Share

Bab 3

Penulis: Hazel
Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas.

"Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat.

"Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi.

"Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.

Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku."

"Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku. Awas kalau kamu nggak datang!" Selesai berbicara, Melati mengecup pipi Tirta dan merapikan rambutnya. Kemudian, dia membuka pintu dan keluar.

"Gimana ini ...." Tirta sungguh kewalahan. Dia memang ingin merasakan bagaimana rasanya bercinta, tetapi Melati adalah seorang janda. Jika ketahuan, bukankah dia dan Ayu akan mendapatkan masalah?

Namun, dilihat dari sikap Melati tadi, wanita ini tidak akan menyerah sebelum Tirta menyetujuinya. Tirta bisa diganggu setiap hari kalau tidak memberikannya. Apakah dia harus pergi ke rumah Melati malam ini?

Setelah digoda Melati, Tirta merasa makin tidak nyaman karena belum melampiaskan nafsunya. Dia menggertakkan gigi, lalu membulatkan tekadnya. "Sialan, kenapa memangnya kalau dia janda? Dia sendiri yang mencariku, rugi dong kalau ditolak."

Tirta juga ingin tahu bagaimana rasanya menjadi pria seutuhnya. Setelah Melati pergi, Tirta hanya menunggu di klinik. Dia akan diam-diam mencari Melati malam nanti.

Jujur saja, Tirta lebih menyukai Nabila. Kalau dibandingkan dengan Melati, Nabila lebih muda dan seumuran dengannya. Hanya saja, Tirta tidak akan bisa menidurinya. Jadi, tidak ada gunanya jika terus dipikirkan.

Sekitar 30 menit kemudian, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. "Tsk, cuaca hari ini benar-benar panas. Entah Tirta ada di rumah atau nggak."

"Bukannya ini suara kepala desa, Pak Agus? Kenapa dia mencariku?" Tirta bisa mendengarnya dengan jelas.

Tirta yakin Agus bukan datang untuk berobat karena pria ini selalu berobat di kota. Jangan-jangan, Nabila memberi tahu Agus tentang kejadian hari ini? Agus datang untuk membuat perhitungan?

Ketika Tirta masih kebingungan, Agus sudah berjalan masuk. Supaya terlihat sopan, Tirta menyapa, "Halo, Pak Agus."

"Aku nggak akan bertele-tele. Aku datang untuk memberitahumu sesuatu." Agus tampak bercucuran keringat. Dia melambaikan tangannya dengan tidak sabar.

"Klinikmu ini nggak punya izin medis, jadi termasuk ilegal. Tiga hari lagi, kamu harus menutup klinik ini." Selesai melontarkan itu, Agus langsung keluar.

"Pak, sebentar!" Tirta tentu panik mendengarnya. Dia menghentikan Agus dan bertanya, "Klinik ini sudah dibuka belasan tahun lalu. Kenapa tiba-tiba bermasalah?"

Klinik ini adalah warisan orang tua Tirta, juga satu-satunya cara bagi Tirta untuk menghasilkan uang. Jika ditutup, bagaimana dia bisa bertahan hidup?

"Sudah kubilang, nggak ada izin medis, jadi nggak bisa dibuka. Pemimpin daerah yang mengeluarkan perintah ini, bukan aku. Semua klinik di desa yang nggak punya izin medis harus ditutup. Kamu cari saja mereka!" sahut Agus seraya memelotot dengan kesal. Kemudian, dia langsung pergi.

"Sialan, pasti Nabila memberi tahu ayahnya tentang kejadian siang tadi," gumam Tirta sembari mengepalkan tangannya. Dia tidak percaya dengan penjelasan Agus. Menurutnya, Nabila ini benar-benar picik, padahal Tirta hanya melihat tubuh telanjangnya. Bagaimana dia bisa menghasilkan uang jika klinik ini ditutup?

"Tirta, jangan panik. Pak Agus sudah bilang kita butuh izin medis. Kamu pergi ikut ujian saja?" nasihat Ayu dengan lembut.

"Ilmu medisku biasa-biasa saja, memangnya aku bisa lulus?" tanya Tirta dengan ekspresi masam.

"Masih ada 3 hari kok. Kamu perbanyak baca buku, lalu ikut ujian. Kalau memang nggak bisa, kita cari cara lain nanti," balas Ayu.

"Baiklah." Tirta menggertakkan gigi, lalu mengiakan. "Bi, kamu tunggu di sini. Aku lupa mengambil bahan obat yang kupetik. Aku keluar sebentar."

Tirta tidak bisa menerima hal ini. Setelah mengatakan itu, dia langsung keluar untuk mencari Nabila. Dia ingin membuat perhitungan dengan wanita ini.

"Hais, kamu ini. Hati-hati di jalan," pesan Ayu dengan cemas.

"Tenang saja, Bi. Aku cuma sebentar kok!" seru Tirta tanpa menoleh.

....

Tirta bersembunyi di balik pohon dedalu yang terletak di belakang supermarket. Dia tahu Nabila ini kaya, jadi selalu datang kemari untuk membeli camilan setiap kali pulang ke desa. Dia yakin mereka akan bertemu nanti.

Meskipun Tirta termasuk orang yang gegabah, dia tidak bodoh. Dia tidak mungkin pergi ke rumah Nabila untuk mencari masalah dengannya.

Sesuai dugaannya, tidak sampai 10 menit, Tirta melihat Nabila berjalan ke arah supermarket. Nabila sudah mengganti pakaiannya dengan kaus putih dan rok hitam.

Lengan dan pahanya yang ramping tampak begitu memikat di bawah sinar matahari. Nabila juga menguncir rambutnya sehingga memperlihatkan lehernya yang mulus. Belum lagi payudaranya yang bulat dan bokongnya yang sintal ....

Meskipun Nabila orang desa, dia menempuh pendidikan di kota dan merupakan primadona sekolah. Hanya saja, Tirta benar-benar kesal dengan wanita ini. Dia ingin sekali mempermainkan wanita ini dengan kejam di ranjang!

"Panas sekali. Aku mau beli 10 es krim untuk makan di rumah," gumam Nabila yang sudah hampir sampai di depan supermarket. Dia merasa senang sehingga tampak tersenyum lebar.

"Makan kepalamu! Kemari kamu!" Tirta makin kesal saat melihat Nabila begitu gembira. Dia sontak menyerbu keluar dari belakang pohon dedalu, lalu menarik Nabila ke ladang jagung.

"Tirta! Dasar pria mesum! Kamu mau apa? Aduh, sakit sekali! Cepat lepaskan aku!" Nabila berteriak kesakitan. Tenaga Tirta terlalu besar sehingga pergelangan tangannya sakit.

"Diam! Kalau nggak, aku akan merobek pakaianmu!" bentak Tirta sambil memelotot.

"Ah! Dasar cabul! Cepat lepaskan aku!" Begitu mendengarnya, ekspresi Nabila sontak berubah. Dia yang panik pun membuka mulut dan menggigit lengan Tirta.

"Kamu ini anjing, ya? Kenapa menggigitku?" Tirta merasa sakit, tetapi tidak melepaskan tangannya. Sebaliknya, dia menahan kaki Nabila dan memegang bahunya. Keduanya pun sama-sama terjatuh di ladang jagung.

"Tirta, kamu benar-benar nggak tahu malu. Jangan-jangan, kamu ingin meniduriku?" Karena mereka berada di tempat sepi begini, Nabila langsung terpikir akan hal ini. Setelah memikirkan ini, dia malah merasa lebih tenang.

"Bukannya aku ingin mengejekmu. Tapi, memangnya kamu bisa apa kalau aku melepaskan rokku?" lanjut Nabila. Saat berikutnya, ekspresinya justru berubah drastis.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (21)
goodnovel comment avatar
Supriadi
makin pesaran
goodnovel comment avatar
Suyantini AMK
makin seru kak..lanjut ya kak
goodnovel comment avatar
Arima Channel
beruntung banget si Tirta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 2349

    Suara Tirta tidak keras, tetapi auranya sangat mengintimidasi. Seketika ekspresi semua anggota Keluarga Galen tampak makin ketakutan dan masam.Hanya saja, tidak ada yang berani bicara. Mereka hanya bisa memandangi Tirta dengan geram. Sudah jelas mereka sangat tidak berdaya.Alec berbisik kepada Erhard, "Kak Erhard, sepertinya tebakan kita nggak salah. Tirta ingin memanfaatkan kesempatan saat kita menyerah untuk menghabisi kita semua. Pokoknya kita nggak boleh menyetujui permintaannya. Kalau dia masih bersikeras mau bernegosiasi dengan kita di dalam rumah, aku rasa kita langsung suruh orang bertindak saja ...."Alec mengira suaranya sangat pelan, tetapi Tirta dan Luvia tetap bisa mendengarnya dengan jelas.Erhard berpikir sejenak, lalu tertawa dan berkata kepada Tirta, "Pak Tirta memang hebat, tapi kamu juga nggak boleh memaksa kami. Aku rasa mendiskusikan masalah kompensasi di sini juga cocok."Erhard melanjutkan, "Begini saja, aku suruh semua pengawal di sini pergi. Menurutmu bagaima

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 2348

    Ditambah lagi, Tirta terus mencium aroma dari tubuh Luvia. Jadi, Tirta mulai berhasrat. Dia mengembuskan napas dan berucap, "Kita berangkat."Luvia seperti tidak merasakan apa pun. Dia diam-diam menggenggam tangan Tirta dan menjalankan Pedang Terbang.Namun, setelah beberapa saat, Pedang Terbang tidak melaju lurus lagi seperti sebelumnya. Pedang itu tampak miring. Sudah jelas, Tirta menggoda Luvia lagi.....Sekitar satu jam kemudian, Luvia yang membawa Tirta dengan pedangnya sampai di atas rumah Keluarga Galen di Kota Tomyo.Rumah mereka juga sangat besar, hampir sama dengan rumah presiden Negara Yumai. Kondisinya sesuai dengan deskripsi Gulzar.Bahkan, banyak pesawat tempur berputar di atas rumah Keluarga Galen. Para pasukan juga menjaga rumah mereka dengan ketat. Rumah Keluarga Galen benar-benar megah.Kala ini, Tirta sudah meredam hasratnya. Dia mencubit pinggang Luvia dan berujar, "Kak Luvia, ayo kita turun."Luvia berdeham, lalu bertanya, "Di sini ya?"Tirta bercanda, "Iya, aku r

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 2347

    Begitu Luvia melontarkan ucapannya, suasana di dalam gua menjadi intens.Tirta mengusap kedua tangannya dan menelan ludah dengan perasaan antusias. Matanya berbinar-binar saat bertanya, "Wah! Kak Luvia, kamu benar-benar mau menunjukkannya padaku lagi?""Um ... bukannya tadi kamu bilang ... mau lihat?" balas Luvia. Dia baru menyadari dirinya keceplosan.Luvia berpikir dia sudah hidup lebih dari 300 tahun. Masa dia menggoda seorang pemuda secara terang-terangan seperti itu? Namun, Luvia tidak bisa menyangkal atau berdebat ketika melihat Tirta menatapnya lekat-lekat.Melihat Luvia tampak canggung, Tirta mengira Luvia sedikit keberatan. Dia menghibur, "Tapi Kak Luvia, tadi aku cuma bercanda denganmu. Sebenarnya aku nggak keberatan biarpun kamu nggak menunjukkannya padaku. Kamu nggak usah memaksakan diri."Mendengar perkataan Tirta, Luvia menganggap Tirta memang bercanda dengannya. Dia menanggapi, "Aku nggak akan menunjukkannya padamu lagi kalau kamu cuma bercanda. Ke depannya aku akan memb

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 2346

    Arden berseru, "Cepat kabur!""Apa maksudmu?" bentak Axel. Namun, dia bergidik saat mengikuti arah pandangan Arden. Axel berteriak dengan gigi bergemeletuk, "Ah ... ada hantu .... Tirta .... Cepat kabur!"Axel dan lainnya langsung kabur seperti tikus yang melihat kucing.Hanya saja, mana mungkin Tirta membiarkan Axel dan lainnya kabur setelah melihat mereka? Apalagi dia mendengar perkataan mereka yang keterlaluan.Tirta langsung berkelebat. Axel dan lainnya merasakan angin kencang berembus dan pandangan mereka menjadi kabur. Tiba-tiba, Tirta sudah mencegat mereka.Tirta mencibir dan berujar, "Aku rasa kalian benar-benar berharap aku mati."Axel makin ketakutan setelah mendengar suara Tirta. Dia terduduk di tanah dan berucap dengan tubuh gemetaran, "Ternyata kamu ... nggak mati? Nggak mungkin! Masa peluru kendali balistik antarbenua nggak bisa membunuhmu?"Arden kencing di celana saking takutnya. Dia segera bersujud sambil minta ampun, "Pak Tirta ... Kakek Tirta, tadi kamu pasti salah d

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 2345

    Mendengar suara yang sangat familier, Tirta langsung teringat beberapa orang. Dia mencibir dan bergumam, "Ternyata mereka .... Nggak disangka, aku bisa bertemu mereka di tempat terpencil begini."Tirta menunggu mereka masuk ke gua.Terdengar suara familier lain yang agak mesum. "Lubang ini memang sangat besar, bahkan aku mencium aroma wanita. Mungkin wanita yang sembunyi di dalam."Orang yang berbicara pertama kali menanggapi, "Axel, indra penciumanmu sangat tajam. Bahkan lebih tajam daripada anjing. Kalau kamu nggak bilang, aku juga nggak akan kepikiran hal itu. Setelah aku menciumnya lagi, sepertinya memang ada aroma wanita."Orang itu mendesah, lalu menambahkan, "Sayang sekali, alat vital kita bertiga sudah hancur. Kalau nggak, rasanya pasti beda mempermainkan wanita di tempat terpencil seperti ini."Pria yang dipanggil Axel marah-marah begitu kekurangannya diungkit, "Sialan, sebenarnya kamu memujiku atau menghinaku? Kalau nggak pandai bicara, tutup mulutmu!"Tadi orang itu memuji i

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 2344

    Luvia memang tidak mengenali obat spiritual itu, tetapi obat spiritual itu mengandung energi spiritual yang melimpah serta dinutrisi batu dan air spiritual. Semua ini sudah cukup membuktikan obat spiritual itu tidak biasa.Tirta tertawa dan berkata, "Kak Luvia, aku memang memang menginginkan teratai ini. Tapi, teratai ini mengandung energi yin dan termasuk varian teratai purwa yang tumbuh di ruang hampa. Khasiatnya memang nggak sebanding dengan seperseratus khasiat teratai purwa yang sebenarnya, tapi tetap sangat menguntungkan pemurni energi.""Pria nggak mampu menyerapnya. Cuma wanita dan spesies ular yang bisa memurnikan teratai ini tanpa menyia-nyiakan khasiatnya. Sebaiknya kamu ambil saja. Kalau nggak, nanti khasiatnya hilang. Sayang sekali," lanjut Tirta.Tirta memetik teratai ini memang untuk Luvia. Selain itu, sebenarnya dia memiliki teknik untuk membuat obat spiritual itu langsung matang. Bagaimanapun, Tirta sudah mendapatkan warisan Petani Suci."Oke, aku ambil teratai ini. Te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status