Share

Bab 4

Hari ini Cheryl mendapatkan tugas untuk ikut mengambil persediaan obat-obatan di rumah sakit yang ada di kota. Namun entah kenapa Abercio bersikeras ikut dengannya. Padahal biasanya Cheryl yang selalu berinisiatif mengajaknya terlebih dahulu namun selalu di tolak, tapi kali ini justru Abercio yang ngotot ingin ikut.

"Dok, apa dokter yakin kalau dia beneran akan ikut dengan kita ke kota?" tanya sopir mobil carry putih yang mereka gunakan untuk perjalanan ke kota. Karena memang itu mobil satu-satunya yang dimiliki klinik selain mobil ambulans.

Cheryl menoleh kearah Abercio yang berdiri tidak jauh darinya. "Hmm iya, ayo cepat berangkat sekarang, keburu gelap nanti kita pulangnya." ucap Cheryl.

"Hah, oh, baiklah dok kalau begitu." Jawab sang sopir lalu ia segera masuk ke dalam mobil.

Cheryl dan Abercio duduk di jok belakang. Sedangkan sopir dan salah satu suster yang memang di tugaskan untuk menemani Cheryl mengambil obat-obatan duduk di jok depan.

Selama perjalanan menuju ke rumah sakit yang ada di kota, Abercio hanya diam dan menikmati pemandangan yang mereka lalui dengan melihat keluar jendela. Entah dia memang mengagumi pemandangan atau ia justru sedang memikirkan sesuatu?

Sedangkan Cheryl lebih memilih memejamkan matanya beristirahat, karena memang dia sehabis shift jaga malam sehingga kantuk itu tidak dapat ia hindari. Walaupun sebenarnya ia bisa tidur dengan bebas besok karena besok adalah hari liburnya.

Sesekali Abercio melirik kearah Cheryl yang tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat begitu damai. Senyuman tipis pun terukir indah dibibir Abercio.

'Dia benar-benar terlihat imut saat seperti ini, tapi akan terlihat berbeda saat ia memakai jas dokter.' batin Abercio.

Abercio yang melihat tidur Cheryl kurang nyaman karena posisi duduknya, kini ia meletakkan kepala Cheryl untuk bersandar di bahunya.

Sopir dan suster yang melihat dari kaca spion itu pun hanya mengulum senyum senang. Sepertinya mereka berdua sangat mendukung melihat kedekatan antara dokter dan pasiennya itu.

Setelah hampir 3 jam perjalanan, kini mobil yang di tumpangi Cheryl sampai juga di sebuah rumah sakit yang ada di kota. Cheryl terlihat terkejut saat bangun dengan kondisi kepalanya yang bersandar di bahu Abercio, kedua pipinya bersemu merah semerah tomat karena malu.

"Kita sudah sampai, ayo turun." Ajak Cheryl untuk segera turun karena ia benar-benar sangat malu.

Walau Abercio tidak menjawab, namun ia turun dari mobil. Ia memperhatikan suasana di sekitarnya. Suasana rumah sakit di kota itu memang lebih ramai dari pada klinik yang ada di desa.

"Kamu tunggu saja di kantin itu, aku akan masuk dulu sama suster untuk bertemu dengan pihak farmasi rumah sakit." ucap Cheryl sambil menunjuk ke sebuah kantin yang tidak jauh dari lokasi parkir mobilnya.

"Kamu tadi kan belum sempat makan, jadi kamu beli saja makan di kantin itu. Nanti aku akan menyusul kalau urusannya udah selesai." ucap Cheryl sambil memberikan 3 lembar uang seratus ribuan pada Abercio.

"Hm." jawab Abercio lalu dia menerima uang yang diberikan Cheryl padanya. Tak lama Abercio berjalan menuju kearah kantin yang tadi memang di tunjuk oleh Cheryl.

Cheryl dan seorang suster yang tadi ikut bersamanya berjalan memasuki gedung rumah sakit. Sedangkan sang sopir lebih memilih berkumpul dengan sesama sopir yang memang mereka sudah saling kenal sebelumnya.

Abercio yang duduk di kantin hanya memesan teh manis panas, ia belum merasa lapar sehingga ia tidak memesan makanan seperti yang tadi di perintahkan oleh Cheryl. Ia terlihat memperhatikan sekitarnya seperti sedang mencari sesuatu.

"Maaf tuan muda, saya datang terlambat. Penampilan tuan muda yang seperti ini membuat saya hampir tidak bisa mengenalinya." ucap seseorang yang datang menghampiri Abercio.

Seorang lelaki muda yang mungkin seumuran dengannya, terlihat membungkuk memberi hormat saat bertemu dengan Abercio.

Abercio melihat kiri dan kanan seolah memastikan keadaan. "Sebaiknya jangan bicara disini. Dimana kamu memarkirkan mobilnya?" dengan suara pelan setengah berbisik dia berbicara dengan laki-laki yang baru saja datang menghampirinya tersebut.

Abercio takut kalau-kalau ada yang mendengarkan pembicaraan mereka nanti. Makanya Abercio meminta ke tempat lain untuk bicara. Apalagi setelah kejadian yang dia alami membuat Abercio lebih waspada dari sebelumnya.

Setelah membayar teh pesanannya tadi yang hanya setengah saja ia minum, kini Abercio dan laki-laki muda dengan berpakaian jas hitam lengkap dengan sepatu mengkilapnya itu berjalan kearah parkiran.

Sesampainya di tempat parkir mobil BMW Hitam, lelaki muda itu pun membukakan pintu untuk Abercio. Setelah Abercio masuk kedalam mobil, lelaki itu berjalan kearah pintu mobil di sisi yang lain kemudian ia juga masuk kedalam mobil tersebut.

"Apa yang kamu dapatkan?" tanya Abercio dengan wajah datar.

"Hanya ini yang saya dapatkan tuan muda." jawab lelaki itu dengan menyerahkan amplop coklat pada Abercio.

Dengan cepat Abercio langsung mengeluarkan isi di dalam amplop tersebut untuk memastikan bukti apa yang sudah lelaki itu berikan padanya.

"Kerja bagus Ryan, tugasmu sekarang cari bukti untuk menyeret mereka ke penjara dan cari tahu juga siapa sebenarnya dalang utama yang sedang mengincar nyawaku." ucap Abercio lalu ia memasukkan kembali berkas yang sudah dibacanya dan memberikan kembali amplop itu pada lelaki yang duduk disampingnya.

"Kalau hanya mengandalkan ini saja tidak akan cukup, karena dalang utama masih belum menampakkan batang hidungnya." Lanjut Abercio tegas dengan sorot mata tajam seperti memendam sebuah amarah yang besar.

"Sebenarnya ada beberapa daftar hitam yang sudah saya curigai tuan muda, tapi saya belum yakin untuk itu." ucap Ryan.

"Dan itu tugasmu untuk membuat semuanya jelas, jangan sia-siakan gaji yang sudah aku berikan padamu." jawab Abercio.

"I-iya tuan muda, akan saya pastikan semua berjalan sesuai keinginan anda." jawab lelaki yang ternyata bernama Ryan itu dengan patuh.

Sebagai orang kepercayaan Abercio, sudah sepantasnya ia menjalankan tugas sesuai keinginan bosnya. Dan itu sudah menjadi syarat mutlak baginya.

"Lantas apa rencana tuan muda sekarang? Apakah tuan muda akan ikut dengan saya kembali ke Jakarta?" tanya Ryan, mengingat kondisi Abercio sudah pulih seperti sediakala.

"Untuk kembali ke Jakarta sekarang bukanlah waktu yang tepat. Apalagi kita belum mempunyai bukti yang kuat tentang semua ini. Dalang utamanya juga belum ketemu." jawab Abercio kemudian dia menghela napas.

"Selama 3 bulan berada di desa ini, aku merasa mulai terbiasa dengan suasananya, tidak buruk juga disini. Udaranya masih alami tidak banyak polusi." lanjut Abercio.

"Apalagi ada dia yang begitu baik merawatku, membuatku merasa semakin nyaman disini. Setidaknya aku akan menjadi pasien yang baik untuknya sebelum aku kembali ke Jakarta." lanjutnya lagi dengan senyuman indah dari sudut bibirnya.

"Hah?!" Ryan hanya bisa melongo mendengar jawaban Abercio. Apa benar ini adalah bosnya yang 3 bulan lalu masih memperlihatkan wajah dinginnya saat berada di kantor. 

'Apakah aku tidak salah lihat? Benarkah dia masih tuan muda Abercio Danurendra penerus perusahaan Danurendra group yang aku kenal?' batin Ryan seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sofea Sofea
apa abercio jatuh cinta sam cheryl
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status