Share

Bab 7. Aku beruntung ada Tante sofi

Aku hanya mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Ku tak ingin melihat tante, bahwa aku ingin menangis. Aku hanya bisa menunduk agar dia tak melihat air mataku yag akan menetes.

“Hanif itu yah ga tau di diri sekali, Apa kamu tidak menasehati nya mba? Semua ini salah. Apa salah rina pada hanif? Ini pasti salah hanif,” ucap tante membelaku.

“Eh sofi, apa mata kamu buta? Lihat dia! Kenapa kamu nyalahin aku dan hanif? Kamu lihat dia, semua yang ada padanya adalah sebuah kesalahan,” ucap mama mertua dengan nada tinggi.

Aku mendekati tante sofi dan ku coba agar tante sofi tak bertengkar dengan mama mertuaku. Namun aku melirik anakku abhi yang terlihat ketakutan melihat para nenek nya ribut. Aku pun berbisik dan berkata pada anakku, “Abhi, kamu temani kresna lagi makan ya sayang sekalian kamu makan juga, abhi bisa ambil nasi dan makan sendiri?” ucapku pada anakku abhi.

“Tapi ma, abhi takut mama di sakiti lagi sama nenek ma,”jawabnya.

“Engga sayang, mama gak papa, nanti mama nyusul abhi dan kresna ya, udah sana abhi ke meja makan aja ya,”

“Iya ma,” jawab abhi lalu dia pun berjalan menuju ke meja makan menemani adiknya.

“Gak ada yang salah dari rina? Dia istri yang baik dan seorang ibu yang baik. Ku rasa kesalahan nya ada padamu mba, kamu sebagai ibunya hanif seharusnya bisa meluruskan dia ke jalan yang benar. Kamu ibu yang buruk mba. Kamu kenapa malah membiarkan dan mendukung dia. Aku gak nyangka hanif bisa setega ini pada rina. Dia bukan keponakan ku, dia pasti orang lain,”

“Apa! Kamu berani mengatakan aku ibu yang buruk? Tau apa kamu tentang Ibu? Lihat dirimu, apa kamu seorang ibu? Nikah aja belum. Dasar kamu perawan tua!” ucap mama mertua menghina tante sofi juga.

“Gak papa mba, aku gak nikah pun gak papa dari pada punya mertua sama suami yang kaya kamu dan anak kamu itu, Ayo rina biar dia sendiri saja yang menyiapkan acara nya, gak tau diri sekali kamu mba? Udah numpang buat acara di rumah orang, nyuruh-nyuruh tuan rumah, Ingat mba, udah tua. Gak nyangkas sekali aku punya mba seperti kamu,”

“Eh kamu! Dasar gak tau di untung yak amu sofi? Kamu gak ingat dulu waktu kecil kamu aku rawat? Udah tua gini ga ada berterima kasih sekalipun. Jangan macam—macam yak amu sofi,”

“Merawat apanya? Dulu kan kamu hanya menjaga ku saja sementara bapak dan ibu kerja. Itu aja semua pekerjaan rumah aku yang kerjakan. Jangan sok menuntut deh mba!” jawab tante sofi dengan santai.

“Kamu ini kurang ajar sekali ya sofi! Kamu berani macam-macam dengan kakakmu?”

“Macam-macam bagaimana mba? Seharusnya kamu yang jangan macam-macam. Yang seharusnya ingat itu kamu mba! Gak tau diri! Kamu punya anak laki tapi gak diajari moral dengan baik! Ayo rina.” ucap tante sofi menarik tangan ku.

“Rina kalau kamu ikut dengan sofi, akan aku pastikan anak-anak akan tetap tinggal di sini, hanya kamu yang akan pergi, dan aku pastikan hanif akan ku suruh cepat menceraikan kamu,”

“Mama bilang apa sih ma? Aku, aku gak bisa hidup tanpa anak-anakku ma?” ucapku.

“Mba! Tega sekali sih kamu? Kamu itu sebagai orangtua seharusnya bisa menasehati anakmu dong mba, bukan malah memprovokasi, apalagi melihat hanif sudah berani bawa wanita lain ke rumahnya. Aku jadi curiga kalau kamu yang sengaja buat Hanif dan rina sampai begini,”

“Memang kalau iya kenapa? Aku memang sudah gak sudi punya menantu seperti dia! Sekarang dia itu pantasnya jadi pembantu, Lihat dia tidak mencerminkan menantu yang baik. Kalau sudah seperti ini, dia pasti sudah gak pernah di sentuh oleh hanif lagi. Beda dengan Mira, dia itu walau sudah janda dan punya anak tapi dia pandai merawat tubuh, karir nya juga cemerlang, beda dengan si burik ini baru punya 2 anak aja udah mundur malah jadi ibu rumah tangga, Jadi jelek tuh,” ucap mama membanding-bandingkan ku.

“Begini nih pemikiran orang kolot kaya kamu mba! Berfikir kalau yang paling penting adalah penampilan. Mba, Kamu membanding-bandingkan rina dengan wanita itu memangnya kamu atau wanita itu adalah manusia yang sempurna? Ingat mba! Di dunia ini tidak ada yang sempurna! Sadar! Setan di ikuti terus ya jadi gini!” ucap tante sofi dengan menohok.

“Kamu ini keterlaluan sekali sofi!” Ucap mama dengan marah dan tangannya akan menampar tante sofi.

Dengan menangkap tangan mama, tante sofi pun membela ku lagi,”Dengar ya mba? Aku masih menghormati kamu sebagai kakak dan sebagai orang yang lebih tua, tapi maaf kalau untuk kejadian seperti ini, aku akan membela rina mba! Dia itu ponakanku dan sampai kapan pun akan jadi ponakan ku,” ucap tante sofi.

“Ponakan? Hanif lah yang ponakan kamu! Sok sekali jadi pahlawan kamu sofi, wanita macam rina tak pantas di perlakukan menantu olehku,”

“Udah lah, aku cape menasehati kamu mba, ayo rina!”

“Hei jangan bawa dia pergi ya! dia harus membereskan gelas, piring dan lainnya.”

“Kerjakan sendiri mba! Ayo rina, kita tinggalkan saja dia,” ucap tante lalu menarikku ke kamarku.

Aku menunduk Ketika melewati mama mertuaku, di sisi lain entah kenapa aku agak takut akan hal yang akan mama lakukan padaku.

“Rina, tante minta maaf atas semua perlakuan mertua kamu itu, tapi aku tak menyarankan mu untuk memaafkan dia, dia sangat pantas untuk di rukyah. Kenapa di jadi kejam begini padamu? Sejak kapan? Rina, duduk dan coba ceritakan yang jujur tentang perlakuan hanif dan mertua kamu itu padamu? Dari awal sampai sekarang dia ucapkan talak itu jangan ada yang terlewat,” ucap tante sofi dengan memegang tangaku.

“Cerita nya panjang tante,” jawabku begitu saja.

“Ceritakan saja rin, tante akan coba membantu kamu,”

“Iya tan, jadi awal perubahan mas hanif itu dari 2 …” jelasku.

Sedang ku coba menjelaskan semua kejadian yang terjadi padaku selama ini pada tante sofi, tiba-tiba saja kami mendengar keributan di luar.

Prang …

“Apa itu?” ucap tante sofi.

“Tidak tau tan, seperti suara piring pecah,”

“Coba kita keluar,” ucap tante mengajakku keluar dari kamarku.

Kami pun keluar dari kamarku dan berjalan ke arah sumber suara itu, ku lihat mama mertua sedang memarahi dan menjewer telinga abhi dan kresna, mereka menangis, ku lihat di samping mama mertua juga ada wanita itu. Kami pun mendekati mereka, tante dengan sigap melepaskan tangan mama mertua yang sedang menjewer telinga kedua anakku.

“Lepas mba!” serut ante sofi.

“Apa sih kamu sof, ikut campur terus? Sepi ya hidupmu? Lebih baik kamu pulang sana, atau cari laki-laki terus nikah biar gak sepi hidup mu,”

“Kalau mba gak mau aku ikut campur, jangan kasar mba, ini cucu kamu. Astaga, kesalahan apa sih yang anak-anak ini buat sehingga kamu memperlakukan mereka seperti ini?”

“Heh sofi! Anak-anak rina ini memang pantas di jewer, mereka dengan sengaja menyemprotkan saos di baju Mira! Lihat ini bajunya ini mahal, Ini baju harganya 15 juta,” ucap mama mertua dengan marah.

“Abhi memang benar kamu yang melakukan itu?” tanyaku.

Ku lihat abhi menunduk, itu berati memang benar kalau anakku yang melakukannya. Aku melihat baju yang wanita itu pakai. Ada banyak bekas saos yang anakku semprotkan pada baju itu.

“Rina, kamu tenang aja, Baju itu bukan seharga 15 juta, tapi cuma 450 ribu saja, kamu bawa anak-anak kamu ke kamar mu dulu rin, biar masalah ini tante yang bereskan,” ucap tante sofi padaku.

“Tapi tante, abhi ..”

“Rina, bawa saja mereka sekarang,” ucap tante lagi dengan serius.

“Oke tante,”

Aku pun menggandeng anak-anakku dan berjalan menuju ke dalam ke dalam kamarku.

~

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status