Home / Urban / Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel / Teknik Rahasia : Tusukan Seribu Jarum

Share

Teknik Rahasia : Tusukan Seribu Jarum

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-06-09 12:39:52

"Serang dia!" perintah Hector, pemimpin kelompok Penagih Arit Merah.

Dagger, pria bertubuh kurus dengan gerakan lincah, maju paling depan.

Tangannya menggenggam belati yang berkilau tertimpa cahaya lampu koridor yang redup. Matanya menyipit, fokus pada target di hadapannya, yakin bahwa Peter Davis hanyalah seorang pemabuk lemah yang mudah ditaklukkan.

"Kau akan menyesal tidak membayar hutangmu tepat waktu," desis Dagger, mengayunkan belatinya dalam gerakan cepat yang bertujuan merobek perut Peter.

Bagi mata biasa, yang terjadi selanjutnya hampir tidak terlihat.

Dalam sepersekian detik, tangan Peter bergerak, bukan menangkis atau menghindar melainkan menyerang. Cahaya keperakan berkelebat di antara jari-jarinya, begitu cepat hingga tampak seperti kilatan cahaya sesaat.

Dagger tiba-tiba berhenti, belatinya terjatuh ke lantai dengan suara berdenting. Matanya melebar dalam keterkejutan dan kebingungan. Tubuhnya mulai bergetar, awalnya hanya sedikit, kemudian semakin hebat hingga ia terjatuh ke lantai, berguling kesakitan.

"Aaaarghhh!" Dagger menjerit, suaranya pecah oleh rasa sakit yang tak tertahankan.

Matanya terbuka lebar, menatap langit-langit dengan pandangan kosong sementara tubuhnya mengejang tak terkendali.

"A-apa yang kau lakukan padaku?!"

Keempat rekannya menatap dengan campuran keterkejutan dan ketakutan. Mata mereka bergantian memandang Dagger yang menggeliat kesakitan di lantai dan Peter yang berdiri tenang dengan ekspresi datar.

"Apa yang terjadi?" tanya Brock, pria bertubuh paling besar di antara mereka. "Apa yang kau lakukan padanya?"

Peter tidak menjawab. Ia hanya menatap Hector dengan tatapan dingin yang membuat pemimpin kelompok itu mundur selangkah tanpa sadar.

"Jangan mundur!" bentak Hector pada anak buahnya, meski suaranya sedikit bergetar. "Dia hanya satu orang! Kita berempat! Maju!"

Dengan keraguan yang jelas terlihat di wajah mereka, ketiga pria lainnya mengikuti Brock yang maju dengan kepalan tangan terangkat. Mereka bergerak bersama, mencoba mengepung Peter dari berbagai sisi.

Peter tetap tenang, seolah menghadapi empat preman bertubuh besar bukanlah ancaman berarti.

Tangannya bergerak lagi, kali ini dalam gerakan melingkar yang anggun, seperti seorang ahli pimpinan okestra.

Empat kilatan perak melesat dari jari-jarinya, begitu cepat hingga mata manusia biasa hampir tidak bisa menangkapnya. Dalam sekejap, keempat pria itu terhenti di tengah gerakan mereka, wajah mereka membeku dalam ekspresi terkejut.

"Apa yang terjadi..." Hector tidak menyelesaikan kalimatnya. Tubuhnya mendadak kaku, kemudian mulai bergetar hebat.

Ia terjatuh ke lantai, diikuti oleh ketiga rekannya yang juga roboh seperti boneka yang diputus talinya.

Koridor apartemen kumuh itu kini dipenuhi oleh jeritan tertahan dan erangan kesakitan.

Kelima preman Penagih Arit Merah tergeletak di lantai, tubuh mereka mengejang dan bergetar, mata mereka melotot dalam kesakitan yang tak terbayangkan.

"Rasanya seperti seluruh tubuhku dipukuli dengan palu," erang Skull, pria bertubuh kekar dengan kepala plontos. "Setiap sendi... setiap otot..."

"Tulangku... tulangku seperti terbakar dari dalam," tambah Vince, suaranya pecah oleh isakan kesakitan.

Peter melangkah maju dengan tenang, berjongkok di samping Hector yang tergeletak tak berdaya.

Wajah pemimpin kelompok itu kini dipenuhi keringat dingin, matanya menatap Peter dengan ketakutan yang tidak disembunyikan.

"Menarik, bukan?" tanya Peter, suaranya tenang seperti seorang dokter yang sedang menjelaskan prosedur medis rutin.

"Di Benua Zicari, teknik ini disebut 'Tusukan Seribu Jarum'. Jarum perak yang kutanam di tubuh kalian saat ini menekan titik-titik saraf tertentu, menciptakan ilusi bahwa seluruh tubuh kalian sedang disiksa."

Peter mengambil belati yang tadi dijatuhkan Dagger, mengamatinya sejenak sebelum menempelkannya ke leher Hector.

"Dalam kenyataannya, tidak ada kerusakan fisik sama sekali. Tidak ada luka, tidak ada memar, tidak ada tulang yang patah. Hanya rasa sakit... rasa sakit yang luar biasa."

Hector mencoba berbicara, namun yang keluar hanyalah suara tercekik. Keringat semakin deras mengalir dari dahinya, matanya memohon belas kasihan yang tidak ia temukan di wajah Peter.

Peter berpindah ke Brock, menempelkan belati yang sama ke lehernya.

"Kalian datang ke sini untuk mematahkan tangan dan kakiku," ia berkata dengan nada provokasi. "Namun lihat! Sekarang kalian bahkan tidak bisa menggerakkan jari kalian sendiri."

Brock mengeluarkan suara seperti hewan terluka, air mata mengalir dari sudut matanya. Peter hanya tersenyum tipis, berpindah ke Vince, kemudian Skull, dan terakhir Dagger.

Peter menempelkan belati ke leher masing-masing dari mereka bergantin. Tampak benar ia menikmati ketakutan yang terpancar dari mata orang-orang itu.

"Kalian tahu apa yang lebih menakutkan dari rasa sakit?" tanya Peter, kembali berjongkok di samping Hector. "Ketidakpastian. Tidak tahu kapan rasa sakit itu akan berakhir... atau apakah akan berakhir sama sekali."

Peter tertawa kecil, suara tawanya bergema di koridor kosong, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam.

"Jarum perak ini bisa kutinggalkan di tubuh kalian selamanya. Kalian akan hidup dalam kesakitan abadi, tidak bisa tidur, tidak bisa makan, tidak bisa bergerak tanpa merasakan siksaan. Bayangkan hidup seperti itu... selamanya."

Kelima pria itu mengeluarkan suara erangan tertahan, mata mereka melebar dalam ketakutan yang nyata.

"Tapi aku bukan orang yang kejam," lanjut Peter, meletakkan belati di lantai.

"Aku akan memberi kalian kesempatan. Beri aku waktu tujuh hari untuk melunasi hutang seratus juta itu, dan aku akan membebaskan kalian dari siksaan ini."

Peter menyentuh titik tertentu di leher Hector dengan ujung jarinya, dan seketika, ekspresi Hector berubah.

Rasa sakit yang tadinya terpancar dari wajahnya mendadak lenyap, digantikan oleh kelegaan yang luar biasa.

"Bagaimana?" tanya Peter, suaranya rendah dan berbahaya. "Apakah kita punya kesepakatan?"

Hector mengangguk cepat, terlalu takut untuk berbicara.

Peter tersenyum puas, kemudian melakukan hal yang sama pada keempat pria lainnya, menyentuh titik tertentu di leher mereka yang langsung menghilangkan rasa sakit yang mereka rasakan.

"Tapi," Peter menambahkan saat kelima pria itu mulai bernapas lega, "jarum perak itu tetap tertanam di tubuh kalian. Anggap saja sebagai... jaminan bahwa kalian tidak akan kembali sebelum tujuh hari, atau mencoba melakukan sesuatu yang bodoh."

Mata kelima pria itu kembali melebar dalam ketakutan.

"Oh, dan satu hal lagi," Peter melanjutkan, suaranya kini terdengar seperti seorang dokter yang memberikan saran medis, namun jejak licik muncul disana.

"Jarum-jarum itu perlu 'perawatan' rutin. Jika tidak, efeknya bisa kembali kapan saja... dan mungkin lebih buruk dari sebelumnya. Jadi, kalian harus datang padaku secara teratur untuk 'pengobatan'."

Peter tersenyum, senyum yang tidak mencapai matanya. "Anggap saja aku dokter pribadi kalian mulai sekarang. Dokter yang peduli."

Kelima pria itu saling berpandangan, ketakutan terpancar jelas dari mata mereka.

Tanpa perlu diperintah lagi, mereka bangkit dengan tergesa-gesa, tubuh mereka masih gemetar bukan karena rasa sakit, tapi karena ketakutan yang mendalam.

"Tujuh hari," Peter mengingatkan saat mereka mulai mundur menjauhinya. "Dan ingat untuk datang 'berobat' jika kalian masih ingin hidup tanpa rasa sakit."

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, kelima preman Penagih Arit Merah berbalik dan berlari pergi, langkah kaki mereka yang tergesa-gesa bergema di koridor kosong hingga akhirnya menghilang di kejauhan.

Peter berdiri diam di ambang pintu apartemennya, menatap koridor kosong yang kini hanya diterangi oleh lampu redup yang berkedip.

Wajahnya kembali tenang, tidak menunjukkan emosi apapun setelah konfrontasi yang baru saja terjadi.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Jebakan, dan Pengamat Misterius.

    Malam tiba dengan sangat cepat. Langit yang tadinya masih berwarna jingga kini sudah berubah menjadi hitam pekat dengan bintang-bintang yang bersinar redup di atas. Udara malam terasa sangat dingin hingga menusuk tulang.Suara jangkrik dan kodok dari sawah di sekitar penginapan terdengar dengan sangat nyaring.Peter duduk bersila di tengah kamar bungalow yang sangat sederhana itu. Lampu minyak kecil di sudut ruangan memberikan cahaya yang sangat redup dan bergoyang-goyang. Ia memejamkan mata dengan sangat pelan, mengatur napasnya menjadi sangat teratur dan dalam.Tubuhnya mulai memasuki mode meditasi yang dalam. Ia membuka semua indera spiritualnya dengan sangat hati-hati, merasakan setiap getaran energi di sekitarnya.Aura yang sangat halus mulai memancar dari tubuhnya, menciptakan semacam perisai tak terlihat di sekeliling kamar."Mari kita lihat siapa yang berani mengacau di wilayah yang pernah aku tempati," batinnya dengan nada yang sangat dingin dan tajam."Siapa pun yang ada di

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Gangguan Gaib.

    Pak Sutejo menarik napas dalam-dalam yang gemetar. Ia duduk di kursi kayu tua di teras dengan tubuh yang terlihat sangat lelah. Tangannya yang keriput menggenggam cangkir teh kosong dengan sangat erat hingga buku-buku jarinya memutih."Ada makhluk aneh yang muncul, Dokter," katanya akhirnya dengan suara yang sangat pelan, hampir seperti bisikan."Kadang-kadang ular raksasa berwarna hitam dengan mata merah menyala. Kadang-kadang sosok yang seperti hantu lapar dengan tubuh kurus mengerikan. Mereka muncul setiap kali ada tamu baru yang menginap saat malam tiba."Rani mengangguk cepat dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia duduk di tangga dengan tubuh meringkuk seperti mencoba membuat dirinya sekecil mungkin."Minggu pertama, ada dua pasangan yang menginap," lanjut Rani dengan suara gemetar."Tengah malam mereka menjerit ketakutan karena melihat ular raksasa merayap di jendela kamar mereka. Paginya mereka langsung pergi tanpa membayar, bahkan meninggalkan barang-barang mereka. Mereka bil

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Misteri Penginapan Melati.

    Matahari sore mulai tenggelam di ufuk barat Kota Teratai dengan cahaya jingga yang menyapu gedung-gedung tinggi. Langit berubah dari biru cerah menjadi gradasi oranye kemerahan yang sangat indah.Angin sore bertiup pelan membawa aroma makanan dari restoran-restoran di sepanjang jalan.Peter Davis berjalan keluar dari Hotel Grand Teratai yang sangat mewah dengan langkah santai namun wajah yang sedikit lelah. Ia mengenakan kemeja putih sederhana dan celana hitam biasa, tanpa aksesori berlebihan. Penampilannya sangat kontras dengan kemegahan hotel bintang lima di belakangnya.Hotel itu sepenuhnya ditanggung oleh Asosiasi Hunter Nasional Rastal sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya. Sebagai dokter yang kini dianggap aset negara, Peter mendapat fasilitas lengkap.Gaji tinggi yang ditransfer setiap bulan, makan gratis di restoran hotel, bahkan keamanan dua puluh empat jam oleh petugas khusus. Semua kenyamanan duniawi tersedia untuknya.Tapi hatinya tetap gelisah.Sudah berhari-hari

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Kemenangan Medis, Tantangan Manticore

    Keheningan berlanjut selama beberapa detik yang terasa sangat panjang.Lalu tiba-tiba, Tuan von Rutherford berdiri dari kursinya. Ia melangkah maju, berdiri di samping Peter dengan ekspresi sangat serius."Kami menyaksikan keajaiban," katanya dengan suara yang bergetar penuh emosi."Anak kami yang hampir mati, kini hidup kembali berkat Dokter Peter!"Suaranya semakin keras, penuh dengan emosi yang tidak tertahankan."Semua dokter terbaik dunia bilang tidak ada harapan. Mereka bilang kami harus menerima kenyataan. Tapi Dokter Peter tidak menyerah. Dia memberikan harapan ketika tidak ada yang lain berani."Tuan von Rutherford menatap seluruh aula dengan mata berkaca-kaca."Ini bukan placebo. Ini bukan sugesti. Ini nyata. Anak saya bisa berdiri. Bisa berjalan. Bisa tersenyum lagi."Ia berbalik menatap Peter dengan ekspresi penuh rasa hormat yang sangat dalam."Kami akan berhutang seumur hidup pada Anda, Dokter Peter."Tepuk tangan mulai terdengar.Pertama dari satu orang di barisan belak

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Tamparan Untuk Dunia Medis

    Dr. Morel berdiri, mendekati podium dengan langkah santai. Ia tersenyum ramah kepada semua wartawan, lalu mulai berbicara dengan nada sangat formal."Selamat siang semuanya," katanya dengan suara yang diperkuat mikrofon."Terima kasih sudah hadir di konferensi pers ini. Hari ini, kita berkumpul untuk membahas kasus medis yang luar biasa. Kasus yang menantang semua pemahaman kita tentang kedokteran modern."Ia menunjuk ke arah Elliot yang duduk di kursi roda."Elliot von Rutherford, dua belas tahun, didiagnosis dengan Degenerasi Otot Genetik Progresif stadium lanjut oleh tim ahli internasional. Semua dokter menyatakan tidak ada harapan. Prognosis: terminal."Suasana di aula sangat hening. Semua mata tertuju pada Elliot."Tapi," lanjut Dr. Morel dengan nada semakin serius."Dalam waktu satu minggu, dengan terapi akupunktur dan ramuan herbal tradisional oleh Dokter Peter Davis, Elliot menunjukkan pemulihan yang luar biasa. Ia kini bisa duduk, berdiri, dan berjalan dengan bantuan."Gemuru

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Konferensi Pers Yang Tak Terduga

    Peter menatapnya dengan ekspresi sangat dingin."Mustahil hanya bagi mereka yang berhenti belajar," jawabnya dengan nada sangat tenang namun tajam seperti pisau.Dr. Schneider tidak menjawab. Ia hanya menatap Elliot dengan ekspresi sangat kompleks. Ada kekaguman, ada ketidakpercayaan, ada rasa malu yang sangat besar.Selama tiga puluh tahun karirnya sebagai dokter, ia tidak pernah melihat sesuatu seperti ini. Semua yang ia pelajari di universitas, semua yang ia baca di jurnal medis, semua yang ia percayai tentang sains dan kedokteran, semuanya runtuh dalam satu minggu."Saya... saya harus mengakui," katanya akhirnya dengan nada sangat pelan, sangat berat."Anda telah melakukan sesuatu yang saya tidak bisa jelaskan dengan sains modern."Peter tidak menjawab. Ia hanya menatap jendela besar yang menampilkan pemandangan Kota Teratai di bawah dengan ekspresi sangat tenang.Tiba-tiba, bunyi gaduh terdengar dari luar ruangan. Suara orang banyak, kamera, mikrofon.Suster Linda berlari masuk d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status