Begitu Eira melontarkan ucapannya, Elisa merasa canggung dan malu. Dia membenamkan wajahnya di dada Tirta dan membatin, 'Dia bisa menebak apa yang akan dilakukan Tirta kepadaku .... Benar-benar memalukan.'Elisa ingin mencari tempat untuk bersembunyi dan tidak keluar lagi. Tirta berkata kepada Eira dan Amaris dengan ekspresi tenang, "Nggak usah menghindar. Kita langsung berangkat saja, tapi mungkin nanti kalian nggak melihat aku dan Bi Elisa."Tirta melanjutkan, "Kalian nggak usah khawatir. Kami tetap berada di samping kalian. Kita lanjutkan perjalanan ke Sekte Mujarab saja.""Um .... Oke, Tirta," sahut Eira.Sekarang Eira dan Amaris sudah melihat berbagai macam teknik ajaib yang ditunjukkan Tirta. Mendengar perkataan Tirta, mereka berdua hanya terkejut sesaat sebelum mengangguk.Selesai bicara, Tirta dan Elisa sudah menunggangi kuda. Tirta yang tiba-tiba teringat sesuatu mengernyit. Dia menangkap kucing putih di pelukan Elisa, lalu melemparkannya kepada Eira.Tirta berpesan, "Kak, hew
"Bagus," ucap Elisa. Dia mencoba mengendalikan pedang untuk terbang di udara beberapa putaran. Elisa juga berusaha menghindari Eira agar tidak mengganggunya menerobos tingkat kultivasi.Elisa mengulurkan tangannya untuk menarik pedangnya kembali. Dia menahan antusiasmenya sambil bertanya kepada Tirta, "Tirta, aku harus punya kemampuan apa biar bisa terbang dengan menaiki pedang sepertimu?"Tirta menjawab dengan jujur, "Tingkat pembentukan fondasi.""Sekarang aku baru mencapai tingkat pembentukan energi tahap keempat. Masih terlalu jauh untuk mencapai tingkat pembentukan fondasi. Nggak usah pikirkan itu dulu," balas Elisa seraya menggeleng.Kemudian, Elisa mengikuti cara yang diajarkan Tirta untuk mengecilkan ukuran pedang hingga belasan kali lipat. Pedang giok itu menjadi seperti tusuk konde. Elisa menyanggul rambutnya dengan pedang giok.Seketika aura Elisa langsung berubah. Dia bagaikan bidadari dari bulan yang elegan dan lembut.Tirta merangkul pinggang Elisa yang ramping dengan kua
Tidak disangka, Elisa tidak menuruti kemauan Tirta. Dia memutar bola matanya pada Tirta dan menyahut, "Aku nggak mau. Selain hal itu, memangnya kamu punya masalah penting apa lagi?"Alasannya karena Tirta sudah menyingkirkan efek Jimat Pengubah pada tubuh Elisa saat menariknya. Tampang asli Elisa sudah kembali.Tirta berdeham dan menimpali, "Bi Elisa, kali ini aku benar-benar nggak berniat melakukan hal itu. Bukannya sekarang kamu sudah mencapai tingkat pembentukan energi tahap keempat? Seharusnya kamu sudah bisa mengendalikan artefak."Tirta melanjutkan, "Belakangan ini, aku mendapatkan banyak artefak. Aku berniat menyuruh kamu memilih salah satu artefak itu biar bisa menggunakannya."Selesai bicara, Tirta menarik Elisa ke samping. Dia memfokuskan pikirannya, lalu mengeluarkan semua artefak dari Giok Penyimpanan dan meletakkannya di tanah. Tirta membiarkan Elisa memilih sendiri.Dari semua artefak itu, ada menara kecil yang indah, pedang giok yang mengilap, busur panah berwarna hitam
Tirta memang mendengar gumaman Amaris, tetapi dia tidak menganggapnya serius. Alasannya karena sekarang dia harus melakukan hal penting.Tirta menyeringai saat merasakan kuda yang berpacu. Dia berpikir jika Eira bisa bertahan lama, itu berarti dia bisa merasakan kenikmatan dalam durasi yang panjang semalaman.Namun, ini tidak realistis. Masalahnya bukan Tirta tidak mampu bertahan, melainkan sebelumnya Eira baru ditiduri pertama kali. Mana mungkin tubuh Eira yang lemah tahan menghadapi guncangan yang begitu intens?Eira hendak turun saat kuda baru berpacu ratusan meter. Tirta berucap, "Kak, kita baru mulai. Masa kamu sudah meminta ampun? Coba bertahan sebentar lagi."Tirta mengerahkan kekuatan spiritual dan memasukkannya ke dalam tubuh Eira melalui kedua tangan Eira yang digenggamnya. Setelah dinutrisi energi spiritual, seketika Eira merasa lebih nyaman."Oke ... Tirta ...," gumam Eira sambil memejamkan mata. Ekspresinya sangat memikat.Amaris memuji, "Wah ... guruku kelihatan cantik se
Entah siapa yang berbicara seperti itu di antara para gadis. Suasana di tempat seketika menjadi canggung. Mereka teringat momen saat memijat Tirta tadi ... benar-benar berlebihan dan mengejutkan!Salah satu gadis mulai tertarik. Dia bertanya dengan wajah tersipu malu, "Tapi ... kita mau bilang apa kalau kejar Tirta?"Sudah jelas gadis itu masih merasa canggung. Gadis lain yang lebih berani mengingat paras Tirta yang tampan. Ekspresinya menunjukkan dia sangat tergila-gila pada Tirta.Gadis itu menyahut, "Memangnya mau bilang apa lagi? Kita langsung bilang saja mau jadi kekasihnya. Kalau nggak, untuk apa kita kejar dia?"Ucapan gadis itu membuat wajah gadis lain makin memerah. Gadis terakhir lebih blak-blakan lagi. Dia langsung kepikiran tahapan berhubungan intim. Hanya saja, dia tampak sedikit takut. Sudah jelas dia kaget dengan ukuran alat vital Tirta.Gadis itu berkomentar, "Tapi ... apa kita bisa tahan? Kita bisa mati nggak? Kalau nggak, kita menyerah saja."Mendengar ucapan gadis it
Mereka membawa kuda ke hadapan Tirta dengan sikap sopan, lalu berbicara sambil menahan rasa takut, "Pak Tirta, ini kudamu. Kami membelinya sesuai perintah Pak Tirta. Kami nggak mencuri ataupun merebut kudanya, kami sudah membayarnya."Mereka pernah melihat lukisan Tirta. Sekarang mereka juga bisa mengenali Tirta setelah dia menunjukkan tampang aslinya. Hanya saja, mereka cemburu dengan ketampanan Tirta."Oke, kerja kalian bagus. Tapi, jangan beri tahu siapa pun kejadian malam ini. Kalau nggak, nyawa kalian tetap terancam," kata Tirta.Tirta menjentik jarinya, lalu belasan energi spiritual keluar dan masuk ke benak semua pria. Belasan pria di tempat tidak merasakan ada yang tidak beres. Mendengar Tirta hendak pergi, mereka segera bersumpah."Tenang saja, Pak Tirta. Kami nggak akan membocorkannya!""Kalau nggak, kami pasti mati tragis!"Tirta melihat beberapa wanita paruh baya yang memandanginya dengan tatapan marah. Dia tidak melepaskan mereka dan menggunakan cara yang sama seperti tadi