Share

Bab 8. Tempat Baru

"Mbak tinggal di sini aja dulu. Tenang aja, aku kenal sama pemiliknya. Dan dijamin aman." Ethan melepaskan helm lalu menurunkan koperku. Lantas dia pun turun dari motor setelah memastikan aku turun terlebih dahulu.

Usai menemui pemilik bangunan itu, kami pun segera memeriksa kondisi kontrakan. Lumayan sebagai tempat tinggal satu orang, ruangan ini lebih dari cukup.

Aku memberikan uang guna membayar DP, tetapi ditolak oleh pemilik kontrakan tersebut.

"Udah dijamin sama Ethan," ujar wanita itu sembari terkekeh pelan. Kemudian dia pun berlalu pergi.

Setelah kepergian wanita itu, aku mengajukan protes kepada Ethan yang malah direspons dengan gelak tawa.

"Kan, sudah kubilang, Mbak. Aku kenal sama pemiliknya. Jangan khawatir. Bulan depan, Mbak bisa mulai membayar uang sewanya." Setelah mengatakan kalimat itu, Ethan menadahkan tangannya ke atas. "Minta HP, Mbak," ujarnya.

Oh. Dia minta ponselku sebagai jaminan. "Ini."

Setelah mengotak-atik benda pipih milikku, Ethan malah mengembalikannya.

"Lho, bukannya sebagai jaminan?" tanyaku heran.

"Aku memasukkan nomorku di sana. Kalau ada apa-apa langsung telepon aku ya. Apalagi kalau sampai si mantan itu mengganggumu, Mbak."

Tidak berapa lama kemudian, Ethan berpamitan untuk pergi. Kupikir, dia benar-benar pergi. Rupanya, satu jam kemudian sosok tengil itu kembali lagi dengan beberapa bungkus makanan di tangannya.

"Untuk makan siang sekaligus makan malam, Mbak. Besok pagi aku ke sini lagi untuk antar sarapan. Kalau Mbak mau belanja perlengkapan, besok aja ya. Aku antar." Ethan berbicara sembari meletakkan bungkusan itu di sudut ruangan.

Aku hanya melongo dibuatnya. Posisiku sekarang seperti seorang adik yang tengah diurus oleh kakak laki-lakinya. Sangat tidak kelihatan sekali jika usiaku beberapa tahun di atasnya.

"Aku sekarang percaya kalau kamu memang sudah pantas punya pacar. Bahkan menikah," godaku pada akhirnya.

"Serius?" tanya Ethan dengan ekspresi kaget yang tak dibuat-buat. Malah semakin menunjukkan kenarsisannya.

Sungguh, aku sangat menyesal melontarkan kalimat tersebut.

"Aku sebenarnya sedang menunggu seseorang, Mbak. Doakan ya," lanjutnya kemudian dengan suara pelan dan tatapan ... serius.

Aku mengangguk setuju sembari bergumam, "Amiin."

Ethan tersenyum lebar.

***

Pagi-pagi sekali, aku menuju perusahaan tempatku bekerja dulu. Kalau-kalau, masih ada lowongan atau tempat kosong yang bisa menampungku. Dari lokasi tempat tinggal sekarang, jaraknya lumayan jauh. Harus ditempuh dengan perjalanan lebih dari satu jam.

Sesampainya di gedung tinggi itu, aku pun segera menuju area pos satpam. Gerbang masih belum dibuka sepenuhnya. Ya ... karena memang aku datang terlalu pagi. Sengaja datang pagi sekali agar bisa bertemu atasanku kala itu sebelum beliau masuk kantor.

“Eh, Mbak Ayumi,” sapa Pak Burhan. Rupanya, beliau masih ramah kepadaku.

Aku mengangguk sembari tersenyum tak kalah ramah. Berbasa-basa basi sebentar dan menanyakan keadaan perusahaan itu.

“Pak Andi dipecat, Mbak. Korupsi. Tepat dua bulan setelah Mbak Ayumi resign.”

Wah, berita yang kudengar ini sangat membuatku syok. Pak Andi adalah atasan yang baik hati serta ramah kepada siapa saja. Dia juga tidak segan-segan mengajak para bawahannya untuk makan-makan usai gajian.

Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun segera berpamitan pergi. Tujuanku kini adalah halte. Duduk di sana memikirkan harus melakukan apa setelah ini. Menyebarkan surat lamaran ke beberapa perusahaan yang bisa dilakukan dan entah sampai kapan menunggu panggilan. Aku mengusap wajah kasar. Lebih baik memastikan kabar yang tadi kudengar.

Aku menghubungi salah satu teman satu tim saat bekerja dulu. Satu kabar yang semakin membuatku syok adalah seluruh temanku juga ikut dipecat bersama Pk Andi. Bedanya, jika atasan kami dijebloskan ke penjara. Bawahannya tidak karena hanya kena imbas saja.

“Lu, sih, beruntung, Ayumi. Udah keluar dari sana baru kejadian itu terkuak. Coba kalau kayak kami, beuh, malunya setengah mati.” Komentar Anya membuatku tak enak hati. Aku hanya menangapinya dengan berdeham pelan. “Perusahaan itu juga sekarang udah ganti kepemimpinan. Hiii, serem, ah. Kata yang masih kerja di sana, pemimpinannya killer banget. Lu mau kerja lagi, ya?” tanyanya kemudian.

“Entahlah. Gue juga bingung mau ngapain sekarang. Setelah ce ... rai-“

Kedua bibirku langsung terkatup rapat saat sadar telah keceplosan bebricara. Tak seharusnya aku membahas masalah statusku sekarang. Apa lagi, akta cerai kami bahkan belum aku terima.

Aku menghela napas dalam saat mengingat jika hubungan pernikahan yang aku jalani sudah benar-benar kandas sekarang. Entah aapa yang sedang dilakukan Mas Abi sekarang. biasanya, pagi-pagi sekali aku telah menyiapkan sarapan dan baju kerja untuknya. Ya, walaupun apa yang sudah aku lakukan tak pernah mendapatkan respons yang positif darinya.

Setelah Mas Abi berangkat ke kantor, aku akan menghabiskan hari dengan mengurus rumah. Aku tak ingin saat pulang dari bekerja, Mas Abi melihat rumah yang tak layak dipandang mata.

Lagi-lagi. Sesak itu kembali merambat sampai ke ulu hati. Rasanya sangat sakit sekali. Dan ternyata status jandaku sekarang malah terasa semakin menyakitkan.

“Apa? Lu cerai?”

Aku tersentak kaget. Entah bagaimana caraku menjawab pertanyaan itu. Aku cukup beruntung saat terdengar nada dering di ponselku. Rupanya, Ethan yang tengah menelepon.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status