Ku tak tau kenapa menangis, ku sangat terharu melihat anakku yang masih kecil tapi dia sudah harus melihat yang seperti ini. Aku bersyukur memiliki anakku.
“Maafin mama ya nak …” ucapku.“Mama kenapa minta maaf? Seharusnya nenek yang minta maaf ke mama, nenek jahat” ucapnya.“Abhi sayang, anak mama, mama bersyukur masih punya abhi” ucapku meneteskan air mata.“Mama … mama jangan nangis ma … mama yang paling hebat, abhi sayang mama” jawab nya.Abhi memelukku, setelah beberapa menit kemudian, tiba—tiba ada mobil yang datang. Dan seseorang itu pun turun dari mobilnya. Aku dan abhi bersama-sama melihat siapa orang itu.“Rina …” ucap seseorang itu.Ku kaget ternyata dia adalah adik kandung mama yang bernama tante sofi. Dia mendekati aku dan anakku. Aku hapus air mataku dan aku juga hapus air mata abhi. Aku hanya tak ingin orang lain tau kami berdua menangis.“Rina, udah lama ya ga ketemu … kamu gimana kabarnya?” tanya dia dengan memegang tanganku.“Kabarku baik tante, kalau tante bagaimana kabarnya?” tanya ku.“Kabar baik dong rin, ini abhi rin? Masyaallah, udah gede kamu, Salim abhi ini nenek kamu tau, eh bener kan ya nenek? Ya ampun ga terasa aku sudah jadi nenek,” ucap tante pada anakku.“Nenek? “ ucap abhi yang kebingungan dia pun melihatku.“Iya sayang, ini adik nenek ya sama saja nenek kamu juga” jawabku.“Oh begitu, halo nenek” ucap abhi lalu dia mencium tangan tante sofi.“Omg, kamu pinter banget sih, lucu … ini nenek ada hadiah buat abhi” ucap tante sofi menyerahkan paper bag besar pada abhi.Abhi pun menerima hadiah itu, dan tak lupa dia mengucapkan terimakasih pada tante sofi.“Terimakasih nek ..” ucap abhi.“Sama-sama, uh kamu gemesin banget sih .. mirip banget sama hanif waktu kecil .. Ini kenapa nasi nya berantakan?”“Emm tadi tumpah tan, ini lagi di beresin,” ucapku.“Di beresin kamu? Emang mbok ani di mana? Suruh dia saja yang beresin ini, Ayo masuk ah, kita ngobrol. Udah lama banget ga kesini. Kamu kenapa matanya sembab gitu? Ini kenapa juga jidat kamu di lakban? Eh maksudnya di plester? Kamu menangis? Kamu di pukul? Siapa yang bikin kamu nangis? Siapa yang pukul kamu? bilang coba? Atau jangan-jangan hanif yang bikin kamu nangis? Atau dia juga yang pukul kamu? Awas saja dia, pulang kerja nanti akan aku hajar,” nyerocos tante sofi lagi.“Aku ga nangis kok tan, Aku ga nangis kok, ini tadi rina ceroboh kena ujung meja, jadi ada darah dikit,” ucapku berbohong.“Jangan bohong rina, katakan siapa yang berani menyakiti kamu? Hanif ya? awas aja dia, dasar laki—laki ga tau di untung” ucap tante lagi dengan membunyikan jari—jarinya.“Engga tan, mas hanif ga nyakitin kok tan,”“Benar itu abhi? Kamu ga lihat mama kamu di pukul atau di sakiti sama orang?”Abhi menengok kearah ku lalu dia mengangguk.“Ya sudah, tapi kalau hanif berani nyakitin kamu, kamu cerita ke tante ya rin. Tante akan beri pelajaran pada orang itu,” ucap tante dengan kesal.“i--iya tan … Abhi tolong kamu temani nenek kamu masuk ke dalam ya” ucapku.“Ayo masuk sama-sama aja, ini biar mbok ani yang beresin ah, masa ada tamu, tamunya di biarin toh rin rin … Ayo!"“Tapi tan, kayaknya mbok ani masih beres-beres halaman belakang,”“Memang kenapa? itu bagus, setelah bersih halaman belakang, tinggal halaman depan. Sudah lah begini saja kita ngobrol ini lama, ayo masuk ah, kita cerita-cerita,” ajak tante padaku.“Tapi di dalam ada ma …”Belum selesai berbicara, aku ditarik duluan oleh tante sofi, dia memang dari dulu sangat baik padaku. keluarga mas hanif yang paling baik adalah tante sofi saja. Dia kerap membantuku dalam hal apapun yang aku tak bisa.Kami pun masuk kedalam dan tante sofi sudah berteriak memanggil mbok ani.“Mbok ani … mbok ani ….” Teriaknya.Ku lihat mbok ani pun bergegas menghampiri kami, lalu ekspresi mbok ani kaget melihat tante sofi.“Iya bu?”“Mbok, tolong ya bersihkan nasi yang berserakan didepan, ini hadiah buat mbok ani dari London” ucap tante dengan menyerahkan kotak kecil padanya.“Eh bu sofi, lama ga bertemu bu” ucap basa-basi mbok ani lalu sebelum dia menerima hadiah itu, mbok ani melihatku dulu.Aku pun mengangguk, setelah itu mbok ani menerima hadiah itu.“Ya lama banget kan mbok, mbok sehat?”“Sehat, alhamdulillah bu …”Namun tiba—tiba mama datang dengan perempuan itu dari halaman belakang. Mama pun berteriak ..“Mbokk .. dimana sih kamu mbokk ..”“disini bu besar …”“Kamu ya disuruh bikinkan Mira minuman dingin malah pergi” ucap mama.Mama menyipitkan matanya dan berjalan semakin mendekat pada kami hingga akhirnya melihat tante sofi.“Sofi ?”“Mba? Kamu ada disini?” jawab tante sofi datar.“Kok kamu sudah di Indonesia? Ya allah, kenapa ga kasih kabar sih? Mba mau ada arisan ini, kamu kapan pulang ga bilang mba,”“Emang harus kasih tau kalau mau pulang? Ga ah nanti mba nitip beli banyak barang, susah tau bawanya banyak pajaknya lagi, emang mba mau bayar? Engga kan? Mba kan maunya dibeliin bukan nitip,” ucap tante sofi dengan datar.“Ya ampun … ya engga lah, kamu ini terlalu perhitungan banget sih sama mba sendiri, ih kamu mah sofi, udah terlalu betah di London jadi gitu deh, hehehe. Sini duduk dulu, Kamu pasti cape banget kan? Rina buatkan minum sekalian buatkan minuman untuk Mira terus siapkan kamar buat sofi” perintah mama padaku.“Kenapa rina yang diperintah? Lalu itu Mira itu siapa? Mbok ani buatkan dulu minum untuk siap itu mira? saya ga usah, sudah ada ini” ucap tante sofi.“Loh ya ga papa dong kan buat tamu, Mira itu tamu istimewa, dia dibawa hanif tadi dan nanti mau ikut arisan jadi dia harus dijamu dengan benar dong”“Apa? Hanif yang bawa perempuan lain ke rumahnya? Di depan istrinya? Dia membawa itu perempuan? Mba, sadar ga sih mba? Ku rasa mba otaknya tambah geser sekarang. Itu perempuan itu pasti bukan perempuan baik-baik kan? kalau dia perempuan baik, dia pasti ga akan datang kemari. Rina bisa salah paham, Hanif sudah beritahu kamu siapa perempuan itu rin?” ucap tante sofi.“Eh kok kamu jadi menilai mira seperti itu sih sof? Dengar ya? Mira itu perempuan baik-baik tau. Lagian ga masalah kalau rina salah paham. Itu gak akan ada guna nya. Hanif kan udah talak dia,”“Apa? Talak? Rina, itu ga benar kan?” tanya tante sofi.~BersambungSetelah aku berpamitan, aku keluar lalu langsung berangkat ke kantor polisi. Beberapa menit kemudian, kami sampai. Aku berharap polisi sudah bisa menemukan lokasi keluarga mas Hanif. "Selamat pagi pak!" Sapa salah seorang polisi pada papa."Pagi pak.""Silahkan masuk dan duduk di dalam." Kami pun masuk kedalam sebuah ruangan lalu datanglah seorang pria bertubuh besar dan tinggi masuk kedalam ruangan yang kami duduki ini. Dia bersalaman dengan kami. "Pagi pak, bu, dan mbaknya. Mohon maaf karena kami dadakan memanggil anda kemari. Emm, begini pak jadi dalam investigasi kami secara tak sengaja dalam proses itu, kami telah menemukan seorang anak laki-laki sekitar umur 6-8 tahun di lokasi yang tak jauh dari lokasi kami melakukan pencarian cucu anda. anak laki-laki tersebut di temukan dalam keadaan tak bernyawa dan juga memakai pakaian sekolah juga. Ada nama ini seragamnya." Jelas polisi itu lalu menyerahkan baju SD yang di lapisi dengan plastik untuk barang bukti. di baju
Untungnya Abhi tak mengeluh karena perjalanan itu. Dia malah mendorongku terus agar mempercepat laju kendaraan ini. Sesampainya di rumah mantan mertua ku itu, ku lihat sekeliling terlebih dulu, karena rumah itu terletak di ujung jalan dan depannya tanah kosong sehingga suasana terlihat sangat sepi sekali. "Ma, ayo kita turun. Kita coba ma masuk ke rumah nenek jahat. Abhi takut Kresna di apa-apain." Ucap Abhi khawatir. "Sebentar sayang, kan tunggu puma dulu masih ada di belakang itu belum sampai. Lagipula lihat sepi sekali kan rumahnya?" "Iya juga sih ma, itu rumahnya kenapa kotor sekali ya ma. nenek jahat memang pemalas sekali sukanya nyuruh-nyuruh mama bersihin semuanya dulu. Sekarang lihat? sebenarnya yang jorok itu nenek sendiri bukan? Iiih Abhi engga suka. Dulu mama sering kecapean karena nenek." Ucap Anakku lagi memasang raut wajah yang cemberut. Tante Sofi pun datang dan dia parkir di depan mobilku. Aku turun dan tak lupa membantu anakku turun dari mobil juga. "Tan,
"Tadi Kresna di sini ma. Lagi makan tapi satu jam kemudian Abhi ke sini lagi dia engga ada.""Emm, sayang kamu duduk sini dulu ya. Mama ma muter cari Kresna." "Abhi ikut ma..""Jangan sayang, nanti Abhi cape.""Engga ma, Abhi engga cape kok. Ayo kita cari lagi."Akhirnya aku gadeng anakku dan berjalan terus masuk kedalam sekolah mencari anakku Kresna. Hingga Abhi yang ku lihat lelah, aku mengajaknya untuk duduk di bangku depan kelas. Sedang aku celingak-celinguk, ada seorang guru yang menghampiri kami. "Permsii bu? Maaf saya tadi lihat seperti mencari seseuatu. Apa ada yang hilang Bu?""Oh iya pak. Maaf, saya sedang mencari anak saya.""Pak Yusuf, Adik Abhi yang kelas 1 hilang pak." Seru Abhi to the point. "Apa? Hilang? Maksudnya bagaimana ini? Hilang di mana? Maaf bu, kelas 1 sudah selesai pelajaran dari jam 10.30 tadi bu. Apa dia belum pulang kerumah? Coba anda hubungi orang rumah dulu bu, siapa tau anaknya sudah pulang.""Belum saya tanya orang rumah pak tapi anak saya tadi dudu
Beberapa hari kemudian, pagi-pagi sekali ku persiapkan segalanya. Ku berpakaian rapi, Di depan meja rias, Aku berdandan tipis agar terlihat fresh. Tak lupa ku semprotkan parfum di kedua sisi leher ku. “Mama ..” Ku mendengar suara anakku yang membuka pintu kamar ku. Aku menoleh ke arah anakku. “ Pagi sayang..” “Pagi juga mama. Ma, ini buat mama..” Anakku menyodorkan sepiring sandwich untukku. “Haa.. terima kasih sayang.. Abi buat sendiri?” Ucapku sembari menerima makanan itu. “Iya mama.. Hari ini kan mama mau foto-foto lgi hihi. Makan ini ya mama, Abi engga nambahin mayonnaise kok ma. Isi nya semua nya sayuran kesukaan mama, hehe.” “Astaga, pintar nya anak mama. Terima kasih ya sayang. Mama makan ya..” “Iya mama. Hehe.. Ya udah ma, Abhi mau pakai seragam dulu ya ma.. Oh ya mama, abhi sama kresna di antar puma ya ma. Jadi mama langsung berangkat aja. Hehe. Emmmuah, semangat mama.” Ucap Anakku dengan ceria dan langsung mencium kedua pipiku. Dia pun berlari keluar dari kam
“Permisi ka.” Awalnya ku diam saja karena ku kira panggilan itu bukanlah untukku. “Mbak, itu di panggil.” Tepuk ibu-ibu yang sepertinya sedang menunggu anaknya juga sepertiku. Ku menoleh dengan membalikkan badan ku mengahadap kearah seorang yang memanggilku itu. “Anda panggil saya mas?” “Iya kak. Mohon maaf sebelumnya kalau menggangu. Perkenalkan saya Tio dari majalah harian wanita. Saya mengenali anda bu. Mohon maaf, apa anda adalah Rose?” tanya pria itu padaku. Ku terkejut dengan pertanyaan nya. Bagaimana dia tau bahwa aku adalah Rose? Nama itu adalah nama panggung ku. “Maaf kak, apa boleh kita bicara sebentar di sana?” Lanjutnya berucap. “Mau apa kamu?” “Saya hanya ingin bertanya sesuatu ka. Jangan takut, ini kartu identitas saya menandakan bahwa saya memang benar fotografer di sana” Ku lihat kartu nama itu, “Tio Swiriyo, Fotografer majalah Etime Wanita” Melihat itu, ku memakluminya. Dulu aku memang pernah menjadi model cover majalan itu. Tapi itu kan dulu, dia hebat sekal
“Rina? Rin?” Aku yang sedang sarapan, menoleh ke sumber suara. “Tante? Ada apa tan?” tanyaku.“Uh, enak nih. Bentar ku icip dulu,” “Iya tan, cobain ini juga.” Ku ambilkan sebuah salad ayam mayo untuknya. “Heem enak sekali… oh ya, ada kabar dari Andrea.” “Kabar apa tan?” tanya ku antusias. “Aku sudah kabari kalau kamu sudah memenuhi syarat nya lalu dia berkata agar kamu bisa berangkat menemui nya segera. Nah, tante sudah konfirmasi mengenai tiket pesawat, fasilitas hingga tempat tinggal kita di sana. Tante mau bertanya padamu. Apakah kamu benar-benar mau ke sana?” Dengan suara yang antusias, aku pun mengiyakan. “Syukurlah, bagaimana kalau di tanggal 1? Pas di sana musim panas saja. kata Andrea, kamu juga harus masuk lagi akademi modelling agar kamu semakin lihai ketika nanti fashion show.” “Iya tan, Rina tau itu. emm, Rina rasa boleh juga. Tapi, Rina bingung tan. Rina hanya kepikiran saja anak-anak Rina.” “Hmm, kan hal itu sudah di obrolin dulu Rin. Abhi dan Kresna tiap bulan
Seminggu kemudian, (Di hari putusan pengadilan)Hari ini adalah putusan pengadilan atas perceraian ku. Di pagi-pagi sekali aku bersolek tipis dan bersiap untuk pergi ke pengadilan agama. “Sudah siap Rin?” tanya Mama.“Ya ma,” “Yang semangat ya sayang. Maafkan papa tak bisa ikut hari ini,” “Iya pa, nggak apa-apa kok. Papa yang semangat ya.” Papa mencium keningku lalu kami bersama-sama berjalan hingga depan rumah. “Hey, hey Rina. Kak.. tunggu..” Panggil tante sofi pada kami. “Mau ikut Sof?” “Iya lah kak masa nggak ikut sih.” “Kirain nggak ikut tadi sibuk banget sama laptopnya. Ya udah yuk kita berangkat aja sekarang.” “Hhehe biasa ka. Kan aku ngurus visa dan segala macamnya. Bulan depan kita kan harus berangkat ke luar negeri hehe” “Hmm, iya iya.” Kami bertiga pun masuk kedalam mobil yang dikendarai oleh tante Sofi.“Sof, kakak lupa kasih tau kamu nih. Kemarin, ada temen kakak yang nawarin adik laki-lakinya nih. Dia ganteng loh, dia pengusaha tambang di pulau sebrang. Kakak
“Ya sudah, saya pamit dulu ya. Selanjutnya kita komunikasi saja secara online. Bye Sofi.. Bye Rina..” “Iya miss sampai jumpa juga.” Ucap ku pada Miss Andrea. “Kabari kalau udah mau pergi ya? biar kami antar ke bandara,” Ucap tante sofi.“Oke oke bye semua..” Setelah kepergian miss Andrea, dada ku seperti terisi soda yang semakin di kocok semakin mengembang dan akhirnya tersembur. Itu ibarat juga rasa gembira ku yang datang dari hati. “Emm, tantee… makasih ya tante..” ucap ku bergembira sampai berulang kali memeluk tante Sofi. “Haha ya ya, Tante seneng banget kamu begini, Rin.” “Hehe, maaf ya tan, Rina bener—bener nggak tau harus ngomong apa sekarang, huhu” aku malah menangis setelah tertawa. “Loh malah nangis? Cup cup cup.. sudah sudah, kamu nggak perlu terimakasih segela, kan ini memang janji tante.” Ku memeluknya erat. Dia menepuk-nepuk pundakku. Beberapa menit kemudian, aku pun melepaskan nya. “Udah kan peluknya? Hehe. Tante pegal banget nih hehe.” “Emhehe, maaf tan.” “N
Keesokan harinya,Ku lihat jam di dinding menunjukan pukul 6 pagi, aku kesiangan karena tadi malam ku sibuk berbincang dengan tante sofi, papa dan mama lagi. Aku pun langsung turun dari ranjang dan membawa handuk ku kedalam kamar mandi. Biasanya jam 6 pagi aku sudah sedang sarapan, tapi ini baru mandi. Entah kenapa saat ini aku sangat tak suka dengan perubahan jam disiplin ku. 30 menit kemudian, aku keluar dan duduk lebih dulu di sofa sambil meminum segelas air putih yang tadi tak sempat ku minum tadi, setelah itu ku langsung keluar dan mendekat ke dapur. “Bi, anak-anak ku udah pada bangun?” tanya ku pada art ku.“Sudah bu, tadi bibi masuk ke kamar, mereka sudah bangun bu den abhi sedang menulis di meja belajar terus den kresna sedang bermain hp,” “Oh gitu tapi sudah siapkan seragam nya kan bi?” “Sudah bu, Sepertinya sudah selesai mandi sekarang,” “Benarkah? Ya sudah makasih ya bi,” “Sama-sama bu,” Aku pun lanjut membuat sarapan ku sendiri bersama dengan bibi yang juga sedang m