, dan aku cepat menjawab."Mas Yoga, Dit. Mengirim pesan memberi tahu, apakah ibu sedang sakit?""Ibumu?" tanya Adit memastikan."Oh, bukan Dit, ibunya Mas Yoga. Alhamdulillah kabar ibuku baik-baik saja.""Alhamdulillah jika begitu, senang mendengarnya." Sembari Adit meminum es teh manis pesanannya."Dit, bisakah aku nanya sesuatu?" Adit mengangkat wajahnya, tersenyum sambil tersenyum."Boleh lah, ada-ada saja, pakai harus nanya segala. Memangnya kamu mau nanya apa?" Aku terdiam sewaktu-waktu, memain-mainkan tisu bekas aku mengelap bibir, kembali berucap."Maksud Mas Yoga kasih tahu kalau ibunya sakit, apa ya, Dit?" tanyaku, meminta pendapatnya. Adit memandang, seperti orang bingung."Kok tanya aku, Tik, kan kamu yang paling mengenal mereka?" tanya Adit dengan nada heran."Aku hanya ingin mendengar pendapatmu, D

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 24 Difitnah

    Part 24"Pakai syarat segala nih," ucap Adit sembari tertawa. Aku mengangguk."Apa syaratnya?""Kali ini biarkan aku yang traktir yah." "Masa, aku yang ngajak, kamu yang bayar, Tika," sanggah Adit. Sebagai pria, mungkin Adit merasa tidak enak. "Jika kamu nggak mau, aku nggak jadi ikut," ucapku mengancam, sembari memasang wajah pura-pura ngambek. Adit malah tertawa terbahak."Ya, sudah, terserah kamu saja deh." Adit lantas berdiri dari tempat duduknya, aku pun mengikutinya. Sepertinya Adit ingin pulang dahulu untuk berganti baju."Nanti aku jemput, yah?" tanyanya lagi, dan aku mengangguk mengiyakan. Adit mengangguk pamit, lantas kembali ke rumahnya. Dan aku pun bersiap untuk berganti baju, dan makeup-an sekadarnya.Pukul delapan malam, Adit sudah datang menjemput. Nana dan Vera, yang saat itu sedang duduk-duduk di teras, merayu-rayu untuk ikut, tetapi dengan tegas Adit menolaknya, dengan alasan ada hal penting yang ingin dia sampaikan untukku. Dan jujur saja, walaupun aku hanya diam,

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status