Aku nggak percaya pun percuma. Karena itu hasil nyata dan aku sudah melihatnya. Aku berjongkok dan membuka map yang di lempar mas Yuda. Pulpen sudah ada di dalamnya.
“Ahh ummm mas enak banget. Pedang pusaka kamu benar-benar kuat dan hebat mas aah ahhh ummm mass ahhh enakk ahhh,” rancu Rania, aku memejamkan mataku saat mendengar rintihan kenikmatan Rania. Mas Yuda sedang memompa belahan bibir Rania dengan ganas tanpa rasa bersalah dan nggak tau malu. Dia mengabaikan aku yang masih ada di ruangan. Menganggapku seperti sudah nggak ada. Bahkan aku baru saja menandatangani surat perceraian kami, tapi mas Yuda sudah mempertontonkan kemesraannya bersama Rania. Suaranya makin keras dan benar-benar membuat buluk kuduk berdiri. Aku nggak mungkin bisa menghindari itu. Bagaimanapun mas Yuda juga pernah melakukan itu padaku, tapi aku merasa, dia nggak pernah senikmat atau seganas itu padaku. Terkesan biasa saja dan nggak penuh semangat seperti saat ini bersama dengan Rania. Aku meninggalkan map tersebut setelah selesai menandatangani dan menarik tasku keluar. Aku membawanya karena dalam tasku ada ponsel dan kartu identitasku. Aku berlari keluar dengan deraian air mata yang nggak bisa aku bendung. Aku benci diriku, kenapa aku nggak sempurna dan memberikan apa yang mas Yuda inginkan seperti dengan Rania. Aku merasa sudah gagal sebagai istri. Aku nggak sempurna dan aku nggak sadar kalau aku sudah menjadi istri yang nggak baik dengan bersama laki-laki lain. Tuduhan yang aku terima dengan bukti nyata yang nggak bisa aku hindari. Itu kenyataan yang harus aku terima dan nggak bisa aku hindari. “AWAS MINGGIR!!” Aku terkejut saat mendengar teriakan seseorang. Aku sedang menangis dan mencoba mengusap air mataku, tapi kakiku yang panik malah tersandung kakiku sendiri hingga menyebabkan, ya, entah sejak kapan ada sebuah mobil di hadapanku. Mobil itu baru saja dibuka dan aku yakin kehilangan keseimbangannya malah menabrak orang yang akan keluar dari mobil itu. Aku malah mendorongnya masuk kembali ke dalam mobil dengan posisi, karena saat ini aku menggunakan dress sedikit terbuka di bagian dadaku dan entah semenjak kapan, dua belahan dadaku itu malah tepat sekali menabrak wajah orang itu. Lalu karena gesekan yang nggak di sengaja, dressku tertarik, membuat salah satu benda kenyalku keluar. Ini benar—benar kejadian gila dan nggak masuk akal. Benda kenyal aku keluar dan menyumpal mulut orang yang ada didalamnya. Ahh, mata orang itu melotot karena dia kaget satu benda kenyal aku malah tersangkut di mulutnya. Aku ingin menarik tubuhku, tapi saat aku menariknya aku benar-benar kaget, satu benda kenyalku malah tersangkut di mulutnya dan membuat kepala orang itu ikut bangun. “Ma–af, saya benar benar nggak sengaja,” kataku, mencoba menahan tubuhku, tapi suaraku kacau dan serak karena aku masih menangis. Nggak ada sahutan dari orang itu, dia malah mengubah posisinya hingga duduk dan tanpa sadar dia menggigit ujung pucuk benda kenyalku. Laki-laki itu memangku tubuhku. “Agh, sa–sakit,” pekikku, mencoba mendorong kepalanya, tapi bukannya kepalanya menjauh, aku merasakan pinggangku ditarik mendekat tubuhnya. “Tu–Tuan, anda tidak apa-apa,” jelas sekali aku mendengar suara laki-laki di belakangku, tapi setelah ucapan itu aku malah mendengar pintu mobil ditutup dengan kencang. Nggak ada lagi suara yang terdengar. Aku mencoba memberanikan diri menatap wajah orang itu. Dia benar-benar sedang menatapku dengan tajam dan susu ku yang tersangkut di mulutnya tetap nggak dia lepaskan. Malah perlahan aku merasa susu ku seperti di emut olehnya. “Hmm!” desahku secara nggak sadar, aku buru-buru membekap mulutku. Aku benar-benar gila. Wajahku malah memerah dan akibat emutan perlahan itu aku merasakan seluruh darahku mengalir dengan cepat, jantungku berdebar gak karuan dan serrr aku merasakan belahan bibir bagian bawahku ikut berdenyut. Bibirnya terus mengemut susu ku dan entah sejak kapan susu ku yang satunya ikut keluar. Dia menyentuh dan meremasnya perlahan. Nggak ada perlawanan dariku saking terkejut dan nggak sadar aku mungkin menikmati sentuhannya. “Mas ah pelan sedikit Mas,” aku jadi memejamkan mataku saking terhanyut oleh remasan tangan dan emutan bibirnya. Dia terlihat pelan dan menikmatinya. Benar–benar seperti seorang yang lama nggak mendapatkan susu. Seperti bayi yang rakus kehausan. Semakin lama emutan itu berubah menjadi jilatan. Mulai dia dari ujung dan dia memutarinya berkali—kali. Geli—geli basah, aku benar-benar nggak bisa menahannya. Tubuhku seakan ikutan terbakar dan nggak pernah merasakan hal ini saat bersama mas Yuda. “Ah sial, aku benar-benar menyukai susu nya. Ini segar dan manis, berbeda dari yang biasa,” kata laki-laki itu dalam hati dan perlahan dia mengubah kembali posisinya. Aku seperti terhipnotis oleh tatapan matanya. Nggak sama sekali melakukan perlawan dan hanya mengikuti arahannya. Dia merebahkan tubuhku dan menghentikan emutan nya. Dia hanya menatap kedua susu ku, kemudian kakiku ditekuk olehnya. Blam. Aku terkejut, dia sudah meloloskan begitu saja kain penghalang yang menutupi belahan bibir bawahku. Dia menciumnya sesaat. “Kamu sudah benar—benar basah, ini nggak bisa di pakai lagi,” ucapnya. Aku seperti orang gila yang mengangguk saat mendengar ucapannya. “Dan ini …,” katanya lagi, “Ummmmm!” Aku malah mendesah panjang saat merasakan tangan dinginnya menyentuh belahan bibir bawahku yang sudah licin, lengket dan ber len dir entah sejak kapan. “En–nggak, tolong jangan lakukan itu,” meski aku dikuasai hasrat, tapi aku tetap harus waras. Dihadapanku saat ini bukan mas Yuda, dia orang yang sama sekali nggak aku kenal. Orang yang baru saja aku tabrak tanpa sengaja. Wajahnya benar-benar nggak ada ekspresi. Lurus dan tetap dingin. Tanpa suara, tapi penolakan dariku sedikit membuat keningnya berkerut. “Apa wanita itu sudah gila? Dia menolakku?” Batinnya kesal mendengar jawabanku. Sekalipun dalam hidup Zack, dia nggak pernah mendapatkan penolakan. Mungkin baginya, aku adalah yang pertama menolaknya. Aku berusaha menahan tangannya yang makin terasa dalam menyentuh bagian intiku. “Tolong, jangan lakukan itu, aku mohon,” meski aku gila sekalian pun, aku nggak akan mungkin melakukan itu dengan sembarang orang. Zack menatapku sesaat, mungkin dia merasa kasihan atau apa, perlahan dia pun melepaskan bibirnya. Dia terlihat nggak rela. Dia benar-benar menginginkan hal tersebut seperti anak kecil. Aku segera membereskan bajuku. Membenarkan posisiku dan ingin segera keluar dari mobil itu setelah aku melakukan permintaan maaf. Bagaimanapun, ini kesalahan ku. “Ma—maafkan aku, tadi benar-benar nggak sengaja, tadi ada yang mendorongku. Sepertinya ada barang yang jatuh, orang itu membantuku menghindari,” kataku, memang aku nggak tahu apa yang terjatuh karena aku juga panik dan tersandung kakiku sendiri. Nggak ada jawaban, Zacky hanya menatapku tanpa berkedip, “Aku masih ingin menyusu denganmu!” jawaban Zack malah membuatku melonggo.Zack tersenyum puas saat melihatku sudah blingsatan seperti itu, kemudian dia mengangkat kepalanya sambil menjilati asupan yang sudah dia hisap barusan.“Kamu mau ini kan?” jelas secara gamblang Zack mengeluarkan benda pusaka miliknya yang sudah benar-benar besar, tegang dan siap memasukiku, aku mengangguk dan, ‘Agh!” sudah gak diragukan lagi, benda besar itu sudah masuk kembali didalam milikku.“Bersiaplah, aku akan memberikanmu tidur yang nyenyak, Sayang!” siap dengan cepat Zack sudah memompa lagi milikku yang aku merasakan penuh di dalam milikku.“Ahh Amel, kamu benar-benar sempit banget ah aku suka milikmu ini emmmm!!” rancu Zack terus memompa ku semakin cepat hingga keringat kami sudah sangat deras.Kenikmatan sampai langit ke tujuh ini hanya bisa aku dapatkan dengan benda milik Zack. Selama ini aku menganggap kalau milik mas Yuda sudah yang terbaik, ternyata saat aku merasakan milik Zack, ini benar-benar gak ada tandingannya. Ini sangat memuaskan aku.“Ah mmm!” kami berbarengan
Aku hanya berdiri di ruangan sampai Zack akhirnya keluar dari ruangan tersebut. Dia menatapku dan berjalan perlahan. Handuk putih membalut pinggangnya. Otot-otot dadanya terlihat kuat dan basah.Aku hampir saja lupa diri menatapnya, air liurku tanpa sadar kutelan sendiri.“Kenapa tidak membuat dirimu nyaman, apa kau takut?” aku mengerjapkan mata saat dia menyentuh pipiku.“Aku mau bilang, aku bisa tidur di sofa dan kamu di ranjang,” sudut bibirnya langsung terangkat saat aku mengatakan hal itu.“Kau pikir, siapa dirimu? Bisa menyuruh-nyuruh aku?” leherku terasa tercekat, aku gak sangka dia akan membalikkan ucapanku dengan kasar.Aku tertunduk, ‘Ma—maafkan aku!”“Pergilah!” katanya.Aku kaget, rupanya dia menyuruhku pergi. Syukurlah, aku bisa keluar kamar ini, pikirku dan berbalik, tapi detik kemudian dia mencengkram tanganku, “Mau kemana?” aura sudah berubah kembali.“Ta–tadi, bukannya kamu bilang, pergi? Bukannya itu berarti aku bisa keluar dari kamar ini,” kataku.*Kau berani?” deca
Aku menarik napasku sebelum bercerita, aku juga gak menyadari kalau Zack sudah berdiri dibelakangku sejak tadi, tapi dia gak bersuara sama sekali, dia sedang mendengarkan aku cerita.“Hari itu sebenarnya, ulang tahun pernikahan kami yang kedua. Aku tiba-tiba dihubungi mas Yuda akan memberikanku kejutan, tapi dia meminta aku keluar rumah terlebih dahulu. Dia bilang jangan pulang sebelum jam 9 malam. Aku berpikir, itu memang hadiah spesial yang mas Yuda siapakah untukku, tapi ternyata saat aku pulang aku malah melihat mas Yuda bercengkrama dengan wanita lain di ranjang kami.”“Aku benar-benar gak menyangka akan ada hadiah seperti itu. Dan sepertinya mas Yuda gak menyesal sama sekali saat aku memergoki. Dia malah memberikan aku laporan kesehatan, disitu aku dinyatakan mandul,” Donna mengerutkan kening saat mendengar ceritaku.“Mandul?” Aku mengangguk, “padahal aku gak ingat kapan aku melakukan tes itu. Aku merasa gak pernah melakukannya. Kemudian yang membuat aku terkejut selain wanita y
“Huhuhu, iya kan mas, aku juga gak tau kenapa jadi bodoh banget. Huhuhu, aku ditipu temanku 400 juta, sekarang aku lebih baik mati saja kalau begini, huhuhu!” Rania masih menangis kencang. Rania berpura-pura berdiri dan siap untuk mencari sesuatu untuk membenturkan kepalanya.“Hey, kamu mau apa, Rania? Jangan gegabah! Aku akan bantu, tenanglah, aku pasti bantu. Itu urusan kecil,” kata mas Yuda, berbicara seperti tidak keberatan, tapi napasnya berhembus dengan kasar.“Masalah mama tadi tanya aku, Mas, dia kayaknya sudah mulai curiga kalau uangnya aku yang pakai. Aku bingung, Mas, gak berani pulang,” kata Rania lagi berbicara pelan, tapi nadanya terkesan mendesak.“Sudahlah, sudahlah, aku akan segera transfer sekarang, sudah jangan menangis lagi,” mas Yuda mengeluarkan ponsel dan, “sudah aku transfer, kamu bisa cek sekarang!” ucapnya, Rania tersenyum, dia benar-benar berhasil meminta uangnya.“Mas Yuda makasih banyak ya, Mas, kalau bukan kamu sama Mama Erlita yang nolongin aku, aku gak
“Diam! Tutup mulutmu, Felix. Jangan banyak bicara lagi. Aku akan usahakan uang itu, tapi 3 hari itu gak mungkin. Aku belum bisa memberikan uangnya karena aku tetap harus terlihat seperti bukan wanita mata duitan dihadapan mas Yuda. Kalau dia tahu, aku aslinya suka menghamburkan uang, mana mungkin dia membandingkan aku dengan istri bodohnya itu,” decak Rania.“Kalau gak bisa manfaatkan laki-lakinya kenapa kau gak manfaatkan keluarganya? Bukannya kau bilang, ibunya sangat perhatian dan menurutku ucapanmu? Hah … atau ini alasan saja, apa ini yang dibilang perhatian? Ini maksud dari perkataanmu itu? Perhatian itu yang terpenting nilainya uang, Rania. Orang bodoh juga tahu, tanpa uang mana bisa kita hidup!” ejek Felix lagi.“Diam, jangan bicara lagi. Anggap saja aku gak mendengar semua ucapanmu itu. Aktingku itu harus maksimal agar bisa mendapatkan seluruh kekayaannya. Kalau hanya sebentar saja gak bisa bertahan, bagaimana bisa mendapat kepercayaan dari mereka,” elak Rania, dia merasa seka
Ancamannya jelas terdengar gak main—main. Zack sedang menegaskan wilayah kekuasaannya padaku. Dia hanya ingin aku pindah dari tempat yang dikategorikan biang masalah.“Zack, kamu benar—benar ya, aku kan udah bilang gak mau. Aku bisa mengatasi semua,” kataku sebenarnya hanya untuk melakukan negosiasi saja dengan Zack.“Bagaimana dengan pilihanmu?” Zack mengabaikan ucapanku berarti kode keras penuh tekanan untuk Donna.“Ish, jangan mengancam temanku!” aku gak terima kalau Donna diperlakukan seperti itu. Dia satu—satunya teman yang menerima saat aku berada dalam kondisi tersulit ya meskipun itu hanya dari sudut pandangku. Aku nggak mungkin melupakannya begitu saja. Semua kebaikan Donna datang disaat aku benar—benar membutuhkan tempat bersandar.“Diamlah, aku tidak bertanya padamu!” Zack menangkap tanganku saat aku akan mengarahkan tangan protes pada ucapannya, matanya hanya melirik Donna tajam.“A—aku …,” Donna masih melirik ku untuk mengambil keputusan. Dia benar—benar bingung meskipun