Share

Curiga

Author: Bun say
last update Last Updated: 2023-03-05 11:46:51

Curiga

Jangan lupa, subscribe, follow author di F* dengan nama pena yang sama. Dan baca novel² ku di app online lainnya.

"Maaf, Mas, aku mau mengambil mukena," ujarku berbicara senormal mungkin. Jangan sampai membuat pria dingin itu curiga. Mas Andra melebarkan pintu kamar, saat aku berjalan masuk dan kulirik panggilan ponselnya masih berlangsung, dimana terlihat jam yang menunjukkan berapa lama mereka tengah berbicara. Ada sekitar satu setengah jam yang lalu. Berarti Mas Andra berbicara dengan orang itu selama satu setengah jam.

"Bukankah katamu kau hanya ingin mengambil mukena? Tapi kenapa sepertinya kamu seperti kebingungan, Aisyah?"

 Aku tergagap dan menoleh sekilas ke arah Mas Andra, saat pria itu menatap penuh kebencian padaku.

 Aku mengangguk samar, kemudian meraih mukena yang ada di atas nakas, dan meninggalkan pria itu. Tanpa kuduga, Mas Andra langsung menutup pintunya dengan kasar.

Brughh!

 Padahal aku baru satu langkah keluar dari kamar, tapi pria itu saking membenciku sampai melakukan hal itu, yang lagi-lagi melukai perasaanku dan membuat hatiku yang sangat rapuh ini seketika berderai air mata.

Teganya kamu melakukan hal ini padaku, Mas. Tapi lihat saja, Aku tidak akan diam saja diperlukan seperti ini. Akan ada masanya nanti aku membalas semua perbuatan burukmu padaku.

*****

Ibadah sudah kutunaikan. Berkeluh kesah kepada Sang khalik pun sudah kmaku lakukan. Kini aku memilih berbaring di samping Farel yang terlelap dalam tidurnya. Kasihan sekali kamu, Nak, bahkan di usiamu yang belum genap dua bulan, kamu harus diacuhkan oleh ayahmu sendiri. Lebih gilanya lagi, pria itu sama sekali tidak menganggapmu ada dan malah terus mengabaikanmu. Dan semakin buruk adalah yang kudengar beberapa saat yang lalu. Seolah meyakinkan jika pria itu benar-benar pria yang tidak pantas untuk dijadikan tempat sandaran.

*****

Suara tarhim dari masjid terdekat membuatku terjaga. Itu artinya aku harus bergegas bangun sebelum keduluan Farel apalagi Mas Andra. 

Segera beranjak, kemudian pergi ke arah dapur untuk mengambil dua ember dan membawanya ke depan rumah. 

Melangkah tergesa menuju ke masjid terdekat untuk mengambil air bersih, kebiasaan yang sudah aku lakukan sejak pindah ke lingkungan sini. Di mana air yang telah bersih terdapat di masjid ini. Biasanya digunakan untuk keperluan yang lebih mendesak. Seperti mandi untuk Farel dan Mas Andra, juga keperluan untuk memasak dan yang lainnya. Sementara aku akan menggunakan air berbau besi itu untuk mandi, kemudian membilas terakhir dengan setengah ember air bersih, demi untuk menghemat. Jika sampai ke duluan adzan subuh dan para jemaah sudah pergi ke masjid, maka aku tidak bisa mengambil air lagi.  Karena malu akan menjadi bahan sindiran mereka. Meski sebenarnya marbot sudah memberi izin, jika aku boleh meminta air sebanyak-banyaknya. Apalagi jika terlihat oleh Bu Nur, wanita itu akan terus mengomel seolah air yang kubawa diambil dari dalam rumahnya.

*****

Suara tangis Farel membuatku tergesa masuk ke rumah. Baru tiga jalan bolak-balik mengambil air, harus terhenti karena tangisnya yang memekikkan telinga. Lalu setelahnya, suara dentuman terdengar tepat di bagian kepala Farel di mana itu adalah tembok milik tetangga, Bu Nur dan Pak Tarso. Mereka yang suka begadang dan tidur larut, pasti terganggu dengan suara berisik anakku.

"Ugh, Sayang … sini mimik, Nak." Kuraih putra semata wayangku itu, dan membawanya ke pelukan. Popoknya basah, namun tangis Farel harus segera berhenti sebelum ada umpatan kasar dari balik tembok tetangga.

Cukup lama pria kecil itu menyusu hingga akhirnya terlelap kembali. Kubaringkan dan kuganti popoknya dengan segera. Biarlah nanti kuseka pagi-pagi.

Suara adzan membuatku mendesah berat. Itu artinya rutinitas bagiku harus segera berhenti. Maka kuputuskan untuk membersihkan diri dan bersujud padanya.

*******

"Mas, aku mau pinjam ponselmu. Sebentar saja." Pria yang tengah menikmati gorengan dan kopi instan itu seketika membalik badan kepadaku dan menghentikan kunyahannya.

"Untuk apa? Apa kamu mau memeriksa isi ponselku?" tanyanya dengan berang. Padahal aku bersikap biasa saja.

"Nggak, Mas. Aku cuma mau menghubungi ibu di desa. Sudah lama aku tidak bicara dengannya, lagi pula aku sangat rindu kepada mereka!" kilahku agar dia percaya.

"Jangan kamu bilang, jika kamu ingin melaporkan semuanya kepada ibumu, ya? Jika kamu masih ingin tinggal bersamaku di dalam rumah ini, maka diam saja!"

Nyes. Ucapan itu  membuat luka semakin dalam di hatiku.

"Aisyah! Kamu dengar nggak sih?!"

"I-iya, Mas," ucapku takut-takut. Pria itu segera menyodorkan ponselnya dan segera kuraih sebelum Mas Andra berubah pikiran. 

Ah, sebenarnya itu bukanlah ponselnya melainkan ponsel milikku. Aku membelinya ketika lulus kuliah,  dengan yang tabunganku. Aku membeli ponsel itu untuk memudahkanku berkomunikasi dan mencari segala kesulitan di benda pipih persegi panjang tersebut. Namun setelah menikah,  Mas Andra merampasnya dan beranggapan jika pria itu lebih membutuhkannya daripada aku sendiri. Jadilah aku tidak leluasa untuk meminjamnya, meskipun itu barang kubeli sebelum berkenalan dengannya.

"Jangan lama-lama," bentaknya kasar. Aku sampai memegangi dada karena saking terkejutnya.

Mas Andra masuk lagi  ke kamar lalu kembali dengan ransel miliknya. Aku yang bingung harus bagaimana, segera membuka ponsel dan melihat riwayat terakhir. Namun nihil. Tak ada percakapan semalam.

 Aku menghubungi ibu setelahnya, namun sampai berapa lama, wanita itu sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Hingga beberapa kali aku mencoba, namun tidak berhasil. Aku kira ibu sedang sibuk dengan rutinitas paginya.

Tak sampai di situ. Kucari riwayat kontak semalam, siapa tahu aku menemukan sesuatu yang janggal. Namun dari 70 kontak yang terdaftar di ponselnya, kebanyakan adalah laki-laki dan sama sekali tidak ada yang mencurigakan. Padahal aku yakin, semalam Mas andra berbicara dengan seseorang yang kuduga wanita.

"Sudah, aku mau kerja takut kesiangan!" Dengan gerakan kasar pria itu meraih ponselnya dan bergegas pergi meninggalkanku yang termangu menatap sedih ke arahnya. Hingga tiba-tiba air mata itu mengalir begitu saja membasahi pipiku.

 Ya Tuhan, rasanya aku sudah tidak kuat lagi untuk mempertahankan pria itu di sisiku. Namun aku juga tidak bisa berbuat apa-apa.  Aku memang seperti benalu saat ini. Bekerja pun tidak bisa, karena Farel yang masih terlalu kecil usianya, dan dia masih belum bisa dititipkan pada orang lain. Lagi pula aku yakin pria itu tidak akan pernah mengizinkan aku untuk kembali kepada rutinitasku dahulu sebagai seorang pekerja kantoran.

"Eh, Aisyah. Aku lihat suamimu membonceng seorang wanita di jalan tadi pagi!"

"Ap-apa?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nesty Orienta
Dear author, Tolong dong sebelum dipublish cek ulang lagi kalimat2nya, kata2 sambungnya apakah udh bener semua dan layak publish dan dibaca dgn berbayar koin. Banhak banget typo dan ada bbrp kata2 yg ga nyambung. Thanks
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ditinggalkan Karena Burik   Akhir Segalanya

    Bab 33 Akhir Segalanya Berjalan dengan mengendap-ngendap, aku masuk ke rumah yang belakangan ini menjadi tempat tinggalku bersama dengan Aisyah. Berharap wanita itu tidak mengetahui kepergianku ke rumah Anisa. Bahkan dengan keadaanku yang seperti ini, rasanya aku enggan untuk berbicara dengan wanita itu untuk sementara waktu, karena pasti Aisyah akan mencecarku dengan berbagai pertanyaan."Dari mana kamu, Mas?" Deg! Suara Aisyah terdengar dari balik pintu. Wanita itu menatapku dengan penuh selidik."Aku–" Sial. Aku tak sempat memikirkan alasan dari mana kepergianku, apalagi dengan keadaanku yang terluka seperti ini akibat ulah si Malik tadi. Aisyah pasti curiga."Jangan katakan jika seseorang membegalmu lagi di jalan, karena alasan itu sudah basi untukku, Mas." Duh, bagaimana ini. Sangat sulit mencari alasan di saat aku tidak bisa berpikir jernih."Eh, tadi aku bertemu dengan teman, tak disangka dia mar

  • Ditinggalkan Karena Burik   Pria Asing

    Bab 32 Pria Asing Seketika ibu melongo. Saat aku dan Aisyah menatap wajahnya dengan serius. Seperti tengah mencari alibi, wanita itu masam-mesem dengan matanya yang melirik ke sana kemari."Eh itu–""Sudahlah, Bu. Tidak usah berbohong lagi. Ayah mertua juga sebenarnya sudah sehat. Jadi sebaiknya ibu bawa pulang saja daripada terus-terusan tinggal di rumah sakit, kan tidak enak," ujar Aisyah lagi. Ada raut nada tidak suka dari penjelasannya barusan. Mungkin wanita itu kecewa karena oleh ibuku yang terus membohonginya. Sedangkan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena ini murni adalah kesalahan ibu.Tidak dapat berkata-kata lagi, Ibu akhirannya membungkam mulutnya. Setelahnya kuajak dia menemui dokter untuk mengajak ayahku pulang. Sepanjang perjalanan Aisyah tidak bersuara. Ibu juga sepertinya merasa malu kepada wanita itu. Saat melewati restoran Padang kesukaannya wanita itu hanya bisa menelan ludah

  • Ditinggalkan Karena Burik   Pria Tidak Bertanggung Jawab

    Bab 31 Pria Tidak Bertanggungjawab Kuparkirkan mobilku di halaman. Motor Mas Andra masih ada di sana seperti tadi pagi. Berarti pria itu tidak pergi kemanapun seharian ini. Begitu pintu terbuka, pria itu sudah menodongku dengan keberadaannya. Mengagetkan sekali."Assalamualaikum," ucapku. Terlihat pria itu senyam-senyum sendiri seperti menginginkan sesuatu."Aisyah, kamu sudah pulang? Ayo duduk sini." Bukannya menjawab salamku, pria itu malah mengajakku duduk di sofa. Dari raut wajahnya saja sudah kelihatan jika dia memiliki maksud lain."Ada apa Mas?" Kuikuti kemauannya. Dan bersiap mendengar maksudnya. Padahal aku ingin segera bertemu dengan Farel."Aisyah, tadi ibu minta uang  lima belas juta. Kamu tahu kan jika mas sedang sedang cuti sekarang. Sedangkan waktu itu uang mas dipake sama kamu sebanyak empat puluh lima juta. Jadi, bisa kan kamu ngasih dulu ke ibu. Nanti jika mas udah kerja

  • Ditinggalkan Karena Burik   Bingung

    Bab 30Rasa kesal memenuhi pikiranku. Uang di atm-ku pasti sisanya tidak jauh dari 30 juta. Jika aku harus memberikannya kepada ibu untuk pengobatan ayah, tentu nilainya akan kembali berkurang setengahnya. Sedangkan aku entah kapan kembali bekerja, mengingat sekarang aku juga pasti sedang dikejar-kejar oleh anak buahnya Pak Darma. Bahkan saat ini aku tidak tahu kabar Malik lagi, karena pria itu tidak juga menghubungiku. Ingin menghubunginya terlebih dahulu, namun aku sadar kesalahanku semalam yang meninggalkannya pergi.Kini harapanku tinggal Aisyah saja satu-satunya. Dia kan mulai bekerja, pasti gajinya juga cukup besar. Apalagi seorang model dibayar per kontrak baru disetujui."Andra!" Suara ibu terdengar melengking."Ya, Bu." Aku beranjak dan mendekat ke sumber suara. Wanita itu sudah rapi. Di ruang tengah, ibu memakai kerudung panjang dengan tas yang tersampir di lengannya."Ibu mau ke rumah sak

  • Ditinggalkan Karena Burik   Terasa Asing

    Bab 29Terasa AsingHari pertama kembali kepada Aisyah. Semuanya terasa begitu asing bagiku. Semalam tidak ada hubungan intim antara kami berdua, karena sesuai  poin dalam isi perjanjian, aku harus menahan diri untuk tidak menggaulinya selama dua bulan lamanya. Dan sebagai seorang pria yang memiliki libido tinggi, rasanya hal itu seperti hukuman untukku. Tapi, aku akan berusaha untuk tetap sabar meskipun jika aku kebelet,  bisa saja aku pergi diam-diam kepada Anisa sebagai pelampiasan.Pintu kamar mandi terbuka pelan, setelahnya Aisyah keluar dari walk in closet dengan pakaiannya yang sudah rapi. Tampak Anggun mengenakan gamis berwarna pink dengan kerudung berwarna fanta. Melirik sekilas ke arahku, kemudian wanita itu segera membuka pintu kamar dan beranjak ke meja makan membantu Mbak Iin menyiapkan sarapan pagi.Aku ikuti langkahnya dengan perasaan lesu. Sepertinya kembali padanya bukan ide yang baik, mengi

  • Ditinggalkan Karena Burik   Babak Belur

    Bab 28Babak Belur "Andra, cepat kau datang ke gudang sekarang juga!!" Kuabaikan perkataan Aisyah. Sekarang bukan waktunya untuk berdebat dengannya, meskipun poin-poin yang tertulis dalam lembaran kertas tadi mengusik pikiranku. Tega sekali wanita itu memberikan syarat yang sulit untuk kulakukan, jika aku ingin kembali hidup dengannya.Dalam pandangan tajam wanita itu, aku segera berlalu, menyambar kunci motor yang terletak di atas meja ruang tamu, lalu mengendarai kendaraan hitam milikku itu. Kendaraan yang kubeli dari hasil sesuatu yang tidak sesuai dengan penghasilanku sebagai pekerja di kantor dengan posisi rendahan.Hanya sepuluh menit sampai di tempat yang dituju. Di sana Malik tengah menunggu. Rekanku itu tidak sendiri. Ada lima orang pria yang tampak berdiri menunggu kedatanganku dengan tidak sabar."Ada apa ini? Apa yang kau lakukan kepada temanku?!"  ucapku saat melihat wajah Malik yang babak belur. Waj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status