:-0
Akhir pekan kali ini, Lewis tidak mau disibukkan dengan pekerjaan pabrik sama sekali. Dia memberikan ponselnya khusus pekerjaan pada Andre.Karena Lewis hanya ingin fokus pada liburannya bersama Ralin dan Levi hari ini. Urusan pabrik, besok bisa dipikir lagi.Di villa puncak, pagi itu matahari menembus tirai linen yang bergoyang pelan diterpa angin pegunungan. Villa mewah itu kini hangat dengan suara burung, gemericik air, dan suara tawa anak kecil.Levi sedang bermain gelembung sabun bersama para asisten rumah tangga, di taman belakang.Menikmati udara sejuk yang dan cerahnya mentari pagi.“Den Levi, lihat! Gelembungnya besar!”Levi tertawa dan belari mengejar gelembung itu hingga pecah.Ralin dan Lewis sengaja mengajak semua asisten rumah tangga berlibur kali ini. Mereka perlu berjeda dari rutinitas. Sementara itu, di dalam kamar utama, Lewis dan Ralin masih meringkuk di ranjang besar berbalut selimut putih, meski matahari sudah bersinar terang.Lewis memeluk Ralin dengan penuh ke
“Saudari Alicia Agatha, kami dari Direktorat Tindak Ekonomi Khusus. Mohon buka pintu. Kami membawa surat penangkapan dan penggeledahan resmi.”Alicia menegang. Napasnya tertahan. Tubuhnya membeku.“Kami hitung sampai tiga. Jika tidak dibuka, kami akan dobrak.”Dengan tangan gemetar, Alicia membuka pintu. Empat orang berseragam masuk. Salah satu dari mereka membacakan surat perintah.“Saudari terindikasi kuat melakukan kejahatan ekonomi berat, sesuai pasal 372, 378, dan 382 KUHPidana, serta Undang-Undang Perlindungan Data dan Persaingan Usaha.”“Ini tidak mungkin! Aku dijebak! Semua tuduhan itu—!”“Saudari berhak didampingi pengacara. Silakan bawa barang pribadi secukupnya.”Alicia menjerit saat tangannya diborgol.“LEWIS! RALIN! KALIAN BELUM MENANG!”Teriaknya menggema di koridor apartemen, tapi tak ada yang peduli. Kamera-kamera wartawan mulai berdatangan saat berita penangkapan itu menyebar dengan cepat dari konferensi pers Hartadi Group.‘Alicia Agatha Resmi Ditangkap Atas Dugaan S
David muncul dari balik ruangan, mengenakan setelan rapi namun santai. Kemudian menghampiri Ralin dengan sopan sambil membawa tablet.Pandangan David sedikit tertegun melihat perempuan muda yang sangat cantik.Aksara Badsah Ubaid. Sepupu perempuan Lewis, adik dari Akhtira.Namun David segera mengalihkan perhatiannya pada Ralin yang sedang memangku Levi.“Selamat siang, Nyonya,” ucapnya lembut.Ralin mendongak, tersenyum kecil. “Siang, Vid. Ada kabar apa?”Aksara yang duduk di sebelah Ralin kemudian ikut mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Tapi David meliriknya kemudian menatap Ralin. Seakan meminta kode pada Ralin, apakah tidak masalah jika masalah ini diketahui orang lain.“Nggak apa-apa, Vid. Ini sepupunya Den Mas. Lagian, kasus ini udah diketahui seluruh keluarga Hartadi. Aksara juga bagian dari keluarga Hartadi.”David meliriknya sekali lagi dan menyadari satu hal.‘Oh … Namanya Aksara.’David kemudian kembali menatap Ralin dan membuka tabletnya dan mengulurkan pada Ralin.“Say
Malam itu di kamar hotel di Tokyo, Lewis berdiri di balkon, memandangi lampu-lampu kota dengan perasaan kalut dan skeptis. Tidak ada senyum di bibirnya.Pikirannya terus berkelana bagaimana mendapatkan investor baru dan kepercayaan mereka. Bahkan dia baru saja menyetujui kesepakatan dengan direksi untuk merumahkan beberapa karyawan demi keberlangsungan pabrik saat krisis.Luis kemudian menepuk pundak kembarannya. Dia baru melakukan panggilan zoom dengan beberapa direksi terkait investor yang memutuskan untuk angkat kaki.“Kita lalui ini sama-sama, Dek.” Suara Luis tetap optimis.Wajahnya tetap ambisius bisa mendapatkan investor sesuai harapan.“Iya, Mas. Makasih udah bantu aku setelah kekacauan yang aku lakukan.”“Itu bukan salahmu aja. Tapi salahku juga yang nggak jeli membaca strategi Alicia.”Lewis menunduk dengan menumpukan tangannya di atas pembatas balkon.“Istirahat lah. Besok kita masih harus ke China. Semoga ada kabar baik.”Lewis mengangguk lalu membuka ponselnya dan melihat
Pagi itu, suasana rumah masih diselimuti embun tipis.Burung-burung di taman belakang berkicau lembut, namun hati Lewis terasa berat. Ia berdiri di depan koper besar yang telah rapi, mengenakan jaket hitam dan kemeja putih bersih. Sorot matanya menyimpan banyak hal.Tanggung jawab, beban, dan tekad.Ralin datang dari dapur membawa termos berisi teh hangat. Levi, yang masih mengenakan piyama dinosaurus, berlari kecil menghampiri ayahnya.“Ayah mau pergi lagi?” tanyanya polos, sambil memeluk kaki Lewis.Lewis berjongkok, merangkul Levi dengan erat. “Ayah kerja, Lev. Harus berjuang supaya rumah kita, pabrik kita, semuanya tetap berdiri.”“Levi ikut?” tanyanya lagi.Lewis tersenyum, menahan gejolak di dadanya. “Nanti. Kalau semua sudah beres, Ayah janji ajak Levi naik pesawat lagi, ya?”Levi mengangguk dengan polos. Tapi Ralin tahu, janji itu diselipkan rasa cemas yang mendalam.Ralin berdiri beberapa langkah di belakang, tangannya menggenggam mug teh erat-erat. Matanya sudah berkaca-kaca
Suara riuh terdengar. Beberapa saling pandang tak percaya.Karena akhirnya, perempuan yang menjadi dalang sekaligus yang paling dibenci dengan gaya sok-nya itu, pergi dari pabrik Hartadi.Namun dengan meninggalkan pekerjaan rumah untuk pabrik Hartadi yang tidak main-main banyaknya. Semua proyek besutan Alicia dikabarkan Sebagian besar adalah fiktif dan masuk dalam jaringan Saka Leaf secara illegal.Lewis mengangkat tangannya. “Kami punya bukti. Jejak digital. Rekaman transaksi. Termasuk sabotase data marketing dan distribusi kita. Dia bukan hanya pengkhianat, dia perusak.”Ia menatap Andre dan ayahnya. “Kita akan gelar konferensi pers besok pagi ini. Aku ingin semua orang tahu siapa yang mencoba menjatuhkan kita … dan bahwa kita tidak akan menyerah.”Pagi itu, langit Bandung tampak kelabu. Suasana pabrik utama Hartadi Group mulai kembali menggeliat, namun krisis belum benar-benar berlalu. Di ruang kerja pribadi, Lubis Hartadi, cucu dari pendiri sekaligus ayah Lewis, datang lebih awal d