Share

Bab 7

Perasaan Paula sungguh campur aduk. Dia mengerti maksud Darwin, pria ini hanya menginginkan anaknya. Setelah melahirkan, Paula bisa terlepas dari semuanya dan melewati kehidupan bahagia tanpa beban.

Sementara itu, Darwin dan Rhea akan memperlakukan anak ini dengan baik. Anaknya pun akan mendapatkan sumber daya terbaik di dunia ini sehingga Paula tidak perlu mencemaskan apa pun. Namun, Paula tidak akan memiliki hubungan apa pun dengan anaknya lagi.

Paula merasa bingung. Bisa dibilang, dia sebatang kara dan hanya memiliki anak ini sebagai keluarga. Dia tidak tahu apakah dirinya bisa merelakan anak ini atau tidak nanti.

"Paman, apa aku boleh mempertimbangkannya dulu? Aku akan memberimu jawaban nanti," tanya Paula.

Darwin mengangguk dengan murung sambil membalas, "Oke. Kalau begitu, biar kuantar pulang."

"Jangan, Paman. Kamu turunkan aku di depan saja, aku takut Rhea melihat kita," tolak Paula. Hari ini, dia sebenarnya berniat mencari apartemen dan pekerjaan.

Darwin merasa kesal mendengar Paula memanggilnya paman. Dia berujar dengan ekspresi dingin, "Jangan panggil aku paman!"

Paula segera menutup mulut. Matanya berkaca-kaca sehingga dia bergegas mengalihkan pandangan. Dia biasanya jarang menangis. Entah karena terjadi terlalu banyak perubahan belakangan ini atau karena hormon progesteron yang meningkat, dia menjadi sangat sentimental akhir-akhir ini.

Suara Darwin memang agak keras barusan, apalagi Paula sedang sensitif. Untung saja, dia sedang membelakangi Darwin. Paula pun berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.

Darwin tentu memperhatikan semuanya, jadi tidak menyulitkan wanita ini lagi. Pada akhirnya, dia berhenti beberapa ratus meter dari kediaman Keluarga Sasongko.

Sebelum Paula turun, Darwin berkata, "Beri aku nomormu supaya aku bisa menghubungimu."

"Oh, oke ... Pak." Setelah ragu-ragu sejenak, Paula mengubah panggilannya kepada Darwin.

Setelah bertukaran kontak, Paula pun pamit dan pergi. Adapun Darwin, dia masih tampak murung. Entah kenapa, emosinya menjadi tidak menentu begini.

....

Paula telah kembali ke kediaman Keluarga Sasongko. Rhea juga sudah pulang, tetapi tidak berhasil membawa kakaknya. Meskipun begitu, kakaknya sudah berjanji akan pulang seminggu lagi sehingga perjalanannya tidak sia-sia.

Ketika pulang, Rhea tidak melihat Paula. Dia menelepon Paula, tetapi tidak bisa tersambung. Ketika hendak keluar untuk mencari, dia tiba-tiba melihat Paula sehingga menghela napas lega dan berkata, "Paula, ke mana saja kamu? Aku khawatir sekali padamu!"

Paula khawatir Rhea mengetahui sesuatu. Dia berbisik, "Aku mencari pekerjaan magang. Kamu juga tahu, aku baru bisa lulus kalau ada sertifikat magang. Makanya, aku cemas sekali."

Ini adalah fakta. Rhea baru teringat pada hal ini. Dia merasa bersalah karena telah mengabaikan hal ini. Jadi, dia menggenggam tangan Paula sambil bertanya, "Jadi, gimana hasilnya?"

"Untuk sekarang belum ketemu. Soalnya aku mencari perusahaan yang menyediakan tempat tinggal, memang agak sulit," sahut Paula seraya tersenyum. Dia meneruskan untuk menghibur Rhea, "Tenang saja, mudah saja bagiku untuk mencari pekerjaan."

Rhea tidak mengatakan apa pun, tetapi telah mengingat hal ini. Supaya Paula tidak sedih, Rhea terus menemaninya. Keduanya sama-sama berjemur matahari di taman bunga, membuat kue bersama, bahkan menonton film horor pada malam hari.

Karena tidak ada siapa pun di rumah ini, mereka merasa sangat santai dan bebas. Namun, ketika keduanya sedang menonton adegan paling menakutkan, pintu masuk tiba-tiba didorong dari luar! Darwin pulang!

Terlihat bayangan panjang di lantai. Darwin memegang jasnya dan dasinya tampak longgar hingga terlihat tulang selangkanya yang putih. Rambut yang berantakan menutup matanya. Penampilannya agak kacau, tetapi justru terlihat seksi.

Keduanya tidak menyangka Darwin akan pulang. Bagaimanapun, Darwin biasanya hanya pulang beberapa kali dalam setahun, bahkan tidak pernah pulang dalam keadaan mabuk.

Jadi, mereka pun terkejut melihatnya. Terutama Paula, Rhea memaksanya memakai gaun tidur yang baru dibelinya. Paula pun menolak karena tidak pantas bagi tamu untuk memakainya, tetapi Rhea malah mengatakan hanya akan ada mereka berdua malam ini.

Itu sebabnya, Paula memakai gaun tidur bertali yang begitu seksi. Panjangnya hanya mencapai paha sehingga memperlihatkan paha putih dan mulus Paula. Wajah Paula terlihat sangat merah, dia buru-buru mengambil jaket di samping untuk membungkus tubuhnya.

Rhea juga buru-buru membereskan camilan mereka. Kemudian, dia bertanya, "Paman, kenapa kamu tiba-tiba pulang, bahkan minum sebanyak ini? Tunggu di sini, aku akan masak sup pereda pengar."

Kemudian, Rhea memberi isyarat mata pada Paula dan langsung melarikan diri ke dapur. Paula pun membeku di tempatnya dan tidak tahu harus apa.

Darwin yang mabuk terlihat sangat berbeda dari biasanya, membuat Paula teringat pada malam itu. Darwin melemparkan diri ke sofa, lalu mengamati Paula dengan tatapan lancang. Dia menatap Paula lekat-lekat sambil memanggil dengan suara serak, "Kemari."

Paula terkejut dan khawatir Rhea melihatnya. Dia segera mendekat sedikit, lalu bertanya, "Pak, ada apa? Apa kamu merasa nggak nyaman?"

"Kamu sudah selesai mempertimbangkannya belum?" tanya Darwin dengan ekspresi tegas.

"Eh ... nggak secepat itu," jawab Paula.

Saat ini, Rhea akhirnya datang dengan membawakan segelas susu hangat. Dia berkata, "Aku benar-benar nggak bisa masak sup pereda pengar. Paman, kamu minum susu saja, ya? Kamu akan merasa lebih baik nanti."

Rhea mengira Paula sedang merawat pamannya sehingga tidak memperhatikan keanehan apa pun. Darwin pun tidak mengatakan apa pun, hanya menerima gelas itu dan meneguk hingga habis.

Jakunnya yang bergerak naik turun membuatnya terlihat sangat menggoda. Paula menggigit bibirnya dan memalingkan wajah.

Selesai minum, Darwin memerintahkan, "Kalian juga minum, wanita perlu nutrisi untuk tubuh."

Rhea mengangguk, tidak menyangka pamannya akan bersikap begitu lembut setelah mabuk. Tidak berselang lama, dia mengambilkan 2 gelas susu.

Paula tidak berani menolak. Namun, begitu menerimanya untuk diminum, dia seketika merasa mual. "Huek ...."

Kemudian, Paula meletakkan gelasnya dan berlari ke kamar mandi. Setelah muntah beberapa saat di kloset, dia menyiramnya dan pergi mencuci tangan serta wajah.

Rhea tentu terkejut melihatnya. Dia menghampiri untuk membantu. Ketika melihat sahabatnya ini menjadi makin kurus, dia merasa sedih hingga hampir meneteskan air mata.

Rhea bertanya dengan terbata-bata, "Paula ... kamu ... baik-baik saja? Kenapa ... tiba-tiba muntah? Kamu nggak hamil, 'kan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status