Share

Mendatangi Sang Ahli

last update Last Updated: 2023-12-17 06:23:58

Mendatangi sang ahli

Sudah dua hari aku menempati unit milik Yudha, selama itu pula aku hanya mengurung diri di kamar. Otakku seperti tak berfungsi. Semua masalah ini berjegalan di dalam sini, tetapi tak ada satu pun yang mendapat jalan keluar.

Aku tak berani menyalakan TV, ponsel pun sejak kemarin sudah dinonaktifkan, yang kubisa hanya menangis, meratapi diri. Masih tak percaya  dengan apa yang tengah kualami.

 Saat datang untuk mengantarkan sarapan tadi pagi, Yudha berpesan agar aku bersiap siang ini untuk pergi menemui seseorang.

“Nanti kamu akan tahu sendiri.” Begitu jawabnya saat kutanya kami akan pergi ke mana.

Saat ini sudah hampir jam sebelas siang, sudah waktunya aku bersiap. Jangan sampai Yudha datang aku masih dalam belum bersiap.

Celana jeans yang dipadukan outer berwarna krem serta hijab segi empat sederhana berwarna senada kupilih untuk dipakai siang ini. Selain simpel, juga karena baju itulah yang berada di tumpukan teratas dalam koperku yang sampai saat ini belum kukeluarkan isinya.

Tepat saat aku keluar dari kamar, pintu pun di ketuk seseorang. Ah, itu pasti Yudha.

“Sudah siap?” tanyanya begitu pintu kubuka.

“Sudah,” jawabku singkat.

“Kita langsung berangkat saja, Aisyah. Kita akan bertemu seseorang di jam makan siang ini.” Aku hanya mengangguk dan kembali masuk kamar untuk mengambil tas.

Yudha tetap bungkam saat kutanya siapa yang akan kami temui dan aku yang tidak mau berdebat, memilih untuk tidak banyak bertanya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja kami sudah tiba di sebuah perkantoran yang tidak terlalu besar, tetapi lumayan ramai.

“Pakai ini,” ucap Yudha seraya menyodorkan sebuah kacamata hitam yang berukuran sedikit  besar.

“Untuk apa?” tanyaku.

“Pakai saja, di sini lumayan rame. Bagaimana pun berita tentangmu sedang jadi tranding topik,” ucap Yudha pelan. Sejak dulu, dia memang pria yang lembut dan perhatian. Satu-satunya orang yang tidak meninggalkan aku saat keadaan terpuruk ….

Kami berjalan bersisian dan langsung menaiki lift dengan tombol nomor tiga yang Yudha tekan. Sesaat kemudian, kami sudah berdiri di depan sebuah ruangan yang pintunya tertutup rapat. Yudha mengetuk pelan dan langsung mendapat jawaban, “Masuk.”

“Ayok,” ajaknya seraya mempersilakan aku untuk melangkah lebih dulu.

“Aahh ... selamat siang Mas Yudha, selamat datang. Mari ... silakan ... silakan.” Seorang laki-laki seusia Ayah menyambut kami dengan ramah.

“Terima kasih, Om, oh iya ... kenalkan, ini Aisyah,” ucap Yudha seraya memperkenalkan aku. 

“Hallo, saya Fadlan. Senang berkenalan dengan Mbak Aisyah.”

“Saya, Aisyah ...,” jawabku seraya menangkupkan kedua tangan di dada. 

“Aisyah, Om Fadlan ini adalah teman baik almarhum Papa, beliau ini seorang Pakar Telematika.” Yudha menjelaskan.

Aku mengangguk. Tak ada salahnya jika aku pun melakukan ini, Mas Adnan bilang kalau ini asli, tanpa rekayasa, tetapi itu hanya ‘katanya’ sedangkan aku sendiri sebagai orang yang dianggap ‘Pemeran Utama’ tidak memegang bukti keaslian foto-foto itu.

Yudha meminta aku untuk bicara yang sebenarnya kepada Om Fadlan. Kami terlibat pembicaraan yang serius, sementara Yudha asyik dengan ponselnya, sesekali dia menimpali. Setelah aku memberikan keterangan pada Om Fadlan, laki-laki yang ternyata baru kembali delapan bulan yang lalu ke Indonesia ini beranjak dari tempat duduknya dan izin untuk mengambil laptop, di meja kerjanya.

“Mbak Aisyah---” ucap Om Fadlan pelan dan menjeda ucapannya. Kemudian ia menatapku.

 "Saya sudah memeriksa berkali-kali foto ini. Namun, sayangnya saya tidak menemukan adanya rekayasa sedikit pun di sini. Semuanya asli, tidak ada editan dan semacamnya." 

  Aku menatap lesu. Sudah kehilangan akal untuk membuktikan bahwa wanita di foto itu bukanlah diriku, terlepas wajah dan tubuh yang kami miliki sangat mirip, bahkan tampak sama. 

"Apa tidak ada cara lain lagi untuk memastikannya kembali?"  

 "Saya sudah mengecek foto ini berkali-kali. Tapi tidak berhasil menemukan celahnya.”

Aku membuang napas kasar.

 Om Fadlan kembali mengotak-atik laptop-nya, ”Sepertinya aku ada ide,” ucap Om Fadlan seraya menatapku tajam.

“Apa itu, Om?” tanyaku antusias. Berharap semoga ide yang di kemukakan Om Fadlan dapat membantu aku dari jeratan masalah ini. 

 "Mbak Aisyah, mohon maaf, saya butuh Mbak untuk berekspresi  seperti wanita yang ada di dalam foto ini? Mungkin saya bisa menemukan celah lain." 

 "Berekspresi?" tanyaku.

 "Hanya untuk memastikan. Itu pun jika Mbak Aisyah bersedia." 

  Aku menelan ludah berkali-kali.  Merasa was-was dan takut. Tentu saja itu merupakan pose yang menjijikkan. 

 Yudha mengangguk, memberikan kepercayaan diriku setelah aku menatapnya untuk meminta saran. 

 "Semua ini untuk mencari kebenaran. Tidak perlu khawatir," ucap Yuda. 

Om Fadlan memintaku berekspresi seperti dalam salah satu adegan tersebut, tidak terlalu sulit memang karena hanya ekspresi biasa saja menurutku. Yudha mengambil gambarku saat melakukan ekspresi itu, lalu menyerahkannya pada Om Fadlan.

 

Untuk beberapa saat Om Fadlan serius mengamati objek di dalam laptopnya. Sesekali keningnya berkerut, lalu beralih menatapku. Begitu terus sampai berulang. 

“Ehm, sepertinya saya sudah menemukan jawabannya,” ucap Om Fadlan seraya menatapku. 

“Benarkah , Om?” tanyaku dengan dada dipenuhi harapan.

“Insya Allah.”

 

“Bagaimana, Om? Apakah foto-foto itu rekayasa?” Yudha yang sedari tadi menyimak, kini ikut bertanya.

“Tidak, kalau untuk foto ini seratus persen, asli,” jelas Om Fadlan.

“Lalu?” tanyaku dan Yudha serempak.

“Ehm, Mbak Aisyah ... maaf, kalau pertanyaan saya membuat Mbak Aisyah tidak nyaman. Tapi, setelah saya meneliti dan membandingkan dengan Mbak Aisyah asli, saya merasa kalau di antara perempuan ini dan Mbak Aisyah adalah dua orang yang berbeda, tetapi mempunyai ciri fisik yang sama? 

“Apaa?!” Kembali aku dan Yudha kompak.

Bagaimana mungkin? Semirip itukah wanita itu denganku hingga Mas Adnan pun tak bisa membedakannya? Andai pun benar, siapa dia? Hubungan denganku apa? Hingga tega-teganya berbuat dzalim.

Dalam permasalahan ini bisa kusimpulkan jika Mas Adnan tidak bersalah, tetapi dia juga telah menjadi korban. 

 

“Mbak  Aisyah, untuk lebih memastikan, silakan Mbak Aisyah teliti sendiri foto ini,” ucap Om Fadlan seraya memberikan laptopnya padaku.

Aku terima dan langsung mulai meneliti apa saja yang ada di di laptop itu. Jengkal demi jengkal kuteliti, mulai dari model rambut, hanya saja di bagian ini aku masih belum bisa memastikan dengan jelas  karena di foto ini wanita itu tidak mengurai rambutnya.

Tiba-tiba aliran darahku seakan berhenti, ya, aku melihat sesuatu.

Lalu aku  memperbesar gambar itu, sepertinya ada sesuatu yang tampak dari bagian tubuhnya yang tak kumiliki. Ya, tanda lahir!

Tanda hitam dengan bentuk agak memanjang  terdapat di atas pinggul sebelah kiri dan aku yakin betul kalau aku tidak memiliki tanda lahir itu.

Ya, Allah ... beri aku kemudahan untuk mengungkap semua ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ditalak Lima Menit Setelah Akad   BAB 36

    Bab 36:Rencana “Saya butuh bantuan Anda … mengenai keberadaan Azmina—” “Tidak! Dia tidak mungkin melakukan hal yang buruk! Elo jangan menuduhnya sembarangan tanpa bukti!” ucap Raja kesal memotong perkataanku. Dia menarik rambutnya frustrasi, melihat lagi foto-foto itu dengan teliti. “Kenapa? Anda ingat sesuatu?” tanyaku. “Foto-foto ini … memang benar asli, gue ingat sering memesan hotel untuk kami berdua, tapi pelaku yang menyebarkannya ….” “Saya menduga pelakunya adalah Azmina.” “Apa?” Mata Raja membesar, menatapku dengan marah. Napasnya memburu, dia menarik kerah pakaianku dan memojokkanku. “Hei! Gue bilang jangan sembarangan menuduh! Menuduh tanpa bukti itu adalah kejahatan! Lagi pula, orang sinting mana yang mau menyebarkan foto mereka sendiri dengan adegan seperti ini pada orang banyak? Tidak ada?!” Aku melepaskan cengkeraman Raja dan balas melakukan hal yang sama padanya, kali ini aku berbicara dengan nada yang cukup tinggi, “Karena itu saya butuh bantuan Anda u

  • Ditalak Lima Menit Setelah Akad   BAB 35

    Bab 35 Terbongkar ( PoV Yudha ) “Sebentar! Wanita itu … A-Aisyah??! Aku telah bersiap untuk menangkis serangan Adnan, tetapi saat dia mengucapkan kalimat itu, arah pandanganku berubah mengikuti arah tatapan matanya. Mataku membelalak kaget! Wanita yang dimaksud oleh Adnan adalah Azmina! Meski wajahnya terhalang oleh tubuh CEO gila itu, perawakannya sangat mirip dengan Aisyah! Gegas aku mengejarnya menggunakan mobil. Kulihat Adnan pun melakukan hal yang sama. Kami melakukan kejar-kejaran di jalan raya. Aku memojokkan mobil yang dinaiki oleh Azmina di sebelah kanan, kemudian Adnan melakukannya di sebelah kiri. Sialnya, tidak beberapa lama kemudian, Adnan menghentikan aksinya dan malah tertinggal di belakang. Astagfirullah, bagaimana ini? Bisa-bisa aku kehilangan jejak! Benar saja! Saat ada sebuah truk yang melintas di depan, mobil yang kukejar raib entah ke mana. Si*l! “Ke mana perginya mobil itu?” Kuedarkan pandangan ke sekitar, sayangnya mobil itu tidak kunjung kutemu

  • Ditalak Lima Menit Setelah Akad   Bab 34

    Bab 34:Aku harus melakukan sesuatu! ( PoV Adnan ) “Sebentar! Wanita itu … A-Aisyah??!” Tanganku berhenti di udara sebelum berhasil menggapai wajah Yudha. Sementara kaki ini melangkah dengan tergesa-gesa mengikuti dua orang yang membuat darahku mendidih itu! Benar! Aku tak salah lihat, perawakan wanita itu sangat mirip dengan Aisyah, tetapi kenapa dia tidak mengenakan hijab? “Tunggu! Kamu mau ke mana?” tanya Yudha. Dia juga pada akhirnya melihat dua orang yang berjalan saling berangkulan. Kami berdua mengejar mereka yang sudah mulai menjalankan kendaraannya. Aku dan Yudha saling beradu kecepatan untuk bisa menghentikan mobil mereka. Astagfirullah! Kalau jalannya seramai ini, aku bisa kesulitan untuk menyalip. Selain itu, ada banyak kendaraan yang sama dengan mobil yang kukejar. Mudah untuk kehilangan jejak kalau begini, sial! Sinar merah pada lampu lalu lintas mulai menyala. Semua kendaraan berhenti. Aku menebarkan pandanganku ke sekitar sampai akhirnya menemukan ide untu

  • Ditalak Lima Menit Setelah Akad   Bab 33

    Bab 33Aisyah??! Semua yang datang terkejut dengan sikap Yudha. Keadaan menjadi ricuh tidak terkendali. Pria itu, yang kerah bajunya masih dicengkeram oleh Yudha malah tertawa mengejek. “Kenapa, Bro? Cewek mana yang gue rebut sampai lo begini? Toh di club ada banyak sekali cewek bayaran. Sekali bayar saja ranjangmu akan—” Kesal, aku melerai Yudha yang hampir melayangkan tinjunya. Tentu saja … aku tidak menyangka Yudha akan bereaksi seperti ini. Dia berhasil mencuri momenku. “Jangan bersikap kekanak-kanakan, Yud! kita sedang melakukan pertemuan resmi. Tidak ada yang boleh membuatkan keributan di sini,” ucapku pada Yudha. Aku menarik tangannya untuk mundur ke belakang, kembali pada tempat duduknya. Yudha menepis tanganku kasar. “Apa keributan yang saya buat lebih besar dari yang pernah Anda lakukan?!” Meski dengan perasaan campur aduk setelah melihat pria itu, juga kekesalanku pada Yudha, aku tetap melakukan pertemuan itu dengan serius. Bahkan presentasi yang aku lakukan b

  • Ditalak Lima Menit Setelah Akad   BAB 32

    Bab 32PoV Adnan “Aku yang salah, Aisyah. Aku laki-laki brengsek!” ucapku dengan gusar. Lampu kamar sengaja kupadamkan sejak pulang dari rumah Aisyah dan sejak saat itu pula, tidak ada sedikit pun makanan yang aku masukan ke dalam perut, menyebabkan tubuhku sangat lemas dan hanya terkulai lemah di atas kasur. Aku menderita atas kecerobohan yang kulakukan. Seberapa sering pun air mata ini keluar, tidak akan menebus sedikit pun rasa sakit, rasa kecewa, dan penderitaan yang Aisyah rasakan … juga, tidak akan membawanya kembali padaku. Biasanya, aku adalah seorang pria yang berpikiran rasional dan realistis. Aku selalu memikirkan kemungkinan terburuk dari semua hal yang berkaitan dengan hidupku. Namun, saat foto-foto itu datang, daya pikirku tidak bisa bekerja dengan baik. Aku terlanjur dilingkupi rasa kecewa dan jijik melihat dua pasang manusia yang sedang memadu kasih di atas ranjang, tanpa memikirkan kebenarannya. “Saat itu, aku marah dan kecewa, Aisyah. Aku tidak berpikir pa

  • Ditalak Lima Menit Setelah Akad   Bab 31

    Bab 31PoV Yudha Sejak masuk kantor pagi tadi, perasaanku tidak enak. Aku terus memikirkan Aisyah tanpa alasan yang jelas. Padahal, ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. “Pak? Anda baik-baik saja? Muka Anda pucat sekali. Perlu saya undur jadwal hari ini?” tanya Tiara. Dia sedang menyampaikan jadwal pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. “Tidak, saya baik-baik saja. Lanjutkan laporannya.” Tiara mengangguk. “ … selanjutnya, Anda harus pergi ke satu perusahaan besar atas undangan mereka yang kita terima bulan lalu. Anda juga harus—“ “Sebentar, saya terima telepon dulu,” ucapku setelah mendengar dering panggilan dari ponselku. Aku pikir, telepon dari pihak perusahaan yang akan konfirmasi dengan jadwal pertemuan. Ternyata … seseorang yang sangat berharga lebih dari ini semua, Aisyah! “Waalaikumsalam, Aisyah. Aku di kantor, nih, ada apakah?”Aisyah berbicara mengenai keinginannya untuk kembali mendatangi panti karena kecurigaannya terhadap seseorang di sana. Tentu saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status