Domenic mencoba bangkit, namun lututnya gemetar terlalu keras. Darah mengalir dari sudut bibirnya, bercampur dengan air mata yang mulai mengalir tanpa bisa ditahan.Sebuah gigi depannya copot, tergeletak di lantai marble yang mengkilap. Pemandangan yang sangat kontras dengan arogansi yang ia tunjukkan beberapa menit yang lalu.Kepala Keamanan akhirnya bergerak, berbicara melalui walkie-talkie-nya. "Tim valet, singkirkan Audi dengan nomor polisi B 1234 XX dari jalur VIP. Buka jalan penuh untuk escort prioritas."Dua valet langsung bergerak, mendorong Domenic dan Clarisse menjauh dari Altis sambil membersihkan jalur. Keduanya tidak melawan, terlalu shock dan ketakutan untuk berani berbuat apapun.Ninoy berbalik menghadap Peter dengan wajah yang masih pucat. Ia membungkuk dalam, lebih dalam dari sebelumnya."Mohon maaf atas segala kekacauan ini, Yang Mulia," katanya dengan suara yang penuh penyesalan. "Saya sudah gagal dalam tugas untuk menjaga kenyamanan Anda. Apapun hukuman yang Anda b
Domenic dan Clarisse berdiri membeku di tempat mereka. Mulut keduanya terbuka sedikit, mata menatap dengan tidak percaya pada pemandangan di hadapan mereka.Manajer yang tadinya mereka harap akan mengusir Peter, kini membungkuk dengan penuh rasa hormat yang bahkan tidak pernah mereka lihat diberikan kepada tamu manapun.Peter memasukkan token kembali ke sakunya dengan gerakan yang sangat santai. "Kalau paham, jangan buang waktu."Suaranya tidak keras, tidak marah, namun mengandung otoritas yang membuat siapapun yang mendengarnya merasa kecil.Ninoy bangkit dari posisi membungkuk dengan wajah yang masih pucat. "Tentu, Yang Mulia. Saya akan segera mengatur escort pribadi untuk Anda dan rombongan."Domenic akhirnya menemukan suaranya kembali, meski gemetar. "Tunggu, tunggu sebentar. Ini pasti salah paham. Token itu bisa saja palsu."Ninoy berbalik menatap Domenic dengan tatapan yang sangat dingin. Tidak ada lagi keramahan profesional di wajahnya, digantikan dengan sesuatu yang jauh lebih
Peter bersandar sedikit pada kap Altis, gerakan yang sangat santai seolah ia sedang menunggu bis di halte. Matanya menatap ke arah lift dengan ekspresi yang sulit dibaca, seolah sudah tahu siapa yang akan keluar dari sana.Valet yang berdiri agak jauh berbisik satu sama lain dengan suara yang hampir tidak terdengar. Mereka merasakan ketegangan yang aneh di udara, sebuah antisipasi yang membuat mereka tidak nyaman namun tidak bisa pergi.(Valet dalam konteks konteks hotel, bandara, atau acara mewah biasanya berarti petugas parkir khusus atau petugas pelayanan kendaraan. Tugas mereka adalah menerima kunci mobil tamu, memarkirkannya, dan memindahkannya jika diperlukan, agar jalur tetap rapi dan lancar.)"Aku penasaran," kata Peter dengan nada yang sangat tenang. "Kalian sudah mengeluarkan begitu banyak tuduhan. Sudah menghina penampilan, mobil, bahkan nama. Tapi tidak pernah sekalipun bertanya apakah kalian salah."Domenic tertawa sarkastik. "Salah? Mata tidak pernah bohong. Aku bisa mel
Domenic mengeluarkan ponselnya dengan gerakan yang sedikit gemetar, kombinasi antara kemarahan yang membara dan kepercayaan diri yang dipaksakan. Layar ponsel mahalnya menyala terang, memantulkan cahaya ke wajahnya yang memerah."Aku akan menelepon Ninoy sekarang," katanya dengan suara yang keras, seolah ingin memastikan semua orang mendengar. "Dia manajer operasional restoran di Taman Langit. Kenalan baik ayahku."Clarisse mengangguk dengan senyum yang mulai merekah kembali. "Ninoy akan membuktikan bahwa kalian ini penipu murahan. Dia kenal semua tamu penting yang diundang malam ini."Peter masih berdiri dengan tenang yang luar biasa. Kedua tangannya tetap berada santai di saku celana, tubuhnya sedikit condong pada satu kaki dengan postur yang sangat rileks.Tidak ada ketegangan di bahunya, tidak ada kedutan di wajahnya. Seolah ia sedang menunggu pertunjukan yang sudah ia tonton ratusan kali dan tahu persis bagaimana endingnya.Pak Darian yang berdiri di samping Altis merasakan kerin
Kepala Keamanan langsung membungkuk lebih dalam ketika melihat Peter. "Mohon maaf atas keterlambatan penjemputan, Tuan. Nyonya Navarre sudah menunggu di atas. Kami akan mengantar Anda dan rombongan langsung ke rooftop melalui lift pribadi."Domenic melangkah maju dengan wajah yang memerah seperti kepiting rebus. "Tunggu sebentar. Ini pasti kesalahan sistem yang konyol."Ia menunjuk Peter dengan jari telunjuk yang gemetar antara marah dan tidak percaya. "Tamu prioritas tidak mungkin datang dengan busana seperti itu. Lihat jasnya, paling beli dari marketplace lima ratus ribu."Clarisse tertawa nyaring sambil menutup mulutnya dengan tangan berhias kuku panjang. "Benar sayang. Sepatu kulit imitasi itu bahkan masih ada bekas lem di solnya. Aku bisa membedakan barang asli dan KW dari jarak sepuluh meter."Kepala Keamanan melirik ke arah Domenic dengan tatapan yang sangat dingin. "Maaf, Tuan. Saya tidak melihat nama Anda di daftar tamu malam ini. Boleh saya tahu siapa yang mengundang Anda?"
Pak Darian menelan ludah dengan susah payah. "Kami hanya parkir sesuai arahan satpam, Tuan," katanya dengan suara yang berusaha terdengar tenang namun gagal."Arahan satpam?" Domenic tertawa sarkastik sambil menepuk kap mesin Altis dua kali dengan keras. "Satpam mana yang berani membiarkan mobil seperti ini masuk ke area VIP?"Sinta tidak tahan lagi. "Tolong jaga tangan Anda," katanya dengan suara yang bergetar namun tegas. "Mobil ini milik atasan saya, dan kami punya hak untuk parkir di sini.""Atasan?" Clarisse menatap Sinta dari atas ke bawah dengan mata yang penuh penghinaan. "Atasanmu itu yang pakai jas murah di belakangmu? Oh sayang, kalian jelas tidak tahu tempatnya."Peter yang sejak tadi hanya mengamati dengan tenang akhirnya bersuara. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya, sebuah senyum yang membuat valet di kejauhan merinding tanpa tahu alasannya."Benda yang benar-benar berkelas biasanya tak perlu menyuarakan harganya," kata Peter dengan suara yang rendah namun jelas terde