Share

2. Bertemu musuh lama

Author: Cutegurl
last update Last Updated: 2025-05-15 14:35:48

Tepat saat itu, dari ujung lorong terdengar suara datar dan tenang.

“Lucu sekali. Bagaimana mungkin aku Anda? Padahal saya tidak melihat Anda di ruangan pasien semalam.”

Semua menoleh. Elvario berdiri di sana, menyandarkan tubuh pada dinding dengan tangan bersilang. Sorot matanya tajam, nyaris menusuk.

Tama mendongak, tubuhnya kaku.

Wajahnya pucat.

Jantungnya mencelos saat matanya menangkap sosok pria berjas putih yang berjalan mendekat. Tegap. Gagah. Dan... terasa sangat familiar.

“Tidak mungkin...” desisnya, nyaris tanpa suara.

Pria itu, dengan wajah dingin dan sorot mata menusuk, berdiri di ambang pintu. Rambutnya hitam legam, rapi. Aura yang ia bawa seolah menekan atmosfer ruangan. Para perawat langsung memberi jalan tanpa sadar, seperti tunduk pada kekuatan tak kasat mata.

Elvario berdiri tegak. Menatap pasien yang kini sadar, lalu matanya bergerak perlahan... menatap langsung ke arah Tama.

Tatapan mereka bersirobok.

Dan dunia seolah membeku.

Tama mematung. Wajah itu... tak mungkin salah. Tapi ini mustahil! El sudah mati. Dia melihat sendiri El memuntahkan darah malam itu, tak bernyawa di tanah berlumpur. Tapi sekarang... pria itu berdiri di depannya, dengan pandangan menusuk dan aura dendam yang terasa sangat kuat.

“El...” gumam Tama tanpa sadar.

Mata El menyipit sedikit, tapi tak ada emosi yang tergambar. Hanya ketenangan yang mematikan.

Ia membuka suara, suaranya rendah dan berat.

“Maaf, siapa Anda?”

Tama terperanjat. “A... aku... perkenalkan, aku Tama. Dokter spesialis bedah saraf (neurosurgeon). Aku yang menangani pasien ini semalam.”

Tama menatap El tak berkedip. Pria di depannya ini... mengenalnya.

'Aku tahu dia mengenalku. Tapi mengapa dia berpura-pura?' pikir Tama.

El melangkah pelan ke arah Tama. Begitu dekat, hingga hanya tinggal beberapa jengkal di antara mereka. Lalu ia menatap lurus ke mata Tama.

Tama bisa merasakan hawa dingin mengalir dalam pori-porinya.

“Apa kau yakin, kalau dirimu yang menyembuhkan pasien ini, Dokter Tama? Ini adalah pasien yang sudah didiagnosa mati otak, lho,” ujar El, suaranya tenang tapi mengandung nada menyindir yang tajam.

Tama menggertakkan giginya. “T-tentu saja. Aku dokter spesialis bedah saraf terbaik di negeri ini.”

El mengangguk-angguk pelan, tapi bibirnya mencibir tipis. Pria di depannya ini benar-benar menjijikkan.

"Baiklah, Perkenalkan," ujarnya. "aku Elvario, spesialis bedah saraf, sama sepertimu!"

Ruangan kembali senyap. Hanya terdengar suara detak jam dinding dan tarikan napas yang tertahan dari para perawat dan beberapa orang dokter yang masih berdiri di tempat, tidak berani bergerak.

Tama menggertakkan gigi. Tangannya mengepal di balik jas lab putih. Ia tahu, pria ini tidak datang untuk memperkenalkan diri.

Elvario melangkah pelan, membungkuk sedikit seolah ingin menyampaikan sesuatu secara pribadi. Tapi justru kata-katanya disampaikan cukup keras, agar semua orang bisa mendengar.

“Dokter Tama, Anda yakin, kalau Anda yang menyembuhkan pasien ini?”

Tama terperangah. “A-apa maksudmu?! Tentu saja aku yang melakukannya!”

El menarik napas pelan. Tatapannya tidak berubah. Tetap tajam. Tetap dingin.

“Aku memeriksa ulang hasil diagnosis dan metode tindakanmu. Jujur saja... aku ragu apakah kau tahu letak medulla oblongata manusia atau tidak.”

Semua orang yang ada di sana saling pandang.

Beberapa perawat menunduk, ada yang menahan senyum kaku, yang lain menahan napas. Suasana mendadak penuh ketegangan yang menyesakkan.

Tama menggertakkan giginya. Dadanya sesak, bukan karena malu, tapi karena merasa diinjak-injak di depan umum. Selama ini, semua orang memandangnya sebagai dokter hebat. Ia tak terbiasa direndahkan, apalagi oleh seseorang yang baru saja muncul entah dari mana—seseorang yang... sangat mirip dengan orang yang seharusnya sudah mati.

“Aku tidak tahu dari mana kau mendapatkan keberanian untuk menghinaku seperti ini, Dokter Elvario,” katanya, suaranya meninggi, berusaha mempertahankan wibawa. “Tapi semua tindakan medis yang kulakukan semalam sudah sesuai prosedur. Pasien ini bisa sadar hari ini juga karena penanganan darurat yang aku berikan. Tanpa intervensiku, dia mungkin tidak akan selamat!”

Semua yang ada di sana diam tak bersuara.

El hanya menatapnya. Kemudian ia tersenyum licik.

Bagus! Penghianat ini, sudah masuk dalam perangkapnya.

“Bagus sekali,” ujarnya. “Karena ini adalah kasus pertama dalam sejarah medis. Seseorang yang sudah mati otak bisa sadar kembali. Sebuah keajaiban yang tak pernah terjadi sebelumnya.”

Ia menoleh ke kerumunan dokter dan perawat.

“Maka saya ingin bertanya pada Dokter Tama,” katanya keras, agar semua mendengar, “prosedur apa yang Anda gunakan untuk menyelamatkan pasien yang sudah mati otak?”

Tama terdiam.

Seluruh perhatian kini tertuju padanya.

Mata-mata penuh tanya, ragu, dan diam-diam... curiga.

“Elvario, aku tidak—”

“Oh, ayolah, Dokter Tama,” potong El. “Kami semua ingin tahu. Anda harus berbagi. Ini bisa jadi penemuan besar. Penyelamatan ajaib yang tak ada duanya.”

Tama tercekat.

Kerongkongannya kering. Napasnya berat. Kata-kata tak keluar.

“Ya, Dokter Tama!” sela salah satu dokter muda. “Tolong jelaskan pada kami. Ini luar biasa. Anda menyelamatkan pasien mati otak! Bagaimana caranya?”

“Benar. Semua prosedurnya. Kami semua ingin tahu.”

Tama membatu.

Semua mata kini mengarah padanya.

Mereka semua menginginkan penjelasan.

Namun sebelum suara kembali terdengar dari bibir Tama yang bergetar, suara interkom rumah sakit mendadak menggelegar di seluruh ruangan.

“Seluruh dokter spesialis dimohon segera menuju IGD. Terjadi kecelakaan tunggal dengan korban luka berat. Ulangi—seluruh dokter spesialis, segera ke IGD.”

Suara interkom itu terdengar genting. Membelah atmosfer tegang yang sejenak membeku.

Para perawat saling pandang. Beberapa dokter langsung bergerak, reflek profesional mengalahkan rasa penasaran mereka.

Salah satu perawat menunduk pada Elvario. “Dokter, kami harus ke IGD sekarang.”

El mengangguk pelan. Tatapannya masih menusuk ke arah Tama.

“Kau dengar itu, Dokter Tama? Sepertinya waktumu untuk membuktikan kemampuan sudah datang.”

Tama tak menjawab. Wajahnya kaku, tapi matanya menyiratkan kegelisahan. Ia tahu—Elvario menantangnya secara terbuka. Di depan semua orang.

“Aku akan ke IGD. Kita akan lihat langsung, siapa yang benar-benar tahu letak medulla oblongata,” lanjut Elvario, suaranya tenang namun berbahaya.

Dengan langkah tegap dan aura dingin yang mendominasi, Elvario membalikkan badan, ia berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan. Jas putihnya mengepak ringan, menciptakan bayangan panjang di lantai.

Tama mengepalkan tangan, menatap benci ke arah siluet Elvario yang mulai hilang dari pandangannya.

Napasnya memburu, tapi ia tak punya pilihan.

Kini, bukan hanya reputasi yang dipertaruhkan.

Suasana IGD mendadak hiruk-pikuk. Beberapa perawat berlarian, membuka jalur. Tim medis mendorong ranjang dengan pasien yang penuh luka dan darah. Wajah korban nyaris tak dikenali—hancur karena benturan keras. Ada serpihan logam menancap di pelipis, dan pendarahan aktif di bagian kepala.

"Pasien laki-laki, 28 tahun! Kecelakaan tunggal, diduga kehilangan kendali dan menghantam tiang beton dengan kecepatan tinggi!" seru salah satu petugas ambulans. "Ada kemungkinan fraktur basis cranii dan cedera otak berat! Kesadaran menurun, pupil anisoskoris!"

Dokter-dokter mendekat. Salah satunya adalah Tama, wajahnya masih pucat, tapi ia berusaha profesional. Ia memeriksa pasien sekilas, lalu mengangguk.

“Kita harus segera CT-scan dan persiapkan kraniotomi darurat! Ini hematoma subdural masif!” katanya cepat.

Namun tiba-tiba, suara tenang dan dalam memotong.

“Tidak. Ini bukan hematoma subdural.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    168. Saya tidak bisa istirahat

    Salah satu asisten segera memberikan benang pada El dengan gerakan cepat. Semua tim operasi El kali ini bekerja dengan cepat. El lalu menjahit luka besar itu dengan gerakan cepat namun rapi. Setiap jahitannya terpasang dengan ketegasan luar biasa. Menegaskan sosoknya yang bisa dibilang sempurna dalam urusan medis. Dia benar-benar adalah murid membanggakan dari tabib terkutuk. Dalam ruang operasi yang dingin itu, suara tik-tik-tik alat monitor menjadi satu-satunya musik di ruangan tersebut. Menjadi teman dengar bagi beberapa pasang telinga di sana. Dan ketika El sedang fokus menangani pasiennya, seorang perawat masuk ke dalam ruang operasi dengan tergesa-gesa. Di wajahnya terlihat panik yang kentara. “Dokter, ada dua korban lainnya yang baru tiba. Keduanya tidak sadar, salah satunya dengan luka bakar parah.” El menatap sekilas ke arah pintu, lalu berkata datar, “Beri prioritas lebih dulu pada pasien dengan nadi lemah. Minta Dokter Lina untuk ambil alih triase. Jangan biarkan

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    167. Terus menyelamatkan

    Roda brankar berdecit keras saat salah satu pasien didorong masuk ke ruang operasi darurat dua. Bau darah segar, dan campuran antiseptik, langsung memenuhi udara dingin di dalam ruangan tersebut. Lampu operasi yang tergantung di atas meja operasi menyala dengan terang, menyilaukan, dan menyorot tubuh pasien laki-laki yang penuh dengan luka. Wajahnya nyaris tak dikenali, tertutup darah dan serpihan kaca yang menempel di kulitnya. Nafasnya berat, pendek, dan terputus-putus. Elvario kini sedang berdiri di sisi meja operasi, dan mengenakan sarung tangan steril yang baru. Masker telah menutupi separuh wajahnya, hanya menyisakan sepasang mata tajam yang penuh fokus. Di sampingnya, seorang dokter anestesi sedang memeriksa tekanan darah pasien dan saturasi oksigen yang terus turun drastis. “Tekanan 60 per 30, Dok! Saturasinya 78 persen!” “Buka jalan napasnya sekarang! Ventilator siap?” “Siap, Dok!” El menarik napas dalam, lalu menatap layar monitor. Detak jantung pasien melambat.

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    166. Terus berjuang menyelamatkan

    Setelah mengatakan perintah tersebut, El menutup panggilan telepon tersebut. Kemudian El berdiri dengan cepat, dan meraih jasnya lalu langsung mengenakan jas tersebut dalam satu gerakan. Tatapan semua orang yang ada di kantin itu mengikuti langkahnya saat El berjalan cepat keluar, suara sepatunya terdengar beradu dengan lantai yang licin karena basah. Sekarang koridor rumah sakit terasa lebih sibuk dari saat tadi El melewatinya. Dan beberapa orang perawat tampak berlarian di sana, dengan suara telepon yang terus berdering, disusul dengan suara pengumuman dari pengeras suara menggema dengan keras. “Seluruh tim trauma harap segera ke IGD. Tim trauma, ke IGD sekarang.” Suara panggilan itu terdengar tegas dan juga penuh permintaan. El semakin mempcepat langkahnya. Tatapannya tajam, dan juga fokus. Begitu El tiba di ruang trauma, aroma khas rumah sakit, berupa obat, darah, dan antiseptik langsung menyergap ke dalam hidungnya. Di sana, terlihat ada beberapa staf medis sudah bersiap

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    165. Apakah akan ada insiden lagi?

    Beberapa Jam Kemudian Ruang operasi telah digunakan bergantian. El keluar dari OR dengan seragam operasi yang basah oleh keringat. Maskernya ia turunkan perlahan, langkahnya berat. “Pasien perempuan sudah stabil,” lapor perawat ICU. “Transfusi berjalan baik, tekanan darah normal.” El mengangguk pelan. “Pantau urine output dan saturasi tiap lima belas menit. Jika turun, hubungi saya langsung.” Ia lalu menatap layar monitor di ruang observasi tempat pasien laki-laki dirawat pascaoperasi. Napas pria itu teratur, tapi masih dibantu ventilator. CT menunjukkan pendarahan sudah dibersihkan, namun kesadarannya belum pulih. Jam dinding di atas pintu menunjukkan pukul 13.47. Sudah lewat dari jam makan siang. Langkah kaki El bergema pelan di lantai rumah sakit yang bersih mengilap. Operasi yang El lakukan berjalan lancar, dan nyawa pasien selamat, tapi tenaga El terasa nyaris terkuras habis. Saat ia tiba di pintu keluar IGD, El kemudian berhenti. Pandangannya tertarik oleh sesuatu

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    164. Mereka butuh saya

    Suara sirene ambulans meraung menembus keramaian pagi di kota Samara. Begitu kendaraan itu berhenti di depan pintu gawat darurat RS Medical, dua pintu belakang langsung terbuka. Paramedis keluar membawa dua brankar, satu dengan tubuh pria yang tak sadarkan diri, satu lagi dengan seorang wanita muda yang wajahnya pucat dan tubuhnya berlumuran darah. “Seorang pasien perempuan, trauma paha kanan, perdarahannya aktif! Seorang pasien laki-laki, mengalami cedera kepala berat, GCS delapan!” seru paramedis cepat. Dr. Elvario turun dari ambulans terakhir. Ia kemudian menatap sekeliling, matanya menatap tajam dan fokus, sementara perawat serta dokter jaga segera menghampiri. “Trauma bay satu dan dua, siapkan alat resusitasi! Hubungi bedah saraf dan ortopedi sekarang!” ucap El dengan lantang, suaranya langsung menembus hiruk-pikuk ruangan. Tak ada yang berani membantah perintah El. Dalam waktu kurang dari satu menit, ruang IGD langsung berubah menjadi arena perang melawan malaikat maut.

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    163. Mulai menyelamatkan lagi

    Mendengar teriakkan itu, tanpa berpikir panjang, El langsung menepikan mobilnya, menarik rem tangan, dan keluar dari mobil tersebut. Udara pagi hari yang bercampur dengan aroma bensin dan besi panas menusuk hidung El. Ia segera berlari menuju lokasi kecelakaan, menyingkirkan beberapa orang yang hanya berdiri menonton sambil memegang ponsel. “Tolong menjauh semuanya! Tolong beri ruang untuk tim penyelamat!” seorang pria berseragam oranye dengan lambang BASARNAS di punggungnya berteriak dengan suara keras. Beberapa saat setelahnya, sirine ambulans dan mobil polisi mulai terdengar mendekat dari arah belakang. El merunduk, berusaha untuk melihat ke dalam kabin mobil yang terguling. Melalui jendela belakang yang retak, ia bisa melihat ada dua orang penumpang di dalam mobil tersebut. Ada seorang pria yang berada di kursi kemudi tampak pingsan dengan darah yang mengucur dari pelipisnya, sementara seorang wanita muda di kursi penumpang depan menjerit dengan pelan, tubuhnya terjepit das

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status