Beranda / Urban / Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel / Tempat Tinggal Yang Payah.

Share

Tempat Tinggal Yang Payah.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-09 12:39:05

Tangga tempat tinggalnya seolah menjerit saat Peter menaiki appartemen kumuh, menuju kegelapan lantai tiga. Kunci asing di tangannya membuka pintu 307 yang hampir runtuh.

"Demi para dewa Zicari!" Peter terhenyak melihat kekacauan di bawah cahaya redup. Ada pakaian lembap, piring berjamur, dan sampah menggunung seperti bukti kehidupan yang hancur.

Botol obat penenang dengan label "Depresi dan kecemasan" bergulir menyentuh kakinya. Foto keluarga bahagia di meja menunjukkan versi dirinya yang dulu, sosok yang penuh harapan dan sehat, kontras tajam dengan tubuh yang kini ia tempati.

Udara pengap menyesakkan dadanya saat memandang keluar jendela kotor.

Bukan pemandangan indah, hanya dinding bata dibalik langit malam yang tersembunyi ruang sederhana.

Peter baru akan membersihkan semua kekacauan ini, ketika ia dikejutkan dengan suara gedoran di pintu.

Duk – duk – duk!

Ini bukan ketukan sopan yang meminta izin, melainkan gedoran kasar yang menuntut perhatian. Gedoran yang sangat keras, membuat engsel tua pintu apartemennya bergetar protes.

Peter mengernyitkan dahi, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10:17 malam.

"Siapa yang bertamu selarut ini?" gumamnya kesal. "Dan di kawasan seperti ini pula."

Gedoran kedua, lebih keras dari sebelumnya.

DUK!

"Ya, ya, tunggu sebentar!" teriak Peter sambil berjalan menuju pintu, menginjak beberapa benda yang tidak ingin ia identifikasi dalam kegelapan.

Kawasan apartemen ini memang terkenal sepi dan bukan tempat yang ramah untuk dikunjungi, terutama di malam hari.

Peter sendiri tidak memiliki kerabat di dunia ini, setidaknya tidak ada yang cukup peduli untuk mengunjunginya di jam seperti ini. Satu-satunya orang yang ia kenal adalah Amanda, tunangannya yang baru saja ia temui di karaoke, yang jelas-jelas membencinya.

"Mungkin tetangga yang terganggu dengan suara bersih-bersih?" Peter bergumam pada dirinya sendiri, meski ia tahu itu tidak masuk akal. Di gedung apartemen ini, kebanyakan penghuni terlalu sibuk dengan masalah mereka sendiri untuk peduli dengan apa yang dilakukan tetangga mereka.

Dengan enggan, Peter membuka kunci pintu dan menariknya terbuka.

NGIIIK!

Engsel tua mengeluarkan suara derit menyakitkan, seolah memperingatkan bahaya yang menunggu di baliknya.

Apa yang menyambut Peter bukanlah tetangga yang terganggu, melainkan lima sosok bertubuh tinggi besar yang memenuhi koridor sempit di depan apartemennya.

Dalam cahaya redup koridor, wajah mereka tampak keras dan tidak bersahabat, mata mereka menatap Peter dengan campuran kesal dan tidak sabar.

Meski insting tabib ajaib dari Benua Zicari dalam dirinya membuatnya langsung waspada, Peter tetap mempertahankan sikap tenang dan sopan yang telah menjadi kebiasaannya selama lima tahun terakhir.

"Selamat malam, tuan-tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Peter dengan nada ramah yang kontras dengan situasi tegang di hadapannya.

Pria yang berdiri paling depan, jelas pemimpin kelompok ini, melangkah maju.

Tubuhnya yang kekar dibalut jaket kulit hitam yang tampak mahal, kontras dengan lingkungan kumuh apartemen. Tatapannya tajam dan menusuk, seperti predator yang mengamati mangsanya.

"Peter Davis?" tanya pria itu, suaranya dalam dan kasar seperti kerikil yang digosokkan pada besi.

"Ya, itu saya," jawab Peter, masih mempertahankan ketenangan. "Dan Anda adalah...?"

Pria itu tersenyum, namun senyumnya tidak mencapai matanya yang tetap dingin dan penuh perhitungan. "Kami dari kelompok Arit Merah. Aku Hector, dan ini teman-temanku Brock, Vince, Dagger, dan Skull."

Masing-masing pria mengangguk saat nama mereka disebut, wajah mereka tetap tanpa ekspresi kecuali tatapan mengintimidasi.

"Bandit Merah?" Peter mengangkat alis. "Maaf, saya tidak familiar dengan... organisasi Anda."

Hector tertawa, suara tawanya mengejutkan karena terdengar tulus meski situasinya tegang.

"Tentu saja kau tidak familiar. Kau terlalu sibuk mabuk-mabukan dan bermain dengan gadis-gadis karaoke untuk mengingat dengan siapa kau berurusan."

Empat pria lainnya ikut tertawa, suara tawa mereka bergema di koridor kosong, menciptakan atmosfer yang semakin mengancam.

"Kami bekerja untuk Tuan Goro," lanjut Hector, mengamati reaksi Peter dengan seksama. Namu melihat ekspresi lawan bicaranya datar, dengan tidak sabar ia menjelaskan.

"Tuang Goro! Juragan besar di Pasar Sentral. Nama itu pasti tidak asing bagimu, mengingat berapa banyak uang yang kau pinjam darinya."

Peter merasakan ketegangan merayap di punggungnya. Lagi-lagi, sosok yang menempati tubuhnya selama lima tahun telah menciptakan masalah baru untuknya.

"Tuan Goro," Peter mengulangi nama itu, mencoba mengingat apakah tubuhnya menyimpan memori tentang orang ini. Tidak ada.

"Maaf, saya sedang mengalami... sedikit masalah ingatan."

Hector mendengus tidak percaya. "Masalah ingatan? Itu alasan paling konyol yang pernah kudengar. Tapi tidak masalah, aku akan mengingatkanmu."

Ia melangkah lebih dekat, masuk ke ruang personal Peter tanpa diundang.

"Enam bulan lalu, kau datang ke Tuan Goro, memohon pinjaman untuk biaya pengobatan ibumu. Cerita sedih tentang kanker dan rumah sakit mahal, membuat Tuan Goro, dengan kebaikan hatinya, memberimu pinjaman sebesar seratus juta rupiah."

Peter merasakan darahnya seolah membeku. Seratus juta? Untuk apa sosok yang menempati tubuhnya membutuhkan uang sebanyak itu?

"Dan sekarang," lanjut Hector, senyumnya semakin lebar dan berbahaya, "setelah enam bulan menunggak, bunganya sudah menumpuk. Total hutangmu adalah seratus lima puluh juta rupiah. Jatuh tempo malam ini."

Keempat pria lainnya bergerak maju, membentuk setengah lingkaran yang mengancam di depan pintu Peter. Salah satu dari mereka, Dagger, mengeluarkan sebuah tongkat besi dari balik jaketnya, memainkannya dengan santai di tangannya.

"Tuan Goro adalah orang yang sangat pengertian," Hector melanjutkan dengan nada yang hampir ramah.

"Tapi kesabarannya ada batasnya. Jika kau tidak bisa membayar malam ini, kami terpaksa mengambil... jaminan alternatif."

"Jaminan alternatif?" tanya Peter, meski ia sudah bisa menebak jawabannya.

Hector mengangguk pada Dagger, yang langsung menghantamkan tongkat besinya ke dinding koridor, menciptakan lubang kecil di plester tua yang rapuh.

"Tangan dan kakimu akan jadi jaminan sementara. Tidak perlu khawatir, kami tidak akan memotongnya, hanya mematahkannya sedikit. Cukup untuk membuatmu ingat bahwa hutang harus dibayar."

Peter menatap kelima pria di hadapannya, menilai situasi dengan cepat.

Di Benua Zicari, ia telah menghadapi lawan yang jauh lebih berbahaya. Penyihir hitam, monster gunung, bahkan assassin bayaran. Lima preman pasar seharusnya bukan tantangan berarti.

Namun tubuhnya yang sekarang tidak memiliki stamina dan kekuatan fisik yang sama dengan tubuhnya di Benua Zicari. Ia perlu waktu untuk memulihkan kondisi fisiknya sebelum bisa menggunakan kemampuan bela diri tingkat tingginya secara efektif.

"Beri aku seminggu lagi," kata Peter dengan nada malas yang mengejutkan bahkan bagi dirinya sendiri. "Aku akan melunasi hutang itu."

Hector tertawa, diikuti oleh keempat rekannya. "Seminggu? Kau pikir ini perpanjangan kredit di bank? Jatuh temponya malam ini! Malam ini!" Hector menegaskan.

Peter mengutuk dalam hati. Sosok yang menempati tubuhnya selama ia pergi tidak hanya seorang pemabuk dan suka main perempuan, tapi juga terjerat hutang sebesar ini. Entah apa yang dilakukan orang itu dengan uang sebanyak itu, tapi Peter yakin bukan untuk pengobatan ibunya seperti yang diklaim.

"Baiklah," Peter menghela napas, tampak menyerah. "Aku akan membayarnya minggu depan. Dengan bunga tambahan."

Hector menggelengkan kepala, senyumnya semakin lebar. "Sayang sekali, Davis. Waktumu habis."

Ia memberi isyarat pada keempat rekannya, yang langsung bergerak maju dengan tangan terkepal dan senjata siap digunakan.

Peter berdiri tegak, menatap kelima pria di hadapannya dengan tatapan yang mendadak berubah dingin.

Meski tubuhnya lemah, pengetahuan dan teknik bela diri yang ia pelajari di Benua Zicari masih tersimpan dalam ingatannya. Ia mungkin tidak bisa mengalahkan kelima pria ini dalam kondisinya sekarang, tapi setidaknya ia bisa bertahan.

"Kalian yakin ingin melakukan ini?" tanya Peter, suaranya tenang namun mengandung ancaman tersembunyi.

Hector tertawa meremehkan. "Lihat siapa yang mencoba menggertak. Serang dia!"

Saat kelima pria itu bersiap menyerang, Peter seketika memasang kuda-kuda pertahanan yang telah ia pelajari dari Sekte Bintang Utara, tampak siaga menghadapi serangan yang akan datang.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Bisnis dan Ancaman.

    Peter mengernyitkan dahi, masih belum terbiasa dengan sebutan 'dokter' yang tiba-tiba disematkan padanya."Selamat pagi, Norma, Gino. Ada yang bisa saya bantu?""Pil Anda luar biasa!" Norma berseru antusias. "Saya baru saja dari klinik untuk tes paru-paru. Dokter sampai bingung melihat hasil MRI saya. Bercak di paru-paru yang kemarin masih jelas terlihat, hari ini sudah hampir hilang sepenuhnya!""MRI?" Peter mengangkat alis, terkesan dengan teknologi medis di dunia ini yang tampaknya cukup maju."Ya, pemindaian resonansi magnetik," Gino menjelaskan, seolah Peter tidak tahu. "Teknologi canggih untuk melihat organ dalam tanpa operasi."Peter mengangguk, berusaha terlihat terkesan meski di Benua Zicari, para tabib tingkat tinggi bisa melihat kondisi organ dalam hanya dengan memeriksa nadi dan aura pasien."Dan bagaimana dengan kondisi Anda, Gino?" tanya Peter, meski ia sudah bisa menebak jawabannya dari raut wajah pria itu yang jauh lebih cerah dibanding semalam."Jauh lebih baik!" Gino

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Latihan dan Pemulihan.

    Pagi itu, jalanan di kompleks pemukiman pinggiran Kota Wada sudah ramai meski matahari baru saja mengintip di ufuk timur.Pedagang kaki lima mulai menata dagangan, pekerja pabrik bergegas menuju halte bus, dan anak-anak sekolah dengan seragam kusut berjalan malas menuju sekolah mereka.Di tengah hiruk pikuk ini, Peter Davis baru saja keluar dari apartemen kumuhnya, mengenakan celana training lusuh dan kaos oblong yang sudah memudar warnanya.Udara pagi yang sejuk memenuhi paru-parunya saat ia melakukan peregangan ringan.Setelah menemukan cara mendapatkan energi Qi dan berhasil meracik lebih banyak pil semalam, Peter memutuskan untuk mulai melatih fisiknya yang telah diabaikan selama lima tahun.Tubuh yang ia tempati sekarang jauh berbeda dengan tubuhnya di Benua Zicari, tubuh yang lemah, tidak terlatih, dan penuh racun akibat alkohol dan gaya hidup tidak sehat."Saatnya memulihkan kondisi fisik ini," gumam Peter sambil melakukan gerakan pemanasan dasar dari Sekte Bintang Utara.Baru

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   BAB 10: Strategi dan Kesabaran.

    "Memangnya apa hebatnya pil kecil ini?" tantang Gino. "Bisa menyembuhkan apa?"Peter menatap Gino tepat di matanya. "Pil ini bisa menyembuhkan hampir semua penyakit, termasuk yang Anda derita saat ini."Wajah Gino seketika memucat. "Apa maksudmu?""Saya tahu Anda sedang sakit," Peter berkata hati-hati, tidak ingin mengungkapkan kemampuan diagnosisnya yang sebenarnya. "Cara Anda berjalan dan ekspresi wajah Anda menunjukkan rasa tidak nyaman yang khas."Gino menelan ludah dengan gugup. "Kau... tahu apa yang kuderita?""Infeksi saluran kemih yang parah," Peter menjawab diplomatis. "Mungkin akibat gaya hidup yang kurang sehat."Keringat dingin mulai membasahi dahi Gino. Sudah berminggu-minggu ia menderita sakit saat buang air kecil dan keluarnya cairan aneh dari kemaluannya. Dokter yang ia datangi mendiagnosa gonore dan memberinya antibiotik, tapi ia tidak disiplin meminumnya."Bagaimana kau bisa tahu?" bisik Gino, setengah takut setengah kagum."Tentu saja pengetahuanku yang mumpuni!," j

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Harga dan Penawaran.

    Norma menghambur masuk ke dalam Melody Paradise dengan wajah merah padam. Langkahnya menghentak-hentak keras, mengabaikan sapaan beberapa pelanggan tetap yang duduk di area bar. Tangannya masih gemetar, campuran antara marah dan terhina."Kurang ajar! Benar-benar kurang ajar!" gerutunya sambil menyambar segelas vodka yang disodorkan bartender. "Penjual obat jalanan berani-beraninya menyentuh dadaku!"Cindy, pemandu lagu dengan rambut merah menyala dan gaun ketat berbelahan tinggi, langsung mendekat dengan mata berbinar penuh keingintahuan. "Siapa yang berani menyentuhmu, sayang? Ceritakan detailnya!""Penjual obat di depan bar," Norma menenggak minumannya dalam sekali teguk. "Awalnya dia menawarkan pil aneh seharga satu juta. Aku tawar jadi lima puluh ribu, dan dia setuju. Tapi setelah aku minum pilnya, tiba-tiba tangannya..." Norma menunjuk dadanya dengan ekspresi jijik."Astaga!" Cindy berseru dramatis, sengaja mengeraskan suaranya agar semua orang mendengar. "Jadi sekarang penjual

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Sumber Qi yang Tersembunyi.

    Tanpa pikir panjang, Peter mengambil salah satu pil Forging Qi dan mengejar wanita itu."Permisi, Nona," panggil Peter.Wanita itu berhenti dan berbalik, alisnya terangkat dengan ekspresi tidak suka. "Ada apa?""Maaf mengganggu, tapi aku lihat Anda tidak sehat," kata Peter langsung pada intinya. "Aku punya obat yang bisa membantu."Norma tertawa sinis. "Kau mau jual obatmu padaku? Berapa harganya? Satu juta seperti yang tertulis di papanmu itu?""Ini bukan obat biasa," Peter mencoba menjelaskan. "Pil Forging Qi ini bisa memperkuat energi tubuh dan menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk yang Nona derita sekarang.""Oh ya? Dan dari mana kau tahu aku sakit?" Norma melipat tangannya denga pose pertahanan. "Kau dokter? Atau cuma penipu jalanan?""Aku bisa lihat dari cara Nona bernapas dan warna kulit Nona," jawab Peter hati-hati, tidak ingin mengungkapkan kemampuan diagnosisnya yang sebenarnya. "Batuk-batuk yang Nona sembunyikan itu bukan sekadar flu biasa."Norma tampak terkejut sejenak

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Gadis Karaoke.

    Malam semakin larut. Peter masih terpaku menatap sepuluh pil Forging Qi yang tak terjual satupun.Rasa kecewa dan frustrasi bercampur dalam dadanya. Bagaimana mungkin ramuan yang begitu berharga di Benua Zicari dianggap sampah di dunia ini? Bahkan pil dasar untuk memperkuat tubuh seperti ini pun tidak ada yang mau.Saat itulah perhatiannya teralih pada cahaya warna-warni yang berkedip-kedip di kejauhan.Sebuah bangunan dua lantai dengan papan nama neon besar bertuliskan "MELODY PARADISE" menyala terang, kontras dengan kegelapan malam di kawasan pinggiran kota.Suara musik dangdut menghentak keras, bahkan terdengar hingga ke tempatnya berdiri."Setidaknya di sana lebih ramai," gumam Peter, mulai membereskan dagangannya yang tak laku. "Siapa tahu ada orang lewat yang mau beli."Peter memindahkan meja kecilnya lebih dekat ke bar, mencari tempat yang strategis di pinggir jalan. Dari sini ia bisa melihat siapa saja yang keluar masuk, sekaligus menawarkan pilnya pada orang yang terlihat sak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status