แชร์

Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir
Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir
ผู้แต่ง: Juniarth

Kemasi Barang-Barangmu

ผู้เขียน: Juniarth
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-25 23:52:46

“Baik burukmu, kurang lebihmu, aku bisa terima. Aku selalu dukung kamu bahkan waktu kamu belum punya apa-apa sampai kamu semapan sekarang, Em.”

Hari masih pagi namun drama rumah tangga Ralin sudah memanas.

“Dan sekarang? Kamu --- “

Tin!

Kepala Ralin menoleh ke arah jendela yang tidak tertutup tirai.

Senyumnya berubah kecut begitu melihat Fayza, selingkuhan suaminya, datang ke rumah.

Kemudian Emran melangkah menuju pintu dan membukanya lebar-lebar.

“Sayang, buruan berangkat. Kamu masih apa sih?”

Fayza muncul dengan tidak tahu malunya.

Perempuan berusia empat puluh tahun itu mengenakan setelan kerja yang modis dan seksi. Rambut panjangnya digulung rapi dan wajahnya penuh perawatan hingga membuatnya tampak seperti wanita berusia tiga puluh tahunan.

“Udah kok, sayang.” Emran tersenyum manis pada Fayza, “Tinggal nunggu Ralin ngemasi barang-barangnya aja.”

Ralin menatap Emran dengan ekspresi terkejut lalu menarik tangan suaminya.

“Apa maksudmu, Em?”

Kemudian Fayza menarik Emran hingga tangan Ralin terlepas dari tangan suaminya itu. Lalu memeluk pria itu dihadapan Ralin sambil berucap ….

“Em, aku lagi haid. Masa suburku mungkin dua minggu lagi.”

Dengan terang-terangan, Fayza merebut Emran dari sisi Ralin.

Lalu Emran menarik Fayza dari pelukan dan menatapnya dengan binar bahagia penuh semangat.

“Beneran? Berarti kita harus cepat nikah, sayang.”

“Siri aja dulu, Em. Penghulunya mau kok.”

Kaki Ralin seperti tidak menapak di lantai mendengar rencana mereka akan menikah dalam waktu dekat. Padahal Ralin itu masih sah istri Emran.  

Parahnya lagi, Ralin masih di sini! Dan mereka bisa-bisanya merencanakan pernikahan?

“Dasar perempuan nggak tahu diri!” Bentak Ralin dengan menunjuk wajah Fayza.

Emran langsung menarik Fayza agar berdiri di belakangnya.

“Dengar, Lin! Aku nggak bakal lari ke Fayza kalau kamu bisa hamil! Ngerti kamu?!”

“Em, aku tuh nggak mandul! Kata dokter aku baik-baik –”

Emran kemudian mengangkat tangannya agar Ralin berhenti berbicara.

“Maaf, Lin. Aku nggak bisa sabar lebih lama lagi. Kita udah nikah empat tahun tapi kamu nggak hamil juga. Lalu, apa namanya kalau bukan … mandul?” ucap Emran dengan nada tenang.

Namun efeknya seperti membuat Ralin ditusuk ribuan belati.

Kemudian Emran menghela nafas panjang.

“Kita udah program hamil habis puluhan juta. Tapi kamu tetap nggak bisa hamil! Buang-buang waktu dan uang!”

Ralin menggeleng lalu air mata membasahi pipinya. Dia juga ingin segera hamil hanya saja takdir belum berpihak.

Dan apakah Ralin harus menyalahkan takdir?

“Lupakan semua hal yang pernah kita lalui. Karena aku … mau menikahi Fayza.”

“Kamu tega, Em,” ucapan Ralin terdengar seperti bisikan.

“Maaf, Lin.

Kedua tangan Ralin mengepal.

“Mulai hari ini … aku menceraikanmu, Ralin Joviana! Kamu sudah bukan istriku lagi. Dan aku minta kamu segera pergi dari rumahku.”

Kalimat talak yang Emran layangkan begitu sederhana namun cukup membuat Ralin jatuh sejatuh-jatuhnya.

“Kenapa kamu berubah sejahat ini, Em? Padahal dokter bilang kalau aku bisa hamil. Tapi butuh waktu.”

Kemudian Ralin mengusap air mata dan tersenyum kecut.

“Kamu nggak sabar dan nggak mau ninggalin perempuan itu. Perempuan dengan chasing muda tapi onderdil udah tua!”

Kedua alis Emran bertaut ketika Ralin menghina Fayza.

“Seengaknya Fayza hamil ketiga anaknya nggak pakai program hamil yang ngabisin duit sampai puluhan juta kayak kamu! Paham?!”

“Emran nggak butuh istri mandul kayak kamu! Nyusahin! Nggak mandiri! Lembek!” Fayza menambahkan dengan tatapan memicing.

“Aku tahu mana yang terbaik untukku, Lin. Kamu nggak usah sok nyuruh aku ninggalin Fayza. Itu cuma bikin kamu kelihatan nggak lebih baik dari dia.”

Emran kemudian menggenggam tangan Fayza sangat erat dan menciumnya dihadapan Ralin.

“Aku mencintai Fayza. Dan aku minta dengan baik-baik, segera kemasi barang-barangmu. Masalah perceraian, biar pengacaraku yang urus. Kamu tinggal terima jadi.”

“Heh! Buruan kemasi barangmu! Jangan bengong aja?” Bentak Fayza.

Ralin tidak menghiraukan Fayza dan menatap Emran.

“Aku sampai rela melawan orang tua, kabur dari rumah, menjual hadiah perhiasan dari orang tua, demi kita bertahan hidup awal nikah. Ingat, Em, dibalik suksesmu sekarang itu ada peranku!”

Lalu Ralin menatap Fayza.

“Dan perempuan sundal ini, apa mau sama kamu andai kamu nggak punya kedudukan kayak sekarang?!” Ralin mendengus lalu mengusap air matanya, “Pasti kamu bakal ditendang!”

“Kamu mau nuntut ganti rugi?” Emran tersenyum mengejek, “Ingat, Lin. Kalau bukan karena kerja kerasku juga, kamu nggak mungkin bisa hidup enak kayak gini!”

Ralin tidak sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan Emran jika suaminya sudah seperti ini. Segala kebaikan Ralin tidak dilihat sama sekali.

Mata Emran telah tertutup oleh janda tua beranak tiga bernama Fayza. Yang digadang-gadang bisa memberinya keturunan.  

“Sama satu lagi, kalau kamu penasaran kenapa aku lebih milih Fayza, itu karena dia pandai menyenangkan pasangan, obrolannya cerdas, dan nyambung. Nggak kolot dan … “ Emran menatap Ralin dari atas hingga bawah, “Nggak kampungan apalagi malu-maluin.”

Cukup!

Ralin tidak akan membiarkan Emran menginjak-injak harga dirinya lebih jauh.

“Perempuan cantik dan cerdas itu nggak nyuri suami orang! Justru selingkuhanmu itu yang kampungan!"

Mendengar itu, Emran maju dua langkah dengan sorot marah dan mencengkeram rahang Ralin. Ia berusaha melepaskannya namun tenaga Emran lebih besar.

“Berani menghina Fayza sekali lagi, aku patahkan lehermu disini, Lin!”

“Kamu bakal nyesel, Em! Aku doakan kamu segera dapat balasannya!” ucap Ralin dengan menahan sakit di rahangnya.

Kini, lelaki yang dulu Ralin bela mati-matian saat keluarganya ragu memberikan restu, justru melukainya. Seketika itu pula, Ralin menyesali pilihannya.

“Ya. Aku bakal dapat balasannya! Balasan mendapat wanita yang lebih baik dari kamu. Begitu kan?!"

"Nggak akan!"

“Lihat Fayza! Dia punya karir bagus. Nah kamu, cuma bisa jadi guru rendahan ngajarin anak-anak yang terlahir aneh itu!”

Lalu Emran mendorong Ralin hingga punggungnya membentur dinding.

“Ah!”

Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit.

“Pergi kamu dari rumahku, Lin!” ucap Emran marah dengan menunjuk pintu rumah.

Kepala Ralin menggeleng, “Aku punya hak atas rumah ini, Em. Kamu nggak bisa ngusir aku seenaknya!”

Fayza berdecak kesal, “Tuh kan, bener tebakanku. Ralin pasti nggak mau pergi, Em. Dia kan nggak ada saudara di sini. Orang tuanya aja udah nggak nganggep dia anak lagi.”

“Aku nggak peduli. Pokoknya kamu harus pergi hari ini juga, Lin!”

“Lin, kamu udah nggak boleh di sini lagi,” ucap Fayza dengan suara lembutnya yang mendayu. “Emran kan udah ngusir kamu. Artinya kalian udah bukan suami istri. Nggak boleh serumah lagi. Emang kamu mau dituduh berzina?”

“'Munafik!” Bentak Ralin.

Bisa-bisanya Fayza menggunakan alasan zina, padahal wanita itu telah melakukannya bersama Emran.

“Nggak usah sok suci kalian berdua!”

Fayza mengibaskan tangannya, “Langsung aja lah. Mau aku bantu beresin barang-barangmu nggak?”

Ekspresi wajah Ralin makin geram.

“Diam kamu, sundal! Jangan berani --- ”

“Ah, banyak drama!”

Tiba-tiba Emran mencengkeram rambut Ralin dan menyeretnya keluar.

“Sakit, Em!”

“Diem! Atau aku tendang kepalamu!”

Sementara itu, Fayza masuk ke kamar dan mengambil semua barang Ralin dan memasukkannya ke dalam koper. Acak-acakan sekali lalu Fayza melemparnya ke halaman, tepat di hadapan Ralin jatuh tersungkur.

“Pergi! Aku muak lihat wajah jelekmu!”

Lalu Emran mengunci pintu rumah dan membawa Fayza masuk ke dalam mobil. Tidak lupa Fayza memberi cium jauh dan melambaikan tangan selamat tinggal pada Ralin yang berurai air mata.

Ralin tidak menyangka bila pagi ini akan menjadi akhir dari rumah tangganya dengan Emran.

Dengan pakaian siap mengajar, akhirnya Ralin urung berangkat ke sekolah. Ia tidak sudi menunggu Emran pulang untuk kembali masuk ke dalam rumah mereka lagi.

Dia tidak akan membiarkan harga dirinya direndahkan.

Ralin menggeret koper berisi barang-barangnya dengan tangis meleleh di pipi. Matahari yang begitu terik membuatnya makin kelelahan kemudian berteduh di teras minimarket.

Kemana dia harus menginap malam ini?

Pulang ke rumah orang tua? Itu tidak mungkin sekali.

Brak!

“Coklat! Cokelat!”

Dua petugas minimarket menggeret paksa seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang sedang menangis sambil berteriak.

“Ini anaknya siapa sih?! Bikin onar aja!”

“Jangan-jangan dia sengaja ditelantarin?”

“Kita taruh pinggir jalan aja lah!”

“Coklat!” Teriak anak itu kembali.

“Diem! Kamu itu nggak bawa uang! Makan coklat, es krim, roti seenaknya! Kamu pikir itu gratis?!”

Ralin menatap dengan seksama interaksi anak kecil dan petugas minimarket itu. Lalu menyadari jika ….

Juniarth

Hello ... selamat datang di novel terbaru author. Ini adalah sekuel dari novel "Pinangan Jutawan Berkedok Seniman". Happy reading ...

| 25
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (4)
goodnovel comment avatar
Fitry Madjid Fary
jalan cerita yg menarik
goodnovel comment avatar
Siti Sarah
bgus. cerita. nya.
goodnovel comment avatar
Juniarth
ini sekuelnya kak.
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Beri Tahu Aku Cara Mencintaimu

    Setelah panggilan video itu berakhir, Ralin menyerahkan kembali ponsel Lewis. Senyumnya tetap ada di bibir namun Lewis tahu itu ... palsu."Bunda sama adikmu selalu kompak dan lucu ya, Den Mas?" Ralin makin tersenyum lebar lalu mengalihkan perhatian, "Mereka kayak adik kakak. Padahal ibu dan anak."Lalu tawa lirih Ralin meluncur dari bibirnya. Bukan sesuatu yang lucu tapi dia sedang menghibur dirinya sendiri. "Aku kalau punya ibu kayak gitu pasti nggak bakalan jauh-jauh. Bisa diajak shopping, diajak ghibah."Ralin kembali tertawa sendiri seperti memiliki dunia sendiri. Lalu dia menatap Lewis, "Apa waktu kamu kecil dulu sering dimanja-manja sama Bunda, Den Mas?"Hati Lewis terasa tercubit melihat pemandangan ini. Ralin benar-benar tidak menunjukkan kesedihan yang jelas-jelas menganga di dalam dadanya. Baru kali ini dia bisa mengenal Ralin sedekat ini. Dia benar-benar rela mengorbankan perasaannya sendiri dan pergi tanpa membawa apapun. Hal yang pernah Ralin lakukan beberapa waktu l

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Terlalu Mustahil Untuk Bisa Kamu Cintai

    "Tentu."Kemudian Lewis berjalan ke arah balkon kamar Ralin lalu sedikit menutup pintunya agar Levi tidak terbangun karena kedinginan. Setelah meletakkan botol susu Levi, Ralin membuat segelas teh hangat dengan cepat lalu bergegas mengikuti Lewis menuju balkon. Kemudian berdiri di sisi kanan pria itu namun tetap berjarak."Mau teh?" Tawarnya. Lewis menatap teh itu lalu menggeleng, "Minum aja."Ralin mengangguk lalu menatap ke depan. Ke arah pemandangan kota Belanda di waktu siang yang lebih panjang itu. Hatinya sebenarnya cukup ketar ketir membayangkan apa yang akan Lewis katakan. Karena tidak biasanya pria itu mengajaknya berbicara sangat serius jika bukan hal yang krusial.Kalaupun hal krusial itu mengancam hubungan pernikahan mereka yang berusaha dirajut ulang, Ralin tidak masalah sama sekali. Karena dia meyakini bahwa jodoh itu bukan hak manusia.Mungkin dirinya dan Lewis hanya sebatas mengusahakan tapi tidak dengan hasil akhirnya. Lewis terlihat berpikir dan tidak kunjung mem

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Kita Perlu Bicara

    Ralin tidak tidur. Dia hanya memejamkan mata untuk menetralkan emosinya. Juga untuk menyiapkan mentalnya jika para istri teman-temannya itu ikut serta. Kemudian Lewis masuk ke dalam kamar mandi dan keluar dengan pakaian yang lebih baik. Lalu ponselnya berdering. "Oke, aku turun bentar lagi."Ralin mendengarnya tapi tetap memejamkan mata. Kemudian dia merasakan tangannya ditepuk Lewis. "Ayo turun. Temanku udah di bawah."Tanpa menunggu lama, Ralin segera bangun lalu keluar dari kamar Lewis. Dan sedikit membanting pintunya. Keputusan terberani Ralin. Dia masuk ke dalam kamarnya sendiri lalu mengambil jaket tebal yang Lewis belikan dan membelitkan syal di lehernya. Dia segera keluar dari kamar, membawa jaket Levi, dan bersamaan dengan itu Lewis juga keluar bersama Levi. Tanpa banyak berkata Ralin segera mendekati Levi dengan seulas senyum.Mengajak putra tirinya itu mengenakan jaket dengan kata-kata penuh perhatian dan cinta. Di dalam lift, Ralin dan Lewis kompak tidak berkata apa

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Ini Tidak Adil

    "Lew, ada laga sepak bola bagus. Mau ikut sama kami?" Itu suara Michael. Lewis memejamkan mata sejenak dan menghela nafas. Lalu melirik malas pada nakas, tempat jam kecil itu berada. Sudah pukul sembilan pagi rupanya. Kepalanya agak nyeri karena semalam tidak bisa tidur. Ingin memanggil Ralin tapi dia tidak yakin dengan keputusannya. "Dimana, Mike?""Cruijff Arena. Ayolah kawan! Kapan lagi kita bisa hora hore kayak gini kalau nggak begini? Jarang-jarang kamu ke Belanda.""Tapi aku masih ngantuk, Mike," ucap Lewis malas. Michael tertawa, "Apa istrimu terlalu agresif, huh?!"Guyonan Michael jelas salah kaprah. Karena nyatanya Lewis berada di kamar sendirian dan hampir tidur pukul dua dini hari. "Ngaco! Nanti laganya jam berapa?" Lewis mengalihkan pembicaraan. "Jam satu. Mau aku jemput?"Kemudian Lewis teringat Levi. Putranya itu sedikit tidak kooperatif jika diajak duduk lama. Pasti akan ada saja ulahnya. Lewis menceritakan hal itu pada Michael dan tidak bisa berjanji akan data

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Apakah Bulan Madu Ini Berhasil?

    Lewis menatap Ralin dengan ekspresi takut dan setengah kesal. "Kamu kenapa percaya sama omongan teman-temanku?! Aku nggak nyimpan foto Zaylin!"Dipikirnya, Ralin adalah anak ingusan yang baru kemarin mengenal cinta. Padahal dia itu sudah menjadi jadi satu kali. Lalu Ralin menengadahkan tangan kanannya dan menatap mata Lewis, "Boleh aku lihat isi ponselmu, Den Mas?"Kedua alis Lewis terangkat dengan wajah setengah ketakutan. Lalu matanya tidak sengaja melihat ke kanan dan terpampanglah pemandangan bawah yang mengerikan untuknya. Seketika ia merasa mual dan pusing lalu wajahnya berubah pucat. "Den Mas? Kenapa?"Lewis segera menutup kedua matanya dan tangannya berpegangan erat-erat pada kursi. Membiarkan sensasi diayun-ayun oleh kereta gantung yang membuatnya seperti begitu dekat dengan malaikat pencabut nyawa. Melihat Lewis seperti itu, Ralin memilih diam tidak mengganggu. Dia justru asyik dengan Levi melihat pemandangan yang begitu menakjubkan. Saat kereta mengalami sedikit gunca

  • Diusir Suami, Dimanjakan Tuan Presdir   Foto Mantan Masih Tersimpan

    Ketika Ralin duduk sambil menemani Levi melahap makanannya, terdengar percakapan yang mengusik telinganya. "Aku nggak nyangka kalau istri baru Lewis itu perempuan biasa," ucap salah satu perempuan. Kebetulan Ralin dan Levi duduk agak di pojok. Setidaknya kehadiran mereka seperti tidak ada. "Beneran? Kamu nggak salah dengar?" Yang lain menyahuti. "Nggak salah lagi. Aku baru aja dikasih tahu suamiku kalau istri barunya itu sebenarnya mantan guru Levi lalu dinikahi."Kemudian terdengar suara terkejut, "Astaga, Tuhan! Mimpi apaan sih Lewis sampai mau nikah sama cewek rendahan kayak gitu? Padahal Zaylin udah paket komplit. Ngapain dicerai?""Itulah yang aku nggak tahu. Kayaknya Lewis emang sengaja nutup informasi lebih jauh."Ralin berdiri kemudian mendekat. Bersembunyi di balik tembok untuk mendengarkan obrolan mereka."Aku benar-benar nggak respect sama tuh cewek dari pertama kali ketemu. Lihat aja pakaiannya. Masak di musim yang masih dingin gini dia malah pakai jaket biasa. Nggak ke

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status