"Serang dia!" perintah Hector, pemimpin kelompok Penagih Arit Merah.
Dagger, pria bertubuh kurus dengan gerakan lincah, maju paling depan. Tangannya menggenggam belati yang berkilau tertimpa cahaya lampu koridor yang redup. Matanya menyipit, fokus pada target di hadapannya, yakin bahwa Peter Davis hanyalah seorang pemabuk lemah yang mudah ditaklukkan. "Kau akan menyesal tidak membayar hutangmu tepat waktu," desis Dagger, mengayunkan belatinya dalam gerakan cepat yang bertujuan merobek perut Peter. Bagi mata biasa, yang terjadi selanjutnya hampir tidak terlihat. Dalam sepersekian detik, tangan Peter bergerak, bukan menangkis atau menghindar melainkan menyerang. Cahaya keperakan berkelebat di antara jari-jarinya, begitu cepat hingga tampak seperti kilatan cahaya sesaat. Dagger tiba-tiba berhenti, belatinya terjatuh ke lantai dengan suara berdenting. Matanya melebar dalam keterkejutan dan kebingungan. Tubuhnya mulai bergetar, awalnya hanya sedikit, kemudian semakin hebat hingga ia terjatuh ke lantai, berguling kesakitan. "Aaaarghhh!" Dagger menjerit, suaranya pecah oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Matanya terbuka lebar, menatap langit-langit dengan pandangan kosong sementara tubuhnya mengejang tak terkendali. "A-apa yang kau lakukan padaku?!" Keempat rekannya menatap dengan campuran keterkejutan dan ketakutan. Mata mereka bergantian memandang Dagger yang menggeliat kesakitan di lantai dan Peter yang berdiri tenang dengan ekspresi datar. "Apa yang terjadi?" tanya Brock, pria bertubuh paling besar di antara mereka. "Apa yang kau lakukan padanya?" Peter tidak menjawab. Ia hanya menatap Hector dengan tatapan dingin yang membuat pemimpin kelompok itu mundur selangkah tanpa sadar. "Jangan mundur!" bentak Hector pada anak buahnya, meski suaranya sedikit bergetar. "Dia hanya satu orang! Kita berempat! Maju!" Dengan keraguan yang jelas terlihat di wajah mereka, ketiga pria lainnya mengikuti Brock yang maju dengan kepalan tangan terangkat. Mereka bergerak bersama, mencoba mengepung Peter dari berbagai sisi. Peter tetap tenang, seolah menghadapi empat preman bertubuh besar bukanlah ancaman berarti. Tangannya bergerak lagi, kali ini dalam gerakan melingkar yang anggun, seperti seorang ahli pimpinan okestra. Empat kilatan perak melesat dari jari-jarinya, begitu cepat hingga mata manusia biasa hampir tidak bisa menangkapnya. Dalam sekejap, keempat pria itu terhenti di tengah gerakan mereka, wajah mereka membeku dalam ekspresi terkejut. "Apa yang terjadi..." Hector tidak menyelesaikan kalimatnya. Tubuhnya mendadak kaku, kemudian mulai bergetar hebat. Ia terjatuh ke lantai, diikuti oleh ketiga rekannya yang juga roboh seperti boneka yang diputus talinya. Koridor apartemen kumuh itu kini dipenuhi oleh jeritan tertahan dan erangan kesakitan. Kelima preman Penagih Arit Merah tergeletak di lantai, tubuh mereka mengejang dan bergetar, mata mereka melotot dalam kesakitan yang tak terbayangkan. "Rasanya seperti seluruh tubuhku dipukuli dengan palu," erang Skull, pria bertubuh kekar dengan kepala plontos. "Setiap sendi... setiap otot..." "Tulangku... tulangku seperti terbakar dari dalam," tambah Vince, suaranya pecah oleh isakan kesakitan. Peter melangkah maju dengan tenang, berjongkok di samping Hector yang tergeletak tak berdaya. Wajah pemimpin kelompok itu kini dipenuhi keringat dingin, matanya menatap Peter dengan ketakutan yang tidak disembunyikan. "Menarik, bukan?" tanya Peter, suaranya tenang seperti seorang dokter yang sedang menjelaskan prosedur medis rutin. "Di Benua Zicari, teknik ini disebut 'Tusukan Seribu Jarum'. Jarum perak yang kutanam di tubuh kalian saat ini menekan titik-titik saraf tertentu, menciptakan ilusi bahwa seluruh tubuh kalian sedang disiksa." Peter mengambil belati yang tadi dijatuhkan Dagger, mengamatinya sejenak sebelum menempelkannya ke leher Hector. "Dalam kenyataannya, tidak ada kerusakan fisik sama sekali. Tidak ada luka, tidak ada memar, tidak ada tulang yang patah. Hanya rasa sakit... rasa sakit yang luar biasa." Hector mencoba berbicara, namun yang keluar hanyalah suara tercekik. Keringat semakin deras mengalir dari dahinya, matanya memohon belas kasihan yang tidak ia temukan di wajah Peter. Peter berpindah ke Brock, menempelkan belati yang sama ke lehernya. "Kalian datang ke sini untuk mematahkan tangan dan kakiku," ia berkata dengan nada provokasi. "Namun lihat! Sekarang kalian bahkan tidak bisa menggerakkan jari kalian sendiri." Brock mengeluarkan suara seperti hewan terluka, air mata mengalir dari sudut matanya. Peter hanya tersenyum tipis, berpindah ke Vince, kemudian Skull, dan terakhir Dagger. Peter menempelkan belati ke leher masing-masing dari mereka bergantin. Tampak benar ia menikmati ketakutan yang terpancar dari mata orang-orang itu. "Kalian tahu apa yang lebih menakutkan dari rasa sakit?" tanya Peter, kembali berjongkok di samping Hector. "Ketidakpastian. Tidak tahu kapan rasa sakit itu akan berakhir... atau apakah akan berakhir sama sekali." Peter tertawa kecil, suara tawanya bergema di koridor kosong, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam. "Jarum perak ini bisa kutinggalkan di tubuh kalian selamanya. Kalian akan hidup dalam kesakitan abadi, tidak bisa tidur, tidak bisa makan, tidak bisa bergerak tanpa merasakan siksaan. Bayangkan hidup seperti itu... selamanya." Kelima pria itu mengeluarkan suara erangan tertahan, mata mereka melebar dalam ketakutan yang nyata. "Tapi aku bukan orang yang kejam," lanjut Peter, meletakkan belati di lantai. "Aku akan memberi kalian kesempatan. Beri aku waktu tujuh hari untuk melunasi hutang seratus juta itu, dan aku akan membebaskan kalian dari siksaan ini." Peter menyentuh titik tertentu di leher Hector dengan ujung jarinya, dan seketika, ekspresi Hector berubah. Rasa sakit yang tadinya terpancar dari wajahnya mendadak lenyap, digantikan oleh kelegaan yang luar biasa. "Bagaimana?" tanya Peter, suaranya rendah dan berbahaya. "Apakah kita punya kesepakatan?" Hector mengangguk cepat, terlalu takut untuk berbicara. Peter tersenyum puas, kemudian melakukan hal yang sama pada keempat pria lainnya, menyentuh titik tertentu di leher mereka yang langsung menghilangkan rasa sakit yang mereka rasakan. "Tapi," Peter menambahkan saat kelima pria itu mulai bernapas lega, "jarum perak itu tetap tertanam di tubuh kalian. Anggap saja sebagai... jaminan bahwa kalian tidak akan kembali sebelum tujuh hari, atau mencoba melakukan sesuatu yang bodoh." Mata kelima pria itu kembali melebar dalam ketakutan. "Oh, dan satu hal lagi," Peter melanjutkan, suaranya kini terdengar seperti seorang dokter yang memberikan saran medis, namun jejak licik muncul disana. "Jarum-jarum itu perlu 'perawatan' rutin. Jika tidak, efeknya bisa kembali kapan saja... dan mungkin lebih buruk dari sebelumnya. Jadi, kalian harus datang padaku secara teratur untuk 'pengobatan'." Peter tersenyum, senyum yang tidak mencapai matanya. "Anggap saja aku dokter pribadi kalian mulai sekarang. Dokter yang peduli." Kelima pria itu saling berpandangan, ketakutan terpancar jelas dari mata mereka. Tanpa perlu diperintah lagi, mereka bangkit dengan tergesa-gesa, tubuh mereka masih gemetar bukan karena rasa sakit, tapi karena ketakutan yang mendalam. "Tujuh hari," Peter mengingatkan saat mereka mulai mundur menjauhinya. "Dan ingat untuk datang 'berobat' jika kalian masih ingin hidup tanpa rasa sakit." Tanpa mengatakan sepatah kata pun, kelima preman Penagih Arit Merah berbalik dan berlari pergi, langkah kaki mereka yang tergesa-gesa bergema di koridor kosong hingga akhirnya menghilang di kejauhan. Peter berdiri diam di ambang pintu apartemennya, menatap koridor kosong yang kini hanya diterangi oleh lampu redup yang berkedip. Wajahnya kembali tenang, tidak menunjukkan emosi apapun setelah konfrontasi yang baru saja terjadi. Bersambung"Pria sederhana itu membawa badai pulang," bisik seseorang di barisan belakang dengan nada yang tercampur kagum dan khawatir.Andrew merasa lega namun juga cemas dengan perhatian yang kini tertuju pada mereka. Marni menjaga jarak dengan kerumunan, instingnya mengatakan bahwa situasi bisa berubah berbahaya kapan saja.Qiyue menutup pelelangan dengan salam yang formal namun hangat. "Terima kasih atas partisipasi tamu-tamu terhormat. Semoga barang-barang yang berpindah tangan malam ini membawa keberuntungan bagi pemilik barunya."Musik alat petik kembali mengalun pelan dari speaker tersembunyi, memberikan latar yang menenangkan untuk penutupan acara. Para tamu mulai bergerak dalam kelompok-kelompok kecil, sebagian menuju pintu keluar, sebagian lain berbisik-bisik di sudut ruangan.Staf menyerahkan nota pembayaran kepada Peter dalam amplop bermeterai emas. Suara pena yang menggores kertas, bunyi cap lilin yang ditekan, dan gesekan sarung tangan putih pada dokumen resmi menciptakan simfoni
Ketika tutup kotak dibuka sepenuhnya, semua mata tertuju pada objek yang berada di dalamnya. Sebuah batu keabu-abuan seukuran telapak tangan orang dewasa, dengan serat perak samar yang berkilauan seperti urat petir yang membeku dalam waktu.Batu itu seperti pecahan awan yang jatuh, menyimpan sisa energi kosmik di dalam uratnya yang rumit. Getar halus terasa di ujung jari siapa saja yang cukup dekat, membuat kulit merasa geli dengan sensasi yang sulit dijelaskan."Artefak Batulangit," Shangguan Qiyue memperkenalkan dengan suara yang penuh rasa hormat. "Jatuh di gurun tandus provinsi barat enam bulan yang lalu. Telah diperiksa oleh ahli mineral terbaik, namun komposisinya tidak cocok dengan tabel unsur manapun yang dikenal ilmu pengetahuan modern."Kurator naik ke panggung dengan langkah yang hati-hati, membawa catatan penelitian dalam map tebal."Ada laporan dari beberapa orang yang pernah menyentuh batu ini. Mereka mengalami mimpi panjang yang sangat jelas, dan bangun dengan napas yan
Valentina tersenyum hambar sambil mencatat sesuatu di buku kecil yang selalu dibawanya. Maximilian mendengus dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan.Para wakil dunia bawah menahan komentar, mereka lebih tertarik dengan lot-lot berikutnya.Panggung diredupkan sejenak untuk persiapan lot kedua. Staf bergerak dengan gerakan yang terkoordinasi, mengangkat lukisan dengan hati-hati dan membawa kotak kayu antik yang ditutup kain sutra."Lot kedua," Qiyue mengumumkan ketika cahaya kembali menyorot panggung, "adalah herbal langka dari dasar lautan yang telah kering selama ratusan tahun."Kotak dibuka memperlihatkan sebuah akar hijau kehitaman yang mengering sempurna. Disimpan dalam botol kaca antik dengan segel lilin yang masih utuh, akar itu memancarkan aura dingin yang bisa dirasakan hingga barisan depan kursi penonton.Serat akar terlihat seperti urat-urat halus yang membeku dalam waktu. Bau asin samar tercium ketika botol dibuka, mengingatkan pada kedalaman laut yang tidak
Shangguan Qiyue tersenyum sopan sambil memandang seluruh ruangan. Suaranya jernih dan merdu ketika mulai berbicara, seolah setiap kata sudah diperhitungkan untuk menciptakan efek maksimal pada para pendengar."Tamu-tamu terhormat," suaranya mengalun dengan nada yang menenangkan namun penuh wibawa. "Selamat datang di Balai Lelang Jingxin. Malam ini kita akan menyaksikan perpindahan kepemilikan beberapa barang langka yang telah menunggu pemilik yang tepat."Qiyue mengangkat tangan kanan dengan gerakan yang anggun. "Aturan pelelangan sangat sederhana!”“Penawaran tertinggi yang sah akan memenangkan lot. Deposit yang telah Anda setor akan dipotong dari harga final. Staf kami yang mengenakan sarung tangan putih akan memverifikasi setiap transaksi."Beberapa staf berseragam hitam berdiri di sisi panggung, sarung tangan putih mereka berkilau di bawah lampu sorot. Mereka membawa clipboard dan kalkulator, siap mencatat setiap penawaran yang masuk."Lot pertama malam ini," Qiyue melanjutkan sam
Malam Kota Teratai menyelimuti distrik elit dengan kabut tipis yang membuat lampu-lampu jalan berpendar seperti lentera dalam mimpi.Pelataran batu di depan Balai Lelang Jingxin tersembunyi di balik deretan pohon maple tua, aksesnya hanya melalui koridor sempit yang diapit dua patung singa giok setinggi manusia.Lentera-lentera giok menggantung seperti buah hijau pucat di sepanjang koridor batu bertulisan kaligrafi kuno. Bau gaharu yang tebal menutup ruang, membuat suara langkah terdengar lebih ringan dari kapas yang jatuh ke lantai marmer.Peter berjalan di antara Andrew dan Marni Huang dengan langkah yang tenang namun waspada. Pakaiannya sederhana, kemeja biru navy dan celana hitam yang kontras mencolok dengan setelan mahal para tamu lain yang mulai berdatangan.Petugas keamanan berseragam hitam abu berdiri di setiap sudut dengan wajah netral seperti patung. Alat pendeteksi logam canggih dipasang di pintu masuk, sementara dua anjing pelacak German Shepherd duduk tenang di samping me
Peter merenungkan informasi ini sambil memutar-mutar gelas teh di tangannya. Sepertinya struktur kekuatan di Kota Teratai jauh lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan. Ada pertarungan tersembunyi antara berbagai kubu dengan kepentingan masing-masing."Kalau akar sudah busuk," Peter berkata dengan nada yang datar namun menusuk, "pohon hanya menunggu waktu untuk tumbang."Kalimat sederhana itu membuat semua orang terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam cara Peter mengatakannya yang membuat mereka merasa bahwa pria ini bukan sembarang tabib tradisional.Dimitri Volkov memakai kacamatanya kembali dan bersandar ke kursi. "Sebenarnya ada kabar baru yang ingin kami bagikan, Dokter Peter. Akan ada pelelangan rahasia minggu depan.""Pelelangan?" Peter menaikkan alis dengan ekspresi penasaran."Dipimpin oleh lembaga elite yang konon memiliki koneksi dengan dunia supernatural," Helena Kozlov menjelaskan dengan suara yang semakin pelan. "Barang utama yang akan dilelang disebut sebagai 'batu