Bab 5

"Bukan apa-apa, aku baru saja mendengar gosip, ada seorang pria yang diam-diam menikah dengan sahabat pacarnya, tanpa sepengetahuan pacarnya."

"Tadi temanku bilang, pria itu sungguh memalukan, kasihan pacarnya yang dibohongi."

Siapa sangka, Felix justru berteriak dengan sangat emosional.

"Diskusi kalian benar-benar membosankan!"

"Bagaimana jika pria itu punya alasan tersembunyi? Bagaimana jika pernikahan itu palsu, hanya untuk memenuhi keinginan terakhir pasien yang sakit parah?"

Melihat sikapnya yang merasa benar sendiri saat itu, aku merasa geli.

Hubungan belasan tahun pun membuatku tidak bisa melihat dengan jelas pria di depanku ini...

Tepat saat itu Felix mulai menggunakan taktik lamanya.

Dia memelukku, mencium keningku.

"Sylvie, belakangan ini kamu kenapa? Kamu jadi lebih diam dari biasanya..."

"Jangan terus-menerus mencurigai hal-hal sepele. Kita sudah melewati bertahun-tahun bersama. Apa kamu benar-benar tidak tahu seberapa besar aku mencintaimu?"

"Setelah urusan Lilian selesai, kita akan menikah, ya?"

Sambil berkata begitu, tangannya menyusup ke dalam kerah bajuku, berusaha membelai dadaku.

"Sayang, kita sudah lama tidak bercinta."

"Aku tidak mood. Malam ini... aku ingin tidur sendiri."

Di hadapan kemesraan Felix, yang kurasakan hanya satu hal, yaitu jijik.

Aku mendorongnya, lalu segera berbalik dan menutup pintu kamar tidur.

Pagi-pagi sekali, aku terbangun oleh suara klakson yang nyaring.

Di halaman, terparkir sebuah camper van berwarna merah muda yang sangat familier. Sinar matahari pagi memantul dari bodinya yang mengilap, menyilaukan mata.

Itu adalah mobil yang dulu kurakit sendiri, tetapi sekarang, sudah berada di tangan orang lain.

Lilian duduk di kursi pengemudi dengan kacamata hitam di wajah dan senyum tersungging di bibir. Dia melambaikan kunci mobil ke arahku, lalu berseru dengan nada sengaja dibuat dramatis, "Sylvie, suka tidak? Ini dari Felix!"

Melihat sahabatku di hadapan seperti itu, aku benar-benar tak mengerti bagaimana dia bisa berubah sejauh ini?

Lilian turun dari mobil, melangkah pelan dengan sileti tinggi. Langkah demi langkah, dia mendekatiku, dengan sorot mata penuh kemenangan.

"Kamu tahu?" katanya, bibirnya tersenyum miring. "Felix bilang, aku lebih cocok untuknya."

Tangannya mengusap bodi mobil yang mengilap, seperti sedang memamerkan sebuah piala mahal.

Aku menatap campe rvan itu, mobil yang aku rancang sendiri, aku rakit dengan tanganku sendiri. Mobil yang menyimpan semua impianku. Dan sekarang dia berdiri di sana, ingin merebut semuanya dariku.

Tepat saat pikiranku berkecamuk, Lilian tiba-tiba menyelipkan kunci ke telapak tanganku. Sebelum aku sempat bereaksi, dia menjerit dan jatuh ke tanah.

Lalu, suara yang sangat familier terdengar dari belakangnya.

"Sylvie! Kenapa kamu menyakitinya?"