Share

Dokter Cinta sang Mafia Sadis
Dokter Cinta sang Mafia Sadis
Author: Mamika

Bab 1–Pertemuan tak Sengaja

"Dokter, ayo ikut aku?" perintah Axel menarik tangan Rayna begitu saja, membawanya masuk ke sebuah rumah sederhana.

"hei, apa yang kau lakukan, temanku bilang ada kecelakaan. Kenapa aku dibawa kemari?" tanya Rayna dengan banyak pertanyaan.

"simpan energimu untuk nanti dokter! kau terlalu banyak bicara!" kata Axel dengan dingin.

Sesampainya di dalam, Rayna semakin terkejut mendapati seorang pria paruh baya terbaring diatas tempat tidur pasien. "Astaga, apa-apaan ini! tanya Rayna sembari mengibaskan tangannya kasar agar lepas dari tangan Axel.

"Operasi dia sekarang, selamatkan dia jangan sampai dia mati" perintah Axel dengan tatapan elangnya.

"Bawa dia kerumah sakit, dia akan mati" kata Rayna dengan kesal sembari memeriksa Teddy yang tergolek lemah.

"Aku tidak bisa, ayo bawa dia kerumah sakit sekarang!" kata Rayna sembari melangkahkan kakinya hendak pergi.

Axel menodongkan pistol kearah Rayna. "Hentikan dokter Misyel! lakukan apa yang kuperintahkan atau,–" mata Axel beralih menatap pria yang berdiri disamping Rayna sekaligus mengarahkan pistolnya.

Rayna membuka mulutnya tidak percaya. "Manusia macam apa Anda! hah?!"

Tanpa aba-aba Axel menekan pelatuknya menembak pria di samping Rayna.

"Argh" erang pria disamping Rayna sembari memegang lututnya roboh ke lantai.

"Astaga!! apa anda benar-benar manusia?! baik-baiklah akan kulakukan tetapi setelah ini biarkan aku pergi" kata Rayna berteriak dengan terpaksa.

"Bagus, itu memang tugasmu! kenapa harus buang-buang waktu!!" ujar Axel dengan santai sembari beranjak pergi keluar rumah.

"Cal, bantu pria tua itu dan awasi dokter!" perintah Axel pada Calvin yang berdiri di depan pintu.

Calvin menganggukkan kepalanya lalu segera beranjak masuk ke dalam membantu dokter hewan itu berjalan keluar dipapahnya untuk kemudian dibawa ke rumah sakit.

Rayna dengan tegang mencoba mengoperasi Teddy dengan alat dan tempat seadaanya. Sesekali dia menggelengkan kepalanya, tidak mengerti dengan apa yang dia alami saat ini. Rayna sungguh merasa hampir gila.

Setelah satu jam berusaha menyelamatkan nyawa Teddy, akhirnya Rayna berhasil. Sekarang, dia bisa bernafas lega dan bisa segera pergi dari tempat mengerikan ini. Rayna segera beranjak keluar rumah, mendekati Axel yang berdiri dengan angkuh disana.

"Aku sudah menyelesaikan tugasku, jadi biarkan aku pergi sekarang!" kata Rayna dengan tegas.

Axel berbalik menatap Rayna dengan wajah dingin. "Tidak semudah itu, dokter. Pekerjaanmu selesai sampai dia kembali bangun dan bisa bicara denganku!" kata Axel.

Rayna mengehela nafas kasar sembari memegang dahinya merasa frustasi. "Apa kau gila? dia kritis dan habis melakukan operasi! butuh waktu lama untuk dia bisa bangun!" teriak Rayna tidak habis pikir dengan pria yang berdiri dihadapannya saat ini.

"Aku tidak peduli! kau akan disini sampai kau menyelesaikan pekerjaanmu!" kata Axel dengan tegas. Axel kemudian menyeret lengan Rayna membawanya berjalan masuk dan disekapnya disebuah kamar.

Rayna berteriak menggedor-gedor pintu. "Hei, keluarkan aku dari sini! aku Inging pulang! kau lihat saja kakakku akan mencariku dan kau akan dapat masalah!!" kata Rayna dengan kesal.

'Astaga mimpi apa aku, kenapa bisa terjebak dalam kondisi mengerikan seperti ini.' gumam Rayna sembari luruh ke lantai.

Sekembalinya Calvin dari rumah sakit, dia segera menemui Axel. "Ada apa mukamu terlihat panik begitu?" tanya Axel dengan santai.

"Gawat!! dokter itu ternyata bukan Misyel!!"

Axel menatap terkejut pada Calvin, "Apa?! bagaimana bisa?" kata Axel dengan sedikit berteriak menahan kesal.

Ia menatap ke pintu kamar lalu menurunkan suaranya. "Lalu siapa dia?"

"Dia adalah Rayna dokter bedah dirumah sakit itu, dan lebih buruk lagi dia adalah adik dari Mark Abraham, komisaris polisi hebat itu."

"Sial!" jawab Axel dengan gusar.

****

Rayna hanya bisa duduk diam sembari terus berpikir bagaimana caranya agar dia bisa kabur dari tempat ini. Tasnya berada di luar, dia tidak bisa menghubungi Mark, bahkan menelpon siapapun.

"Sial" umpat Rayna sembari terus menggedor-gedor pintu dengan kesal.

Rayna mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan kamar. Kamar ini lumayan luas, hanya saja terasa pengap karena kurangnya sirkulasi udara masuk. Matanya berhenti pada sebuah jendela. Rayna tersenyum lega. Dia segera bergegas melangkahkan kakinya mendekati jendela berharap jendela itu bisa digunakan untuk dia keluar kabur dari tempat ini.

Dengan hati-hati Rayna mencoba membuka jendela. Senyumnya merekah lebar menghiasi wajah manisnya. Kepalanya dikeluarkan terlebih dahulu untuk memastikan jika keluar nanti dia aman. 'Ah, aku sungguh beruntung' gumam Rayna tersenyum tipis. Rayna mengangkat sebelah kakinya menaiki jendela. Setelah keduanya berhasil naik dia bersiap untuk melompat.

"Hei, kau mau kemana dokter?" tanya Axel dengan berkacak pinggang berdiri dengan angkuh di depan Rayna. Rayna meneguk salivanya, rencananya untuk kabur tidak berhasil.

Axel melangkahkan kakinya mendekati Rayna. Kedua tangannya mencengkeram lengan Rayna dengan kasar membuat Rayna meringis. "Kau mencoba bermain-main denganku dokter Rayna?" tanya Axel dengan geram.

Wajah mereka sangat dekat hingga Rayna bisa merasakan hembusan nafas Axel. "Ayo ikut aku!!" kata Axel menyeret tubuh Rayna membawanya berjalan. Langkah kaki Axel yang terlalu cepat dan lebar membuat Rayna berjalan dengan terseok-seok karena tidak bisa mengimbangin langkah kaki Axel.

"Lepas!!! lepaskan aku!! Aku bisa berjalan sendiri tuan!!" teriak Rayna sembari berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Axel.

Axel melempar kasar tubuh Rayna hingga dia hampir terjatuh. Untung saja tertahan tempat tidur pasien, tempat dimana Teddy masih terbujur lemas disana.

"Bangunkan dia sekarang!!" perintah Axel dengan tegas sembari menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Rayna menatap Axel enggan. Dia tidak habis pikir dengan pria sadis yang tidak berperasaan. Manusia terkejam tidak punya hati yang baru dia temui seumur hidupnya.

"Oh Tuhan, dia akan mati jika aku membangunkannya! apa kau tidak mengerti!! hah?" bentak Rayna frustasi.

"Bangunkan dan buat dia bicara!! setelah itu kau bebas dokter!" Axel menatap tajam Rayna, lalu perlahan mengeluarkan pistol dari balik pakaiannya.

"Cepat!! Lakukan" teriaknya membuat Rayna terkesiap karena kaget.

Rayna mengambil suntikan dan obat sembari menatap Axel penuh kebencian. Kemudian dia menyuntikkannya ke infus Teddy tanpa mengalihkan pandangannya menatap Axel.

"Kau yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya!" kata Rayna sembari mengangkat kedua tangannya menyerah.

Rayna mengehela nafas kasar, sembari sesekali memegang jidatnya. Perlahan Teddy membuka matanya, tubuhnya masih lemas karena pengaruh obat. Dengan kasar Axel mendorong Rayna agar menyingkir dari tempatnya berdiri.

"Hei, katakan padaku dimana komputer itu?!" teriak Axel dengan kasar. Pistolnya ditodongkan ke arah Teddy.

"Astaga! Demi Tuhan, dia akan mati Tuan!!" sela Rayna terlihat cemas.

Axel tidak peduli, dia terus saja mencecar Teddy dengan pertanyaan yang sama. Akan tetapi, tidak mendapatkan jawaban apapun darinya. Axel hanya mendapat seringaian tipis dari Teddy.

Axel mulia naik pitam, dia hampir saja menarik pelatuknya jika saja gawainya tidak berbunyi. Rayna hanya bisa menatap cemas bercampur takut sembari memegang kedua telinganya dengan mata terpejam.

"Sial!" umpat Axel, sembari mengambil gawainya.

'Bagaiamana? kenapa lama sekali?!'

"Kita dalam masalah besar, dokter yang kau kirim bukan Misyel"

'Bagaiamana mungkin? aku menyuruhnya untuk datang. Lalu siapa yang datang kalau bukan dia?'

"Rayna Abraham, adik dari Mark Abraham"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status