Share

Bab 2

Paula menegakkan tubuhnya dan menolak. "Ayah dan Ibu nggak bakal setuju! Tanpa aku, Keluarga Ignasius nggak mungkin bisa seperti sekarang ini!"

Aurel mendekatinya selangkah demi selangkah, lalu memeluknya erat-erat seolah-olah merasa tidak rela. Namun, ketika Richie tidak memperhatikan, dia tersenyum dingin sembari berbisik, "Kenapa nggak setuju? Masa kamu nggak sadar mereka belum muncul sampai sekarang? Terima realita ini! Mereka nggak menginginkanmu lagi sejak awal!"

"Setelah kamu keluar dari rumah ini, Ayah akan langsung mengumumkan bahwa kamu nggak punya hubungan dengan keluarga ini lagi!" Begitu mendengarnya, wajah Paula sontak memucat. Ketika dia masih larut dalam keterkejutan, Aurel sontak mendorongnya seperti orang yang telah membulatkan tekad.

"Bawa kakakku keluar!" perintah Aurel kepada para pelayan. Para pelayan segera menghampiri, lalu mendorong Paula sambil mengusir. "Keluar sana! Cepat!"

Pada akhirnya, Paula diangkat dan dilempar ke luar. Saat berikutnya, semua barangnya juga dilempar seperti sampah. Pintu kediaman tertutup rapat!

Paula tertegun. Karena langkah kakinya tidak stabil, dia terjatuh dari tangga dan berguling ke bawah. Lututnya berdarah sehingga gaun putihnya menjadi ternodai. Perut bawahnya juga sakit, tetapi sakit ini tidak setara dengan sakit di hatinya.

Ucapan Aurel terus terngiang-ngiang di benaknya. Ternyata, dirinya sudah dicampakkan sejak awal. Ayah dan ibunya memang menyetujui Aurel melakukan semua ini. Mereka bahkan tidak bersedia datang ke acara pertunangannya.

Akan tetapi, Paula jelas-jelas menawarkan diri untuk meninggalkan kediaman Keluarga Ignasius saat tahu dirinya bukan putri kandung mereka. Mereka yang menahannya karena mengingat Paula akan segera menikah dengan Richie. Keluarga Ignasius hanya menganggapnya sebagai sapi perah.

Kalau bukan karena Paula menyelamatkan Richie, Keluarga Antoro tidak mungkin membantu mereka. Mereka tidak mungkin bisa pindah ke ibu kota, apalagi memiliki pijakan kuat secepat itu di kalangan keluarga kaya. Ternyata, yang ada di pikiran orang tuanya hanya perjanjian pernikahan ini.

Mereka sudah tidak sabar untuk mengusirnya sejak awal, tetapi hari pertunangan sudah dekat. Jadi, hanya dengan merusak reputasi Paula, Aurel baru bisa menggantikan posisi Paula untuk bertunangan dengan Richie.

Kini, Paula bahkan tidak tahu siapa ayah dari anak yang dikandungnya? Dia sebatang kara sekarang. Apa yang harus dilakukannya?

"Paula!" Tiba-tiba, terdengar suara panik seseorang. Itu adalah Rhea, sahabat Paula. Ketika memarkir mobil sport merahnya, dia melihat Paula terjatuh dari tangga. Hari ini adalah hari pertunangan Paula dengan Richie. Rhea datang untuk memberi selamat, tetapi malah melihat adegan seperti itu.

"Paula, apa yang terjadi? Kenapa kamu terluka?" tanya Rhea.

Mata Paula berkaca-kaca. Dia jelas-jelas merasa sakit dalam hatinya, tetapi tetap tersenyum sembari menjawab, "Rhea, aku nggak punya rumah lagi sekarang. Orang tuaku mencampakkanku, Richie akan bertunangan dengan Aurel."

Benar, Paula sudah diusir. Rhea menatap Paula yang terluka dan merasa iba padanya. "Kenapa bisa begitu? Apa karena Aurel si jalang itu? Dia menjebakmu, 'kan? Mereka mencampakkanmu setelah memanfaatkanmu? Atas dasar apa? Tanpa kamu, mana mungkin Richie dan Keluarga Ignasius bisa seperti sekarang ini!"

Rhea ingin menuntut keadilan untuk Paula, tetapi Paula menghentikannya. "Nggak perlu lagi. Justru bagus kalau aku nggak perlu menikah dengan Richie. Tolong bawa aku pergi, ya?"

"Ya, aku akan membawamu ke rumahku. Mulai hari ini, rumahku adalah rumahmu!" sahut Rhea.

Paula menolak dengan spontan karena dirinya tengah hamil. Dia bahkan merasa malu untuk memberi tahu sahabatnya tentang hal ini. "Rhea, aku nggak bisa ke rumahmu dengan kondisiku yang begini. Nggak perlu repot-repot, aku tinggal di hotel saja. Tolong antar aku ke hotel."

"Nggak repot kok, orang tuaku sangat sibuk, hanya ada aku di rumah belakangan ini. Pokoknya kamu tinggal dulu di rumahku. Jangan khawatir, aku akan memikirkan cara nanti," balas Rhea.

Sambil mengatakan itu, Rhea menarik Paula ke mobilnya. Paula menatap wajah samping Rhea dan merasa wanita ini adalah penyelamatnya. Rhea sama sekali tidak mengeluh, bahkan selalu memberi bantuan di saat dirinya membutuhkan.

Jika Rhea tahu dirinya hamil dan tidak tahu siapa pria yang menghamilinya, apakah dia akan merasa kecewa? Tidak, Paula harus memberitahunya nanti, tetapi dia butuh waktu untuk sekarang. Lagi pula, dia sendiri tidak bisa menerima kenyataan untuk sekarang.

Setengah jam kemudian, mobil sport Rhea melaju ke kediaman Keluarga Sasongko. Ini adalah rumah mewah dengan sejarah panjang. Keluarga Sasongko adalah keluarga nomor satu di ibu kota, bahkan 10 Keluarga Ignasius sekalipun tidak bisa dibandingkan dengan mereka.

Paula mengikuti Rhea masuk. Begitu melewati pintu, keduanya sama-sama termangu. Ekspresi Rhea dipenuhi keheranan. Kemudian, dia menyapa dengan sopan, "Paman?"

Paula juga melihat pria yang memakai jubah mandi hitam di tangga itu. Seketika, wajahnya menjadi pucat. Cahaya matahari yang samar menyinari wajah tampan pria itu. Tatapannya yang mendalam membuatnya sungguh berkarisma.

Jubah mandi yang diikat secara longgar membuatnya terlihat sangat seksi, apalagi rambutnya yang masih setengah basah. Sekujur tubuhnya memancarkan aura dingin, tetapi tidak menghilangkan pesonanya. Pria ini ...! Dia yang ada di mimpi Paula!

Paula tanpa sadar mundur, merasa sekujur tubuhnya sangat dingin. Meskipun begitu, wajahnya justru terasa sangat panas.

Paula tidak lupa betapa menyedihkannya penampilannya yang sekarang. Dia masih memakai gaun pertunangannya yang kotor, bahkan lututnya terluka.

Rhea juga merasa agak panik. Dia seperti orang yang membuat kesalahan besar. "Aku nggak sangka Paman di rumah. Bukannya Paman pergi kencan buta hari ini?"

Tinggi badan Darwin Sasongko mencapai 1,9 meter, membuat siapa pun yang melihatnya merasa tertekan. Gelang tasbih hitam di pergelangan tangannya membuat penampilannya terlihat sungguh mulia.

"Sudah berakhir," balas Darwin dengan tidak acuh.

"Oh." Rhea membatin, 'Berarti kencan butanya gagal lagi?'

Rhea bersikap sangat patuh karena ada seniornya di rumah. Dia khawatir Darwin merasa jengkel karena kencan butanya yang gagal, jadi buru-buru menjelaskan, "Paman, ini sahabatku, Paula. Dia lagi ada masalah, jadi bakal menginap di rumah kita beberapa hari. Tenang saja, kami nggak akan mengganggumu."

Kemudian, Rhea menarik tangan Paula dan berkata, "Paula, ini pamanku ...."

Paula bisa merasakan tatapan selidik pria ini. Dia menahan kegugupannya, lalu mendongak menatap Darwin. Sambil menenangkan diri dan mengepalkan tangannya, dia menyapa dengan malu, "Halo, Paman."

Suara yang lirih itu jelas terdengar gugup. Darwin hanya memasang ekspresi dingin tanpa menyahut. Rhea tentu tahu pamannya ini sangat cuek, tetapi tidak ingin Paula merasa malu.

Ketika Rhea hendak berbicara, Darwin tiba-tiba membalas, "Halo."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status