Mentari belum sepenuhnya muncul ketika Peter Davis membuka mata.
Berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini ia bangun dengan semangat yang membara. Semalaman ia telah memikirkan rencana untuk memulai kehidupan barunya di dunia yang telah ia tinggalkan selama lima tahun.
"Hari ini adalah awal dari segalanya," gumam Peter sambil meregangkan tubuhnya yang masih terasa kaku. Apartemen kumuhnya masih berantakan meski ia telah berusaha membersihkannya semalaman setelah insiden dengan kelompok Arit Merah.
Peter berjalan menuju jendela dan membukanya lebar-lebar, membiarkan udara pagi yang segar memasuki ruangan.
Dari ketinggian lantai tiga, ia bisa melihat aktivitas pagi yang mulai bergeliat di kawasan pinggiran Kota Wada. Pedagang kaki lima mulai menata dagangan, pekerja pabrik berjalan tergesa menuju halte bus, dan anak-anak sekolah dengan seragam kusut melangkah malas menuju sekolah.
"Di Benua Zicari, aku adalah tabib agung yang dihormati," Peter berbicara pada dirinya sendiri, matanya menatap jauh ke cakrawala.
"Keterampilan penyembuhan dan ramuan yang kupelajari selama lima tahun tidak akan sia-sia di dunia ini. Jika di sana aku bisa menyembuhkan raja-raja dan bangsawan, di sini aku pasti bisa membangun reputasi dan kekayaan dengan cepat."
Sebuah senyum percaya diri tersungging di bibirnya. "Seratus juta rupiah? Hanya masalah waktu. Dengan kemampuan meracik pil Qi yang kumiliki, aku bisa menghasilkan lebih dari itu dalam hitungan hari."
Peter mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari dalam lemari. Kotak itu tampak asing di antara barang-barang berantakan di apartemennya.
Barang itu terlalu rapi, terlalu terawat, seolah berasal dari dunia yang berbeda. Mungkin memang begitu. Entah bagaimana, kotak itu ikut terbawa saat ia kembali dari Benua Zicari.
"Langkah pertama, membuat pil Forging Qi," gumamnya sambil membuka kotak tersebut. Di dalamnya terdapat beberapa alat kecil untuk meracik obat, namun bahan-bahan yang dibutuhkan tidak ada.
"Aku butuh herbal khusus untuk ini."
Peter menutup kotak itu dan bersiap-siap. Meski apartemennya berada di pinggiran kota yang kumuh, area ini sebenarnya cukup ramai.
Bangunan-bangunan tua berhimpitan dengan toko-toko kecil, warung makan sederhana, dan berbagai jenis pedagang yang menjajakan dagangannya di sepanjang jalan. Salah satu yang Peter ingat adalah toko obat herbal milik Pak Wong, satu-satunya toko obat tradisional di kawasan ini.
"Semoga Pak Wong masih membuka tokonya," harap Peter sambil melangkah keluar dari apartemen.
++++
Toko Obat Tradisional "Sehat Sejahtera" milik Pak Wong terletak di ujung jalan, tepat di persimpangan yang menghubungkan kawasan kumuh dengan area perdagangan yang lebih ramai.
Bangunan tua bercat hijau pudar itu tampak kontras dengan gedung-gedung modern yang mulai bermunculan di sekitarnya.
Peter mengetuk pintu kayu yang setengah terbuka. Bel kecil di atas pintu berdenting pelan saat ia melangkah masuk.
"Selamat pagi, ada yang bisa..." Pak Wong, pria paruh baya dengan wajah keriput dan rambut beruban, menghentikan salamnya begitu melihat siapa yang datang. Wajahnya yang semula netral langsung berubah masam.
"Oh, kau," ucapnya dengan ekspresi cemberut.
"Selamat pagi, Pak Wong," sapa Peter dengan senyum percaya diri. "Lama tidak berjumpa."
Pak Wong mendengus. "Lama tidak berjumpa karena kau menghindari hutangmu, Davis."
Peter tidak gentar. Dengan langkah percaya diri seolah pelanggan priviledge, ia mendekati meja kasir. "Aku butuh beberapa bahan herbal, Pak. Akar Ginseng Merah dan Bunga Lotus Salju."
Mata Pak Wong melebar. "Ginseng Merah dan Lotus Salju? Itu bahan langka dan mahal! Untuk apa kau membutuhkannya?"
"Aku akan membuat pil penambah energi," jawab Peter dengan tenang. "Pil Forging Qi."
"Forging apa?" Pak Wong mengerutkan dahi. "Kau bicara omong kosong apa lagi? Terakhir kali kau datang ke tokoku, kau mengoceh tentang ramuan ajaib yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Hasilnya? Hutang sepuluh juta yang belum kau bayar selama dua tahun!"
Peter tertegun. Lagi-lagi, sosok yang menempati tubuhnya selama ia pergi telah menciptakan masalah. Namun ia tidak kehilangan keyakinan.
"Kali ini berbeda, Pak Wong. Aku benar-benar tahu apa yang aku lakukan."
"Berbeda?" Pak Wong tertawa sinis. "Yang berbeda hanya jumlah hutangmu yang semakin membengkak dengan bunga! Dan sekarang kau berani datang meminta bahan mahal lagi?"
Pak Wong mengambil tongkat kayu dari balik meja kasir. "Keluar dari tokoku sebelum aku... ARGH!" teriaknya keras.
Tiba-tiba, Pak Wong menjatuhkan tongkatnya. Wajahnya meringis kesakitan saat ia memegangi pinggangnya.
"Encok lama Anda kambuh lagi, Pak?" tanya Peter dengan nada prihatin.
"Bukan urusanmu!" bentak Pak Wong, namun wajahnya jelas menunjukkan kesakitan. "Sudah tiga bulan ini semakin parah. Dokter hanya memberi obat pereda nyeri yang tidak membantu sama sekali."
Peter mendekat, matanya menatap tajam. "Izinkan aku membantu."
Sebelum Pak Wong bisa menolak, Peter sudah meletakkan tangannya di titik akupunktur di punggung bawah pria tua itu. Dengan gerakan halus dan hampir tidak terlihat, ia mengalirkan sedikit energi Qi yang tersisa dalam tubuhnya.
Efeknya langsung terasa. Mata Pak Wong melebar dalam keterkejutan saat rasa sakit yang telah menghantuinya selama berbulan-bulan mendadak lenyap.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya takjub.
"Hanya sedikit teknik pijat yang aku pelajari," jawab Peter sederhana, menyembunyikan kenyataan bahwa ia baru saja menggunakan teknik penyembuhan tingkat tinggi dari Benua Zicari. "Bagaimana perasaan Anda sekarang?"
Pak Wong bergerak perlahan, menggerakkan pinggangnya ke kanan dan kiri. Tidak ada rasa sakit. Untuk pertama kalinya dalam tiga bulan, ia bisa bergerak bebas tanpa rasa nyeri.
"Ini... luar biasa," gumamnya. Tatapannya pada Peter berubah. "Kau benar-benar berbeda dari terakhir kali kita bertemu."
Peter tersenyum.
"Seperti yang aku katakan, kali ini berbeda."
Bersambung
"Pria sederhana itu membawa badai pulang," bisik seseorang di barisan belakang dengan nada yang tercampur kagum dan khawatir.Andrew merasa lega namun juga cemas dengan perhatian yang kini tertuju pada mereka. Marni menjaga jarak dengan kerumunan, instingnya mengatakan bahwa situasi bisa berubah berbahaya kapan saja.Qiyue menutup pelelangan dengan salam yang formal namun hangat. "Terima kasih atas partisipasi tamu-tamu terhormat. Semoga barang-barang yang berpindah tangan malam ini membawa keberuntungan bagi pemilik barunya."Musik alat petik kembali mengalun pelan dari speaker tersembunyi, memberikan latar yang menenangkan untuk penutupan acara. Para tamu mulai bergerak dalam kelompok-kelompok kecil, sebagian menuju pintu keluar, sebagian lain berbisik-bisik di sudut ruangan.Staf menyerahkan nota pembayaran kepada Peter dalam amplop bermeterai emas. Suara pena yang menggores kertas, bunyi cap lilin yang ditekan, dan gesekan sarung tangan putih pada dokumen resmi menciptakan simfoni
Ketika tutup kotak dibuka sepenuhnya, semua mata tertuju pada objek yang berada di dalamnya. Sebuah batu keabu-abuan seukuran telapak tangan orang dewasa, dengan serat perak samar yang berkilauan seperti urat petir yang membeku dalam waktu.Batu itu seperti pecahan awan yang jatuh, menyimpan sisa energi kosmik di dalam uratnya yang rumit. Getar halus terasa di ujung jari siapa saja yang cukup dekat, membuat kulit merasa geli dengan sensasi yang sulit dijelaskan."Artefak Batulangit," Shangguan Qiyue memperkenalkan dengan suara yang penuh rasa hormat. "Jatuh di gurun tandus provinsi barat enam bulan yang lalu. Telah diperiksa oleh ahli mineral terbaik, namun komposisinya tidak cocok dengan tabel unsur manapun yang dikenal ilmu pengetahuan modern."Kurator naik ke panggung dengan langkah yang hati-hati, membawa catatan penelitian dalam map tebal."Ada laporan dari beberapa orang yang pernah menyentuh batu ini. Mereka mengalami mimpi panjang yang sangat jelas, dan bangun dengan napas yan
Valentina tersenyum hambar sambil mencatat sesuatu di buku kecil yang selalu dibawanya. Maximilian mendengus dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan.Para wakil dunia bawah menahan komentar, mereka lebih tertarik dengan lot-lot berikutnya.Panggung diredupkan sejenak untuk persiapan lot kedua. Staf bergerak dengan gerakan yang terkoordinasi, mengangkat lukisan dengan hati-hati dan membawa kotak kayu antik yang ditutup kain sutra."Lot kedua," Qiyue mengumumkan ketika cahaya kembali menyorot panggung, "adalah herbal langka dari dasar lautan yang telah kering selama ratusan tahun."Kotak dibuka memperlihatkan sebuah akar hijau kehitaman yang mengering sempurna. Disimpan dalam botol kaca antik dengan segel lilin yang masih utuh, akar itu memancarkan aura dingin yang bisa dirasakan hingga barisan depan kursi penonton.Serat akar terlihat seperti urat-urat halus yang membeku dalam waktu. Bau asin samar tercium ketika botol dibuka, mengingatkan pada kedalaman laut yang tidak
Shangguan Qiyue tersenyum sopan sambil memandang seluruh ruangan. Suaranya jernih dan merdu ketika mulai berbicara, seolah setiap kata sudah diperhitungkan untuk menciptakan efek maksimal pada para pendengar."Tamu-tamu terhormat," suaranya mengalun dengan nada yang menenangkan namun penuh wibawa. "Selamat datang di Balai Lelang Jingxin. Malam ini kita akan menyaksikan perpindahan kepemilikan beberapa barang langka yang telah menunggu pemilik yang tepat."Qiyue mengangkat tangan kanan dengan gerakan yang anggun. "Aturan pelelangan sangat sederhana!”“Penawaran tertinggi yang sah akan memenangkan lot. Deposit yang telah Anda setor akan dipotong dari harga final. Staf kami yang mengenakan sarung tangan putih akan memverifikasi setiap transaksi."Beberapa staf berseragam hitam berdiri di sisi panggung, sarung tangan putih mereka berkilau di bawah lampu sorot. Mereka membawa clipboard dan kalkulator, siap mencatat setiap penawaran yang masuk."Lot pertama malam ini," Qiyue melanjutkan sam
Malam Kota Teratai menyelimuti distrik elit dengan kabut tipis yang membuat lampu-lampu jalan berpendar seperti lentera dalam mimpi.Pelataran batu di depan Balai Lelang Jingxin tersembunyi di balik deretan pohon maple tua, aksesnya hanya melalui koridor sempit yang diapit dua patung singa giok setinggi manusia.Lentera-lentera giok menggantung seperti buah hijau pucat di sepanjang koridor batu bertulisan kaligrafi kuno. Bau gaharu yang tebal menutup ruang, membuat suara langkah terdengar lebih ringan dari kapas yang jatuh ke lantai marmer.Peter berjalan di antara Andrew dan Marni Huang dengan langkah yang tenang namun waspada. Pakaiannya sederhana, kemeja biru navy dan celana hitam yang kontras mencolok dengan setelan mahal para tamu lain yang mulai berdatangan.Petugas keamanan berseragam hitam abu berdiri di setiap sudut dengan wajah netral seperti patung. Alat pendeteksi logam canggih dipasang di pintu masuk, sementara dua anjing pelacak German Shepherd duduk tenang di samping me
Peter merenungkan informasi ini sambil memutar-mutar gelas teh di tangannya. Sepertinya struktur kekuatan di Kota Teratai jauh lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan. Ada pertarungan tersembunyi antara berbagai kubu dengan kepentingan masing-masing."Kalau akar sudah busuk," Peter berkata dengan nada yang datar namun menusuk, "pohon hanya menunggu waktu untuk tumbang."Kalimat sederhana itu membuat semua orang terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam cara Peter mengatakannya yang membuat mereka merasa bahwa pria ini bukan sembarang tabib tradisional.Dimitri Volkov memakai kacamatanya kembali dan bersandar ke kursi. "Sebenarnya ada kabar baru yang ingin kami bagikan, Dokter Peter. Akan ada pelelangan rahasia minggu depan.""Pelelangan?" Peter menaikkan alis dengan ekspresi penasaran."Dipimpin oleh lembaga elite yang konon memiliki koneksi dengan dunia supernatural," Helena Kozlov menjelaskan dengan suara yang semakin pelan. "Barang utama yang akan dilelang disebut sebagai 'batu