Tangga tempat tinggalnya seolah menjerit saat Peter menaiki appartemen kumuh, menuju kegelapan lantai tiga. Kunci asing di tangannya membuka pintu 307 yang hampir runtuh.
"Demi para dewa Zicari!" Peter terhenyak melihat kekacauan di bawah cahaya redup. Ada pakaian lembap, piring berjamur, dan sampah menggunung seperti bukti kehidupan yang hancur.
Botol obat penenang dengan label "Depresi dan kecemasan" bergulir menyentuh kakinya. Foto keluarga bahagia di meja menunjukkan versi dirinya yang dulu, sosok yang penuh harapan dan sehat, kontras tajam dengan tubuh yang kini ia tempati.
Udara pengap menyesakkan dadanya saat memandang keluar jendela kotor.
Bukan pemandangan indah, hanya dinding bata dibalik langit malam yang tersembunyi ruang sederhana.
Peter baru akan membersihkan semua kekacauan ini, ketika ia dikejutkan dengan suara gedoran di pintu.
Duk – duk – duk!
Ini bukan ketukan sopan yang meminta izin, melainkan gedoran kasar yang menuntut perhatian. Gedoran yang sangat keras, membuat engsel tua pintu apartemennya bergetar protes.
Peter mengernyitkan dahi, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10:17 malam.
"Siapa yang bertamu selarut ini?" gumamnya kesal. "Dan di kawasan seperti ini pula."
Gedoran kedua, lebih keras dari sebelumnya.
DUK!
"Ya, ya, tunggu sebentar!" teriak Peter sambil berjalan menuju pintu, menginjak beberapa benda yang tidak ingin ia identifikasi dalam kegelapan.
Kawasan apartemen ini memang terkenal sepi dan bukan tempat yang ramah untuk dikunjungi, terutama di malam hari.
Peter sendiri tidak memiliki kerabat di dunia ini, setidaknya tidak ada yang cukup peduli untuk mengunjunginya di jam seperti ini. Satu-satunya orang yang ia kenal adalah Amanda, tunangannya yang baru saja ia temui di karaoke, yang jelas-jelas membencinya.
"Mungkin tetangga yang terganggu dengan suara bersih-bersih?" Peter bergumam pada dirinya sendiri, meski ia tahu itu tidak masuk akal. Di gedung apartemen ini, kebanyakan penghuni terlalu sibuk dengan masalah mereka sendiri untuk peduli dengan apa yang dilakukan tetangga mereka.
Dengan enggan, Peter membuka kunci pintu dan menariknya terbuka.
NGIIIK!
Engsel tua mengeluarkan suara derit menyakitkan, seolah memperingatkan bahaya yang menunggu di baliknya.
Apa yang menyambut Peter bukanlah tetangga yang terganggu, melainkan lima sosok bertubuh tinggi besar yang memenuhi koridor sempit di depan apartemennya.
Dalam cahaya redup koridor, wajah mereka tampak keras dan tidak bersahabat, mata mereka menatap Peter dengan campuran kesal dan tidak sabar.
Meski insting tabib ajaib dari Benua Zicari dalam dirinya membuatnya langsung waspada, Peter tetap mempertahankan sikap tenang dan sopan yang telah menjadi kebiasaannya selama lima tahun terakhir.
"Selamat malam, tuan-tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Peter dengan nada ramah yang kontras dengan situasi tegang di hadapannya.
Pria yang berdiri paling depan, jelas pemimpin kelompok ini, melangkah maju.
Tubuhnya yang kekar dibalut jaket kulit hitam yang tampak mahal, kontras dengan lingkungan kumuh apartemen. Tatapannya tajam dan menusuk, seperti predator yang mengamati mangsanya.
"Peter Davis?" tanya pria itu, suaranya dalam dan kasar seperti kerikil yang digosokkan pada besi.
"Ya, itu saya," jawab Peter, masih mempertahankan ketenangan. "Dan Anda adalah...?"
Pria itu tersenyum, namun senyumnya tidak mencapai matanya yang tetap dingin dan penuh perhitungan. "Kami dari kelompok Arit Merah. Aku Hector, dan ini teman-temanku Brock, Vince, Dagger, dan Skull."
Masing-masing pria mengangguk saat nama mereka disebut, wajah mereka tetap tanpa ekspresi kecuali tatapan mengintimidasi.
"Bandit Merah?" Peter mengangkat alis. "Maaf, saya tidak familiar dengan... organisasi Anda."
Hector tertawa, suara tawanya mengejutkan karena terdengar tulus meski situasinya tegang.
"Tentu saja kau tidak familiar. Kau terlalu sibuk mabuk-mabukan dan bermain dengan gadis-gadis karaoke untuk mengingat dengan siapa kau berurusan."
Empat pria lainnya ikut tertawa, suara tawa mereka bergema di koridor kosong, menciptakan atmosfer yang semakin mengancam.
"Kami bekerja untuk Tuan Goro," lanjut Hector, mengamati reaksi Peter dengan seksama. Namu melihat ekspresi lawan bicaranya datar, dengan tidak sabar ia menjelaskan.
"Tuang Goro! Juragan besar di Pasar Sentral. Nama itu pasti tidak asing bagimu, mengingat berapa banyak uang yang kau pinjam darinya."
Peter merasakan ketegangan merayap di punggungnya. Lagi-lagi, sosok yang menempati tubuhnya selama lima tahun telah menciptakan masalah baru untuknya.
"Tuan Goro," Peter mengulangi nama itu, mencoba mengingat apakah tubuhnya menyimpan memori tentang orang ini. Tidak ada.
"Maaf, saya sedang mengalami... sedikit masalah ingatan."
Hector mendengus tidak percaya. "Masalah ingatan? Itu alasan paling konyol yang pernah kudengar. Tapi tidak masalah, aku akan mengingatkanmu."
Ia melangkah lebih dekat, masuk ke ruang personal Peter tanpa diundang.
"Enam bulan lalu, kau datang ke Tuan Goro, memohon pinjaman untuk biaya pengobatan ibumu. Cerita sedih tentang kanker dan rumah sakit mahal, membuat Tuan Goro, dengan kebaikan hatinya, memberimu pinjaman sebesar seratus juta rupiah."
Peter merasakan darahnya seolah membeku. Seratus juta? Untuk apa sosok yang menempati tubuhnya membutuhkan uang sebanyak itu?
"Dan sekarang," lanjut Hector, senyumnya semakin lebar dan berbahaya, "setelah enam bulan menunggak, bunganya sudah menumpuk. Total hutangmu adalah seratus lima puluh juta rupiah. Jatuh tempo malam ini."
Keempat pria lainnya bergerak maju, membentuk setengah lingkaran yang mengancam di depan pintu Peter. Salah satu dari mereka, Dagger, mengeluarkan sebuah tongkat besi dari balik jaketnya, memainkannya dengan santai di tangannya.
"Tuan Goro adalah orang yang sangat pengertian," Hector melanjutkan dengan nada yang hampir ramah.
"Tapi kesabarannya ada batasnya. Jika kau tidak bisa membayar malam ini, kami terpaksa mengambil... jaminan alternatif."
"Jaminan alternatif?" tanya Peter, meski ia sudah bisa menebak jawabannya.
Hector mengangguk pada Dagger, yang langsung menghantamkan tongkat besinya ke dinding koridor, menciptakan lubang kecil di plester tua yang rapuh.
"Tangan dan kakimu akan jadi jaminan sementara. Tidak perlu khawatir, kami tidak akan memotongnya, hanya mematahkannya sedikit. Cukup untuk membuatmu ingat bahwa hutang harus dibayar."
Peter menatap kelima pria di hadapannya, menilai situasi dengan cepat.
Di Benua Zicari, ia telah menghadapi lawan yang jauh lebih berbahaya. Penyihir hitam, monster gunung, bahkan assassin bayaran. Lima preman pasar seharusnya bukan tantangan berarti.
Namun tubuhnya yang sekarang tidak memiliki stamina dan kekuatan fisik yang sama dengan tubuhnya di Benua Zicari. Ia perlu waktu untuk memulihkan kondisi fisiknya sebelum bisa menggunakan kemampuan bela diri tingkat tingginya secara efektif.
"Beri aku seminggu lagi," kata Peter dengan nada malas yang mengejutkan bahkan bagi dirinya sendiri. "Aku akan melunasi hutang itu."
Hector tertawa, diikuti oleh keempat rekannya. "Seminggu? Kau pikir ini perpanjangan kredit di bank? Jatuh temponya malam ini! Malam ini!" Hector menegaskan.
Peter mengutuk dalam hati. Sosok yang menempati tubuhnya selama ia pergi tidak hanya seorang pemabuk dan suka main perempuan, tapi juga terjerat hutang sebesar ini. Entah apa yang dilakukan orang itu dengan uang sebanyak itu, tapi Peter yakin bukan untuk pengobatan ibunya seperti yang diklaim.
"Baiklah," Peter menghela napas, tampak menyerah. "Aku akan membayarnya minggu depan. Dengan bunga tambahan."
Hector menggelengkan kepala, senyumnya semakin lebar. "Sayang sekali, Davis. Waktumu habis."
Ia memberi isyarat pada keempat rekannya, yang langsung bergerak maju dengan tangan terkepal dan senjata siap digunakan.
Peter berdiri tegak, menatap kelima pria di hadapannya dengan tatapan yang mendadak berubah dingin.
Meski tubuhnya lemah, pengetahuan dan teknik bela diri yang ia pelajari di Benua Zicari masih tersimpan dalam ingatannya. Ia mungkin tidak bisa mengalahkan kelima pria ini dalam kondisinya sekarang, tapi setidaknya ia bisa bertahan.
"Kalian yakin ingin melakukan ini?" tanya Peter, suaranya tenang namun mengandung ancaman tersembunyi.
Hector tertawa meremehkan. "Lihat siapa yang mencoba menggertak. Serang dia!"
Saat kelima pria itu bersiap menyerang, Peter seketika memasang kuda-kuda pertahanan yang telah ia pelajari dari Sekte Bintang Utara, tampak siaga menghadapi serangan yang akan datang.
Bersambung
Yang tidak disadari Bobby adalah bahwa kehancuran sistematis ini bukanlah kebetulan.Ketika seseorang berani menyinggung keluarga Steel, maka seluruh kekuatan bisnis mereka akan bergerak untuk menghancurkan target tersebut.Keluarga Steel memiliki jaringan yang sangat luas di dunia perbankan, investasi, dan bisnis. Dengan satu perintah dari Sandra Steel, semua mitra bisnis Bobby langsung menarik diri secara bersamaan.Di suatu ruangan mewah, Sandra Steel sedang berbicara dengan direktur utama Steel Corporation melalui telepon. "Pastikan Bobby Malone tidak punya apa-apa lagi untuk besok pagi.""Sudah selesai, Nona Sandra," jawab direktur dengan hormat."Semua aset sudah disita, semua rekening diblokir, semua investor sudah menarik dana.""Bagus," Sandra tersenyum dingin. "Biarkan dia merasakan apa akibatnya jika berani meracuni seorang Steel."++++Di mansion mewah keluarga Santos yang terletak di Bukit Hijau, Dr. Ricardo Santos duduk gelisah di ruang kerja pribadinya. Lampu meja menyo
Peter diam sejenak, matanya menatap langsung ke arah Ricardo."Biasanya dalang yang sebenarnya lebih pengecut daripada kaki tangannya.""Mereka bersembunyi di balik bayangan, membiarkan orang lain menanggung akibat dari rencana jahat mereka."Ricardo langsung pucat pasi mendengar kalimat itu. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang."Tapi tenang saja," lanjut Peter dengan senyum dingin, "kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri.""Dan dalang yang sebenarnya pasti akan mendapat balasan yang setimpal."Sementara perhatian semua orang tertuju pada Peter, Dr. Ricardo Santos perlahan mundur ke belakang dengan gerakan yang sangat hati-hati. Wajahnya pucat dengan keringat dingin yang membasahi dahinya.Matanya terus waspada memperhatikan Peter yang sedang berbicara dengan wartawan. Setiap kali mata Peter menoleh ke arahnya, jantung Ricardo langsung berdegup kencang."Aku harus segera pergi dari sini," pikirnya sambil terus mundur menuju pintu keluar. "Sebelum dia menyadari ke
Suasana restoran Le Jardin Français masih dipenuhi ketegangan setelah drama pengkhianatan yang baru saja terjadi. Para wartawan dan fotografer yang tadinya datang untuk membuat berita skandal kini malah mendapat cerita yang jauh lebih menarik.Sandra Steel berdiri dengan anggun di tengah kerumunan wartawan. Wajahnya tenang namun matanya memancarkan ketegasan yang tidak bisa dibantah. Gaun hitam elegantnya masih terlihat sempurna meski telah melalui malam yang penuh drama."Saya akan mengumumkan sesuatu yang sangat penting," katanya dengan suara yang jelas dan tegas. Semua mata tertuju padanya dengan penuh perhatian."Mulai hari ini, saya Sandra Steel secara resmi memutuskan hubungan dengan seseorang yang bernama Bobby Malone. Siapa itu Bobby Malone? Saya sudah lupa."Pernyataan dingin itu bagaikan bom yang meledak di tengah kerumunan. Para wartawan langsung heboh dengan kamera yang berkelap-kelip seperti petir di malam badai."Keluarga Steel tidak akan mengakui hubungan apapun dengan
Bobby langsung pucat pasi melihat situasi yang sama sekali berbeda dari harapannya. Mulutnya terbuka lebar tapi tidak ada suara yang keluar. Matanya berkedip-kedip cepat seperti orang yang sedang mengalami shock."Aku... aku..." gagapnya sambil mundur selangkah. "Aku dengar ada teriakan dari dalam ruangan ini.""Aku pikir kamu dalam bahaya, Sandra.""Teriakan?" Sandra mengerutkan kening dengan ekspresi heran yang dibuat-buat. "Teriakan apa, Bobby?""Kami sedang berdiskusi dengan sangat tenang tentang rencana pengembangan klinik. Tidak ada teriakan sama sekali."Peter bangkit dari duduknya dengan gerakan yang tenang dan penuh wibawa. Tangannya masih memegang gelas kosong bekas anggur Sandra yang telah diracuni."Yang lebih penting," katanya sambil mengangkat gelas tersebut dengan mata yang tajam menatap Bobby, "di dalam gelas bekas anggur milik Nona Sandra ada racun berbahaya berupa afrodisiak.""Ini adalah upaya pembunuhan karakter yang sangat keji. Hanya orang yang paling bejat yang
Sandra Steel langsung berdiri dengan wajah yang memerah karena amarah yang membara. Tangannya mengepal erat dengan rahang yang mengeras. Mata indahnya berkilat dengan kemarahan yang sangat dalam, seperti badai yang akan segera meledak."Bobby Malone sialan itu!" geramnya sambil mondar-mandir di ruang VIP dengan langkah yang gelisah. "Dia berniat jahat pada Anda, Dokter Peter, dan aku yang terkena efeknya.""Lihat saja, dia tidak muncul sampai sekarang. Pasti sedang menunggu saat yang tepat untuk meraup keuntungan dari rencana busuknya!"Peter mengangguk sambil mengamati pintu ruang VIP dengan mata yang tajam. Pengalaman panjangnya menghadapi berbagai intrik dan konspirasi membuatnya bisa membaca situasi dengan sangat akurat."Anda benar, Nona Sandra," katanya dengan nada tenang yang menyembunyikan kemarahan. "Ini pasti rencana yang sudah dipersiapkan dengan sangat matang.""Bobby Malone tidak mungkin bekerja sendiri. Pasti ada dalang lain di balik semua ini."Sandra berhenti mondar-ma
Peter dengan hati-hati memindahkan tubuh Sandra yang pingsan ke sofa empuk di sudut ruang VIP restoran. Posisinya diatur sedemikian rupa agar tetap terlihat sopan dan tidak menimbulkan kecurigaan jika ada yang masuk tiba-tiba.Meski Sandra sudah pingsan, Peter menyadari bahwa ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Efek afrodisiak yang masih mengalir dalam darah Sandra telah mengaktifkan semua meridian energi dalam tubuhnya. Energi Qi murni mengalir dengan sangat deras, siap untuk diserap oleh kultivator yang berpengalaman."Meski energi Qi yang kudapatkan tidak sebanyak jika aku tidur dengannya," gumamnya sambil duduk di sebelah Sandra, "tapi dengan duduk dekat dan mendekatkan tangan di dadanya, ada banyak energi Qi yang bisa masuk memenuhi semua titik pusat kekuatanku."Peter meletakkan telapak tangannya dengan sangat hati-hati di atas dada Sandra, tepat di titik jantung tempat energi Qi terkuat berpusat. Matanya terpejam dengan konsentrasi penuh, mulai menyerap en