Share

Chapter 5

Author: Re Hamayu
last update Last Updated: 2025-11-06 22:43:10

“Bastian …” Arumi menutup mulutnya tanpa sadar. Di seberang, Bastian menatapnya penuh kerinduan. Suara klakson dan deru kendaraan seakan menjadi lagu latar pertemuan mereka yang saling terdiam di antara dua sisi jalan yang berseberangan.

Lampu di seberang Arumi berubah hijau. Bastian melangkah mendekat. Arumi menghitung dalam hati di antara harapan dan kecemasan akan masa depan yang akan ia hadapi.”

Apakah dia takdir yang harus aku jalani?

Bastian tiba di depan Arumi. Berdiri canggung. Ia ingin merangkul, namun belum merasa pantas untuk memeluk perempuan tersebut.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Bastian sungkan.

“Aku … hamil…,” ucap Arumi lirih. Bastian tercengang, namun hanya sejenak.

“A-aku akan bertanggung jawab, Arumi. Kita akan menikah.” Arumi merasakan sedikit kelegaan.

“Tadi aku habis menemui ibumu.” Bastian tercengang lagi.

“Apa yang ia katakan?” Arumi tersenyum sedih.

“Sepertinya ia tidak menyukai diriku.” Bastian menggeleng.

“Ini bukan tentang saling menyukai, Rumi. Ini tentang tanggung jawab.”

Sejenak Arumi tersentuh mendengar pernyataan Bastian. Ini memang bukan tentang perasaan lagi. Ada tanggung jawab yang harus mereka tunaikan.

“Ayo, kita temui orang tuaku.” Bastian menggenggam tangan Arumi. Mereka saling tatap lama, hingga akhirnya Bastian menuntun Arumi kembali ke rumahnya.

Lenny berusaha keras menahan emosinya saat melihat sang anak berjalan bergandengan tangan dengan gadis yang tadi telah diusirnya. Mereka berhenti tepat di hadapannya. Lenny melirik sinis genggaman tangan itu. Arumi yang risih melepaskan tangannya, namun Bastian menariknya kembali.

“Bun, ada yang harus aku bicarakan.”

“Tidak perlu!” tandas Lenny ketus.

“Arumi hamil anak aku, Bund. Aku harus bertanggung jawab.”

“Pokoknya tidak ada pernikahan antara kalian.” Lenny tetap pada pendiriannya. Ia menatap tajam pada Bastian.

“Bas, kamu itu anak lelaki keluarga Bahruddin. Lain kali jaga sikapmu saat berada di luar. Dan kamu …” Lenny ganti menatap Arumi yang sudah menunduk.

“Saya akan ganti rugi atas kerugian yang telah diperbuat anak saya. Tapi setelah itu jangan pernah muncul di hadapan saya lagi.

“Saya hanya ingin anak ini memiliki ayah …,” lirih Arumi sambil menyentuh perutnya.

“Tidak akan ada pernikahan dari hubungan kotor kalian!” tandas Lenny keras.

“Bunda restui atau tidak aku akan tetap menikahi, Arumi!” balas Bastian tidak kalah keras, membuat Lenny terperanjat.

“Lihat, sekarang bahkan kamu berani berteriak di depan ibumu!” Lenny menghela napas kesal.

“Maaf, Bund.” Suara bastian melunak.

“Bukannya Bunda yang selalu bilang jika Bastian harus menjadi lelaki yang bertanggung jawab.” Lenny menghela napas lagi. Enggan menatap wajah sang anak. Bastian menggenggam tangan ibunya.

“Selama ini Bastian selalu menuruti keinginan Bunda. Tolong untuk sekali ini, mengertilah keadaan aku, Bund. Tolong restui aku dan Arumi …” Bastian mengecup tangan sang bunda, lalu melepaskannya perlahan dan mendekat pada Arumi.

“Ayo, Rumi. Kita temui orang tuamu.” Arumi tertegun sejenak.

“Aku … Ngga punya orang tua, Bas … Hanya ada Bibi dan Paman.” Bastian tersenyum penuh simpati lalu merengkuh Arumi.

“Jangan khawatir, sekarang ada aku yang akan bersama kamu,” ujarnya sambil membawa Arumi pergi dari tempat itu.

Bastian membukakan pintu mobilnya untuk Arumi lalu duduk di belakang kemudi.

“Kita mau kemana?” tanya Arumi ketika mobil mereka yang mereka tumpangi mulai membelah jalanan.

“Ke rumah paman dan bibimu. Aku mau meminta restu mereka, lalu menikahimu.” Arumi tersenyum namun rautnya tampak sedih.

“Terima kasih, Bas. Aku pikir kamu tidak akan mau bertanggung jawab.” Bastian tersenyum sambil menepuk punggung tangan Arumi.

“Oh ya, bisa perkenalkan dirimu, Arumi.” Arumi menatap bingung.

“Kita akan menikah, tentu harus saling mengenal lebih dalam.” Bastian tertawa, diikuti Arumi.

“Namaku Arumi Maharani.” Bastian tersenyum geli.

“Aku sudah tahu hal itu. Ceritakan yang lebih pribadi.”

“Aku tinggal bersama paman dan bibiku sejak kecil. Ayahku sudah meninggal, dan ibuku …” Arumi terdiam. Meneguk ludah sebelum melanjutkan, “ ibuku pergi entah kemana …” 

“Maksudmu, ibumu pergi meninggalkanmu dan ayahmu?” tanya Bastian tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depan.

“Ya.”

“O–Oke. Lalu bagaimana dengan sekolahmu?” Bastian berusaha mengenyahkan rasa tidak nyaman yang tercipta di antara mereka.

“Aku sekolah seperti pada umumnya. Namun setelah lulus SMA, aku bekerja di toko bunga. Mengumpulkan uang untuk masuk kuliah keperawatan.

“Kamu pekerja keras.”

“Bagaimana dengan kamu?”

“Tidak ada yang istimewa. Aku bukan murid pintar. Malah agak berandalan.” Arumi tertawa kecil mendengarnya.

“Rumahmu yang pagar cokelat itu bukan?” tanya Bastian memastikan. Ia mematikan mesin mobilnya di depan rumah bercat putih itu. Timah yang  sedang menyiram tanaman tampak terkejut melihat kedatangan Arumi bersama seorang lelaki. Ia segera berlari ke dalam memanggil suaminya.

“Pak! Bangun, Pak!” 

“Opo to, Bu? Keliyengan Bapak dibangunin mendadak gini.”

“Di luar ada Arumi, Pak. Dia datang sama lelaki.” Pranoto tampak terkejut.

“Cepat, Bu. Ambilkan baju koko dan peci Bapak.” Pranoto tergopoh-gopoh ke kamar mandi. Mencuci muka dan segera memakai bajunya lalu bergegas ke ruangan depan. Di sana sudah ada Arumi dan Bastian duduk melingkar di atas karpet. 

Saat melihat Pranoto, Bastian segera sigap mencium tangan Pranoto dan Timah, lalu duduk kembali di sebelah Arumi.

“Paman, Bibi, perkenalkan, ini Bastian,” ucap Arumi memperkenalkan lelaki di sebelahnya.

“Saya ayah dari anak yang dikandung oleh Arumi. Saya kemari berniat untuk mempertanggungjawabkan perbuatan saya. Jika Paman dan Bibi mengizinkan, saya bemaksud untuk menikah dengan Arumi,” ucap Bastian dengan tenang dan runut. Pranoto dan Timah saling pandang sejenak. Wajah Timah tampak diliputi kelegaan.

“Saya minta maaf baru datang sekarang. Saya janji akan memperbaiki kesalahan saya dan menjaga Arumi dengan baik.”

“Kami percaya pada kamu, Bastian. Jadi kapan kalian mau melangsungkan pernikahan?”

“Secepatnya, Paman. Saya tidak mau Arumi jadi omongan tetangga.” Pranoto mengangguk mengerti. 

“Oh ya, bagaimana dengan orangtuamu?” Bastian dan Arumi saling terdiam.

“Bunda saya masih belum bisa menerima Arumi sekarang … Tapi saya akan meyakinkannya pelan-pelan.” Pranoto dan Timah menghela napas. 

“Jadi mungkin saya tidak bisa memberikan mahar yang besar untuk Arumi … dan  kami juga tidak bisa mengadakan acara pernikahan yang mewah.”

“Ngga usah, Bas. Jujur saja, aku juga tidak menginginkan acara pernikahan yang meriah. Aku hanya ingin acara akad nikah saja. Cukup mengundang keluarga dekat. Bagaimana, Paman dan Bibi?

“Tentu saja. Kami akan selalu mendukung kalian.” Timah ikut angkat bicara.

“Kamu bisa menikah dengan lelaki yang baik, buat kami itu sudah cukup, Arumi.” Arumi menggangguk sambil tersenyum bahagia.

Tiga hari kemudian Bastian sudah berhadapan di depan penghulu, di dalam ruang tamu rumah Pranoto yang sempit. Arumi masih berada di dalam kamar ditemani oleh Timah.

“Maaf ya, Rumi. Kita bahkan ngga sempat memesan tenda untuk hajatan.

“Ngga apa-apa, Bi. Ini sudah cukup buat Rumi.” Timah tersenyum. tangannya menyentuh wajah Arumi yang dirias tipis.

“Ayo kita keluar. Penghulunya sudah datang.” Arumi berjalan keluar kamar diiringi oleh Timah. Beberapa kerabat yang duduk melingkar di atas karpet memberikan jalan. Bastian terpana sejenak saat melihat Arumi, kemudian tersenyum saat arumi duduk di sebelahnya. Penghulu 

“Baiklah, kita akan segera memulai akad nikah antara saudara Bastian Burhanuddin dengan saudari Arumi Maharani,” ucap penghulu di balik meja.

“Mas Bastian sudah siap?”

“Siap, Pak,” jawab bastian mantap. Penghulu mengulurkan tangan ke arah bastian, bersiap memulai akad.

“Saudara Bastian–”

“Tunggu!” teriak seseorang lantang memecah kesakralan acara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ditinggal Usai melahirkan, Jatuh ke Pelukan CEO Skin care   Chapter 5

    “Bastian …” Arumi menutup mulutnya tanpa sadar. Di seberang, Bastian menatapnya penuh kerinduan. Suara klakson dan deru kendaraan seakan menjadi lagu latar pertemuan mereka yang saling terdiam di antara dua sisi jalan yang berseberangan.Lampu di seberang Arumi berubah hijau. Bastian melangkah mendekat. Arumi menghitung dalam hati di antara harapan dan kecemasan akan masa depan yang akan ia hadapi.”“Apakah dia takdir yang harus aku jalani?”Bastian tiba di depan Arumi. Berdiri canggung. Ia ingin merangkul, namun belum merasa pantas untuk memeluk perempuan tersebut.“Bagaimana kabarmu?” tanya Bastian sungkan.“Aku … hamil…,” ucap Arumi lirih. Bastian tercengang, namun hanya sejenak.“A-aku akan bertanggung jawab, Arumi. Kita akan menikah.” Arumi merasakan sedikit kelegaan.“Tadi aku habis menemui ibumu.” Bastian tercengang lagi.“Apa yang ia katakan?” Arumi tersenyum sedih.“Sepertinya ia tidak menyukai diriku.” Bastian menggeleng.“Ini bukan tentang saling menyukai, Rumi. Ini tentang

  • Ditinggal Usai melahirkan, Jatuh ke Pelukan CEO Skin care   Chapter 4

    Tiiiiinnn!!! Suara klakson yang begitu panjang memekakan telinga. Arumi jatuh terduduk. telapak tangannya terasa perih tergores aspal. Orang-orang berlari menolong. Menanyakan keadaannya. “Mbak, kamu ngga apa-apa?” tanya seorang perempuan muda seumuran dirinya. Ia segera turun dari motor lalu membantu Arumi berdiri dan memapahnya ke pinggir jalan.“Mau saya antar ke Rumah Sakit?” tanyanya khawatir.“Ngga apa-apa, Mbak. Tadi hanya kesenggol dikit.” Orang-orang tampak lega. “Mbak mau kemana?” tanya seorang Bapak yang tadi ikut membantunya.“Saya mau ke …” Arumi mencari kartu nama yang tadi digenggamnya namun ia tampak tertegun. Kartu nama itu terlepas dari tangannya. Arumi melihat berkeliling, namun tak melihat benda kecil itu lagi. Ia segera memeriksa ponselnya, namun hanya tampak layar hitam. “Handphonenya rusak? Mbak perlu menghubungi seseorang?” Lelaki setengah baya itu kembali bertanya.“Iya, Pak,” jawab Arumi lemah.“Mbak hapal nomornya? Pakai saja hape saya.” Arumi menghela na

  • Ditinggal Usai melahirkan, Jatuh ke Pelukan CEO Skin care   Chapter 3

    Timah memandang masakannya yang belum tersentuh di atas meja. Ia menghela napas berat.“Padahal aku bikinin masakan kesukaan dia beberapa hari ini, tapi ngga pernah disentuh,” ujar Timah sambil memasukkan lauk itu ke dalam rak.“Mungkin lagi sibuk sama kuliahnya, Bu. Kan ini sudah masuk semester akhir.”“Aku khawatir sama dia, Pak.” Timah duduk di kursi makan lalu duduk merenung. Ayahnya dulu juga ngga cerita apa-apa waktu divonis tumor otak …” Pranoto yang sedang membersihkan kipas angin terdiam. Ia memandang istrinya lama.“Dia itu persis seperti Mas Ghani. Jika ada masalah hanya dipendam sendiri. Bahkan dia ngga cerita saat istrinya selingkuh dan kabur sama lelaki lain …” Timah menghela napas. Terasa dadanya dihimpit sesuatu yang begitu besar. Yang tak mau enyah meskipun ia menghela napas berkali-kali. “Aku khawatir sama Arumi, Pak …” Timah mulai terisak. Pranoto menghela napas. istrinya memang suka berlebihan kalau menyangkut tentang Arumi. Lelaki itu meninggalkan pekerjaannya la

  • Ditinggal Usai melahirkan, Jatuh ke Pelukan CEO Skin care   Chapter 2

    Bastian duduk sambil menangkupkan jemarinya di atas meja. Sementara Freddy yang duduk di sebelahnya tampak meringis kesakitan. Seorang pelayan laki-laki datang sambil membawa baki berisi minuman. ia menyerahkan dua gelas minuman ke hadapan mereka berdua lalu segera pergi dari sana.“Sakit banget pukulan kamu, Bas. Untung gigiku ngga rontok,” ujar Freddy sambil memegangi wajahnya yang memar. Ia menggerak-gerakkan rahangnya yang kaku.“Kalau bukan sahabat lama, bukan cuma gigi kamu yang aku rontokin, Fred,” geram Bastian kesal. Lelaki itu terdiam setelah berkata-kata. Ia menghela napas panjang kemudian termenung menatap gelas kopinya lagi.“Iya, aku minta maaf,” Freddy berkata tanpa rasa bersalah. Ia meraih gelas kopi di hadapannya dan menyeruputnya seolah tanpa beban.“Kupikir setelah kejadian itu kalian akan semakin dekat.” Bastian menatap sahabatnya itu dengan gusar.“Arumi itu berbeda, Fred. Dia tidak seperti perempuan yang selama ini kita temui.”“Iya, aku tahu. karena itu dia terl

  • Ditinggal Usai melahirkan, Jatuh ke Pelukan CEO Skin care   Chapter 1

    Arumi menggerakkan kepalanya perlahan. Matanya masih terpejam rapat. Perlahan ia membuka kelopak yang terasa lengket. Cuping hidungnya mencium aroma asing. Wangi maskulin dan alkohol yang mulai memudar. Hawa dingin dari pendingin ruangan membuat tubuhnya menggigil. Arumi memeluk tubuhnya sendiri. Tiba-tiba ia menyadari tubuhnya yang hanya berbalut selimut tipis. Arumi tersentak kaget. Jantungnya seketika berpacu dengan cepat. Ia memeluk selimut tipis itu erat-erat ke tubuhnya yang polos. Matanya menatap nyalang ke sekeliling kamar. “A ... Apa yang terjadi?” lirihnya yang masih belum bisa mencerna apa yang telah terjadi. Tiba-tiba sesuatu bergerak di sebelahnya, membuat Arumi menoleh. Seorang lelaki berbaring di sampingnya. Wajahnya tampak tenang dengan napas yang teratur, menandakan ia yang masih dalam tidur lelapnya. Tubuhnya hanya berkemul selimut tipis yang menutupi bagian bawah tubuh.Arumi terperanjat dan tergesa turun dari ranjang. Gerakan itu membuat sang lelaki terbangun. pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status