Fakta Mengejutkan
Pagi ini aku mengajak Farel untuk berjemur di halaman depan, sekaligus menunggu tukang sayur yang biasanya lewat. Kata bidan waktu itu, kulit Farel sedikit kuning jadi dia harus sering-sering dijemur untuk mendapatkan vitamin D secara alami. Uang di kantong tinggal lima belas ribu lagi dan harus kugunakan sebaik-baiknya. Beruntung Farel belum bisa jajan karena umurnya masih dini.Besok adalah jatah Mas Andra memberikan uang. Semoga dia tidak melupakan kewajibannya.Bu Nur dan Pak Tarso baru saja pulang dengan motor Beat merah miliknya. Wanita itu misuh-misuh langsung berdebat sedikit dengan suaminya, entah mengobrolkan apa. Setelahnya tampak mendekat ke arahku dengan tergesa."Eh, Aisyah. Aku lihat suamimu membonceng seorang wanita di jalan tadi pagi!" Wajahnya terlihat serius dan meyakinkan."Ap-apa?!" ucapku tak percaya. "Bu Nur jangan bicara sembarangan ya." Kata itu begitu saja keluar dari dalam mulutku, mencoba tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh wanita paruh baya tersebut. Namun bukan Bu Nur namanya jika dia tidak bisa meyakinkan apa yang diucapkannya. Wanita itu meraih ponselnya kemudian mengotak-atik sebentar dan mengangsurkannya kepadaku, yang langsung kulihat dengan jelas, di mana menampilkan video pendek. Terlihat ketika seorang pria tengah menjemput seorang wanita dan langsung berboncengan, malah wanita itu langsung memeluk pinggangnya dengan erat."Ya Tuhan, benar itu Mas Andra." Tubuhku tiba-tiba saja lemas dengan perasaan sedih bercampur kaget luar biasa."Itu benar si Andra kan? Lihat aja bajunya juga sama, biru. Dilapisi jaket hitam, ada tulisan Yamaha di punggungnya." Bu Nur mencoba meyakinkanku. Ingin menyangkal ucapannya, tapi jelas wanita itu memiliki bukti kuat. Tiba-tiba saja perasaanku jadi tidak enak. Sakit, benci, marah, semuanya jadi satu.Air mataku berlinang begitu saja mengalir di membasahi pipi. Bahkan saking kecewanya, aku sampai gemetar."Makanya kalau jadi wanita jangan bodoh, Aisyah. Jangan mau juga dibodoh-bodohin sama laki-laki. Sudah aku duga, jika selama ini si Andra itu ada macam-macam di belakang kamu. Makanya dia sering marah tanpa alasan pada kamu ketika di rumah. Memang begitulah laki-laki kalau sudah punya yang baru."Aku tak tahan dan menangis sambil memeluk Farel. "Emang sih aku ini kasar dan keras sama kamu, tapi jika melihat Andra dengan wanita lain, aku juga kasihan sama kamu," lanjutnya lagi. Terus mengompori.Tanpa kata, aku langsung masuk ke dalam rumah dan membaringkan Farel di tempat tidur. Bayi kecil itu seketika menangis, mungkin karena perlakuanku yang sedikit kasar. Di atas bantal, aku tumpahkan tangisku, mencoba untuk menghilangkan rasa nyeri yang tiba-tiba saja menusuk dadaku dan membuat hatiku berdarah-darah.Cukup lama aku menangis sehingga merasa puas, dan akhirnya mengusap sisa-sisa air mata yang masih bertahan di kelopak mata.Jika seperti ini caranya, maka aku benar-benar harus bertindak. Aku tidak mau jadi manusia bodoh yang bodoh-bodohi oleh pria yang hanya lulusan SMP tersebut. Setidaknya aku harus membalas apa yang sudah kamu lakukan kepadaku, Mas. Tak akan aku biarkan kamu terus-terusan menyakiti, menyiksa batin dan perasaanku. Apalagi sampai berselingkuh di belakangku. Sungguh aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.****Kupaksakan untuk makan dengan sisa nasi semalam yang sengaja aku gongso, karena persediaan minyak sudah habis.Farel sudah dimandikan, bersamaan dengan air mataku yang berjatuhan ke dalam bak mandinya."Ayo Farel, kita berjuang bersama agar jangan sampai kita ditindas oleh manusia tak tahu diri itu. Dan jangan sampai aku dibodoh-bodohi oleh Mas Andra di belakangku. Cukup dia menyakiti kita. Saatnya aku akan tunjukkan bagaimana aku bisa membalasmu dan kupastikan kau akan menyesal telah mengkhianatiku seperti ini." Kuajak bicara bayi yang menatapku dengan tetapkan polos tanpa dosa tersebut. Dan hanya pandangan tulus yang Farel tunjukkan padaku.Langkah tegas dan terburu-buru membawa kakiku menuju ke perumahan elit di seberang jalan raya tak jauh dari kontrakan milikku.Menekan bel satu kali, kemudian seseorang tampak keluar dari balik rumah yang pintunya kokoh itu, dan tergesa menuju ke arahku."Ada kepentingan apa ya, Mbak?" tanya wanita itu sambil memindai. Mungkin heran melihatku menggendong anak dan datang ke tempatnya dengan penampilanku yang seperti seorang pengemis ini. Apalagi ditunjang dengan wajahku yang bruntusan, sisa-sisa ramuan alami yang aku gunakan untuk mengobati jerawat parah dan milia, bukannya membaik malah semakin parah, hingga membuat jerawat itu menjadi luka dan bernanah. Ditambah air yang kuning itu membuat masalah di wajahku semakin memprihatinkan."Aku mau bertemu dengan Bu Indria. Bisakah aku menemuinya?" Kening wanita yang kuduga adalah asisten rumah tangga itu langsung berkerut dalam. Setelahnya mengangguk tanpa kata dan membiarkanku masuk dan menunggu di teras."Bu Indria sebentar lagi keluar. Tunggu saja di sini, ya, Mbak," katanya sambil masuk ke dalam dengan penuh rasa heran. Cukup lama aku menunggu sekitar dua puluh menit, hingga akhirnya tak lama kemudian seorang wanita berpenampilan cantik dan wangi, dengan bajunya yang terkesan mewah dan mahal, berjalan ke arahku. Jangan lupa sepatunya yang tinggi membuat penampilannya semakin membuatku takjub sekaligus minder disaat bersamaan.Sesaat wanita dia tersenyum ke arahku dan memindah penampilanku yang sudah seperti layaknya orang kampung pulang dari sawah.Wanita itu mendesah kemudian mengajakku untuk masuk ke ruang tamu dan duduk di sana."Akhirnya kamu datang juga, Aisyah. Aku sudah menduga hal ini sebelumnya." Secarik senyum tulus terukir di wajahnya yang tampil dengan make up yang flawless."Jadi apa yang membawamu ke tempat ini, Aisyah?" tanyanya langsung setelah mempersilahkan aku masuk dan duduk."Aku membutuhkan bantuan, Bu Indria." Aku menunduk di depannya. Tak peduli meskipun wajahnya yang glazed itu mengerutkan kedua alisnya yang sudah terukir dengan rapi. Layaknya stang motor RX king yang tegas dan membentuk sempurna."Kenapa kamu baru datang sekarang? Padahal aku sudah lebih dari enam bulan menunggu kehadiranmu.""I–itu karena–""Karena suamimu melarangnya?" Aku mengangguk membenarkan ucapan wanita yang memakai dres pendek berwarna mint di depanku."Mas Andra berselingkuh dan aku tak mau dibodoh-bodohi olehnya. Setidaknya bukankah aku harus berubah untuk membalas sakit hati padanya. Dengan cara apapun."Lalu terdengar suara tawanya yang lembut. Sambil mengusap bahu wanita itu tanpa menatap serius kali ini."Dulu kamu menolak ketika aku menawarimu untuk menjadi seorang foto model.""Sekarang aku mau melakukan apa saja agar bisa tampil lebih baik.""Lelaki memang seperti itu. Kau tahu kenapa? Karena dia takut kehilanganmu dan takut kamu dipuji orang lain. Tapi wanita pun tidak bisa berdiam diri dan menuruti apapun keinginan mereka, selagi itu membuat kita terkekang dan terkurung. Dan ujung-ujungnya, seperti yang kamu bilang kan. Diselingkuhi ketika melihat keadaan kita yang tidak tampil secantik sewaktu awal perkenalan.""Bu Indria benar. Dan sekarang aku kebingungan dan tak tahu harus bagaimana."Wanita itu kembali tersenyum dan merebahkan punggungnya di sofa yang kutaksir harganya puluhan juta rupiah ini."Karena itu pengalamanku, Aisyah. Jika kita mandiri dan kita lebih baik dari dia, maka pria itu akan marah dan cemburu karena mereka lebih buruk. Tapi jika kita berada terkekang di bawahnya, maka pria itu akan leluasa untuk menginjak kita. Karena merasa lebih baik. Dan aku kira, kamu pun mengalami hal itu, bukan? Apalagi dengan kondisi wajahmu yang cukup memprihatinkan."Wanita itu mendekat dan meraih daguku, menatap kondisi wajahku yang memang sangat prihatinkan sekali."Apa yang kamu inginkan sekarang?""Tolong rubah aku agar lebih cantik, Bu Indria. Aku ingin menjadi lebih baik. Aku ingin menunjukkan kepada Mas Andra bahwa aku bisa lebih baik tanpanya."Ya tentu saja. Asalkan kamu mau menuruti perintahku. Aku juga akan melakukan apapun untukmu. Tapi sebelumnya, kita harus mengobati wajahmu dulu." Wanita itu menjeda kalimatnya sebelum akhirnya menarik nafas panjang dan bersuara kembali."Tapi kamu tahu resikonya kan? Aku nggak mau sampai bermasalah dengan suamimu," katanya dengan tatapan penuh."Aku pastikan itu tidak akan pernah terjadi.""Ya sudah, bagus itu. Semoga ini menjadi jalan ikhtiarmu untuk meraih rejeki, sekaligus mengobati wajahmu yang cukup parah ini."Berobat"Maaf, saya mencoba untuk melihat wajahnya ya, Bu Aisyah. Silahkan berbaring di sini." Seorang pria tampan bergelar dokter kecantikan tersenyum dan mempersilahkanku untuk berbaring di brankar. Saat ini aku sedang berada di sebuah klinik kecantikan, saat Bu Indria membawaku ke tempat ini, untuk mengobati wajahku yang sudah sangat memprihatinkan. Sepertinya wanita itu kasihan kepadaku, apalagi setelah kujelaskan kisah hidupku tadi. Katanya, dia tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang karena meyakini jika aku akan menjadi seorang bintang setelah wajahku mulus. Apalagi ditunjang dengan kulitku yang putih, tinggi badan yang proporsional, bentuk tubuhku yang tidak berubah meskipun sudah melahirkan, ditambah penampilanku yang sebentar lagi akan Bu Indria rubah, membuatnya optimis jika aku akan menghasilkan pundi-pundi rupiah. Meski itu juga adalah harapanku. Dokter itu kemudian mengambil sebuah alat yang diarahkan ke wajahku, membuat seluruh apa yang tidak ada di wajahku t
Bab 6MinggatMenjelang malam pun tiba. Aku memilih rebahan di kamar bersama dengan Farel, dan mengajak bayi dua bulan itu bercanda. Tentunya setelah melaksanakan shalat wajib. Seperti biasanya, Mas Andra membeli makanan dari luar, lalu menikmatinya sambil menonton TV. Tanpa menawariku ataupun mencoba memanggilku agar makan bersamanya. Hal yang sudah lima bulan ini tidak dia lakukan. Hampir setiap malam, pria itu membeli makanan dari luar. Entah itu nasi goreng, ayam goreng, martabak, ataupun sate. Dan sebagai seorang istri, aku hanya bisa menelan ludah sambil mencoba untuk bersabar melihat perlakuannya yang tidak wajar itu. Jika ada sisanya, pagi-pagi aku akan memakannya setelah menghangatkannya di atas kompor. Namun jika makanan itu tidak tersisa, aku hanya bisa mendesah panjang mencoba untuk bersabar. Berharap suatu hari nanti hidupku akan berubah. "Entah terbuat apa hati pria yang menikahiku dua tahun yang lalu itu. Hingga begitu kuatnya dia mengabaikanku selama lima bulan laman
Bab 7Pemotretan Aku melamun sambil memikirkan Mas Andra. Sudah tiga hari pria itu tidak pulang ke rumah.Aku pun terpaksa memanfaatkan beras seliter dengan membuat bubur tiap hari. Lumayan bisa menghemat, meski makannya tanpa lauk.Ketukan pintu seketika membuatku terduduk setelah menyusui Farel dan membuatnya kembali terlelap dalam tidur.Segera mengambil pashmina instan. Aku melangkah menuju ke arah pintu, dan sengaja menutupi mukaku. Agar orang-orang tidak semakin memandang jijik. Apalagi wajahku sekarang sedang dalam masa parah-parahnya, di mana kulit terasa perih dan semakin memerah. Bahkan sekedar terkena hembusan kipas angin saja, rasanya seperti disayat-sayat."Bu Aisyah?""Ya Mbak Ani. Ayo masuk." Wanita itu adalah pekerja di rumah Bu Indria. Aku tak mengerti ada apa wanita itu siang-siang datang ke rumahku.Wanita itu langsung menggeleng dengan senyumnya yang ramah."Bu Aisyah dipanggil oleh Bu Indria. Sekarang juga disuruh ke rumahnya. Jangan lama-lama, tapi katanya pen
Bab 8Andra Kembali"Bagaimana hasilnya?" tanya Bu Indria dengan segelas jus di tangannya. Menurut keterangannya, wanita itu baru saja bangun tidur."Lumayan bagus, saat kita tutupi wajahnya dengan kipas atau dengan daun yang estetik sehingga menampilkan bentuk tubuhnya saja," sahut pria berkemeja putih. Dengan wajah tampak sumringah."Tuh kan apa yang kubilang tadi," ujar Bu Indria sambil menyentuh bahuku dan mengajakku untuk duduk kembali. Melihat kepuasan di wajah-wajah mereka, entah kenapa aku juga ikut bahagia. Semoga ini menjadi awal kesuksesan untukku di masa depan. Setidaknya aku bisa menjadi seorang model pakaian syar'i. Amin.Di saat yang bersamaan, Mbak Ani segera menyerahkan Farel padaku yang langsung kudekap dalam pelukan. Bayi itu benar-benar anteng, dan mengerti jika ibunya tengah mencari rezeki untuknya."Eh sebaiknya aku ganti baju dulu, nggak enak jika aku pakai baju yang mahal ini," uj
Bab 9Awal PembalasanTanpa mengucapkan kata 'halo' kubiarkan pria di seberang sana berbicara terlebih dahulu."Halo? Aisyah? Dimana kamu sekarang? Kenapa kamu pergi dari rumah kontrakan itu? Aku mencarimu selama beberapa hari ini. Tolong katakan di mana kamu berada." Suara itu terdengar gusar saat bertanya. Dan aku memilih membiarkannya saja, menunggu kata selanjutnya dari Mas Andra."Aisyah! Kamu denger nggak aku ngomong sama kamu? Atau jangan-jangan kamu budek karena ini bulan ini aku tinggalkan? Iya, begitukah? Aisyah!! Gobl*k!! Jawab!!" Rasanya ingin tertawa saat mendengar ocehannya barusan. Apa aku tidak salah dengar? Dia menyebutku budek dan gobl*k? Mas, kamu hanya tidak tahu saja jika hidupku telah berubah selama empat bulan ini. Sebentar lagi kamu akan merasakan apa yang selama ini sudah kau lakukan padaku. Dan kamu pantas mendapatkan pelajaran berharga dariku.Aku memilih diam dan masih tak
Bab 10Heran"Ibu ….!" Aku terkejut saat mendengar suara seseorang yang memanggil nama ibu. Itu adalah suara wanita yang selama dua tahun ini aku nikahi. Aku menarik nafas, dan berharap ini mimpi. Hingga penasaran, perlahan-lahan aku menoleh ke belakang.Dan … Ya ampun, cantik sekali," ucapku dalam hati saat melihat siapa yang berdiri menyambut kedua kedua orang tua kami. Aisyah, apakah benar itu dia?Dalam hati aku berdoa, semoga itu bukan Aisyah. Namun percuma, karena sekarang wanita yang terlihat tampil sangat cantik itu menghampiri kami berlima yang masih berdiri di halaman. Aku yakin itu Aisyah–istriku, dan ya dia sungguh berbeda sekarang.Aisyah melihat sekilas sebelum akhirnya memeluk ibu dan ibu mertua, serta kedua pria yang tak lain adalah ayahku dan ayahnya."Kami semakin pangling padamu, Aisyah." Pria yang merestui pernikahan kami itu turut memuji anaknya.
Bab 11Inikah Pembalasan Aisyah"Mbak Iim, pokoknya aku mau makanan yang di meja ini semuanya dibawa pulang oleh mbak," ucapku pada pekerja di rumahku. "Tapi, Bu Aisyah. Ini terlalu banyak. Mbak nggak bisa bawa semuanya," tolak Mbak Iim. Aku tersenyum menatap ke arah wanita paruh baya dengan lima orang anak ini."Nggak apa-apa, Mbak. Sesekali mbak bawakan makanan enak buat mereka. Kasihan, lagi pada aku pernah merasakan bagaimana hidup susah. Aku pernah makan tanpa lauk, dan aku pernah makan bubur selama beberapa hari," ucapku mengenang waktu kepergian Mas Andra saat itu, di mana aku tidak memiliki uang sama sekali, sedangkan beras hanya tersisa satu liter saja harus kuhemat.Di belakangku, kulihat Mas Andra tengah berdiri. Biar saja dia melihat potongan ayam goreng yang tersisa tujuh potong itu, belum lagi dengan tumisan dan sayur-mayur yang lainnya. Tentu dia tidak pernah melihat makanan sebanyak ini ketika
Bab 12Sikap Aisyah "Kamu yang membuatku seperti ini, Mas! Dan jangan kamu kira jika aku akan diam saja setelah kamu membuatku menderita selama ini. Lagi pula ini belum seberapa. Ini hanyalah permulaan sebelum akhirnya kamu akan mendapatkan balasan atas apa yang telah kau perbuat padaku!!" Aku balik balas menatap wajahnya, membuat matanya sedikit mengerjap seketika. Mungkin Mas Andra kaget aku bisa berbuat sejauh ini.Padahal dulu aku selalu berlemah lembut kepadanya. Tapi biar saja, sesekali pria itulah memang harus diberi pelajaran, agar dia tidak seharusnya menginjak-injak harga diriku terus-terusan. "Lihat saja Aisyah, aku pasti akan membalasmu!" ujarnya dengan dada naik turun. Aku segera meletakkan ujung telunjuk di bibirku sebagai isyarat."Jangan keras-keras, Mas. Bagaimana tanggapan orang tuamu jika tahu putranya telah menelantarkan wanita dan juga cucunya yang sangat dihara