Share

Mas Faiz

Pikiranku terus melayang memikirkan keluhan dr. Doddy yang ingin segera kutengok. Apa tujuannya menggiringku ke Villa persembunyiannya? Ada rahasia apa? aku semakin penasaran.

Setiap hari katanya, Dokter Tampan itu mengekorku mulai dari aku terbangun sampai tertidur. Mungkin saja, aku tak tahu pasti karena dia hanya menampakan dirinya padaku saat malam hari.

Hari ini aku bekerja shift pagi, jam tiga sore tugasku selesai. Aku segera membereskan semua berkas-berkas di ruangan, baru saja keluar Paviliun terlihat Mas Faiz duduk di kursi tunggu.

Mas Faiz berdiri dan tersenyum saat menyadari aku keluar dari Paviliun.

"Suster!" sapanya canggung.

"Ada apa Mas? Ada kabar tentang Saina?" tanyaku.

Kami berjalan beriringan menuju loker.

"Enggak, belum ada kabar. Aku mampir, kebetulan habis dari Dokter gigi."

"Bentar ya Mas, aku ambil tas dulu di loker."

Mas Faiz menunggu di depan loker, lalu kami kembali berjalan menuju lobi.

"Suster mau langsung pulang?" tanyanya.

"Iya, memangnya kenapa Mas?"

"Oo ... iya Suster, lusa di rumah ada pengajian untuk mendo'akan kesembuhan Saina. Kak Aruna mengundang Suster untuk datang!"

"Jam berapa acaranya, Mas?"

"Selepas Magrib, kalau Suster kerja gak apa-apa, ini kalau sempat."

"Kalau gak mendadak mah gampang Mas, nanti aku bisa tukar jadwal sama teman."

"Terima kasih, Suster," ucapnya

"Panggil aku Ageeza atau Geeza aja, Mas. Jam kerjaku kan sudah selesai."

"Oke, mau pulang bareng?" tawarnya.

"Aku bawa motor, Mas."

"Oo ... oke Geeza, kalau begitu aku duluan. Sampai jumpa lusa, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Kaku sekali, Mas Faiz seperti jarang berinteraksi dengan orang. Pembawaannya lempeeeng seperti jalan tol. Senyumnyapun irit, seirit-iritnya.

♡♡♡♡♡

Aku masih sangat penasaran, sambil rebahan di tempat tidur, googling mencari info tentang dr. Doddy. Saat namanya ku ketik tak ada satupun informasi tentangnya.

Zaman segini modern-nya gak mungkin kan gak punya akun sosmed? Aku juga mencari berita-berita kecelakaan setahun belakangan, siapa tahu ada informasi di sana. Nihil, tak setitikpun aku mendapat petunjuk.

Lelah juga berkutik di depan laptop, aku sampai ketiduran. Entah siapa yang mematikan dan membereskan laptop dari tempat tidur? Aku bangun jam setengah satu malam, lapar, baru ingat belum makan

"Cekrek!" Aku menekan saklar lampu dapur. Kaget sekali, saat lampu menyala dr. Doddy sudah duduk di salah satu kursi meja makan.

"Dokter!! kebiasaan deh," omelku kesal.

Aku berlalu tanpa menghiraukan lalu menghangatkan masakan yang disisakan Ibu untukku. Setelah semuanya hangat, tanpa menunggu aku langsung mengeksekusi semuanya plus sepiring nasi hangat dari ricecooker.

"Makan gak nawarin, gak nyapa juga, gak sopan!" gerutu dr. Doddy.

"Hantu kan gak makan," sahutku.

"Siapa bilang!! Aku makan."

"Makan apa?"

"Makan kamu Ageeza!"

"Ih serem deh, jangan bercanda, Dok?" bentakku.

Suaranya mengeram berusaha menakuti, tapi sungguh gak ada takut-takutnya. Aku tertawa terbahak sambil membawa piring kotor ke washtafel.

"Kalau hantu setampan itu mana ada yang takut, Dok!" ujarku.

"Jadi aku tampan? Hahaha ... kamu belum tahu saja wajahku setelah kecelakaan."

"Kecelakaan? Rusakkah wajah Dokter?" Aku penasaran.

"Aku tidak akan memperlihatkan kondisi wajahku sekarang, Za. Kamu pasti takut dan mungkin tidak mau melihatku."

"Kita kan teman, kenapa gak berbagi cerita denganku, Dok?"

"Belum saatnya, Za."

"Baiklah, aku gak maksa."

Jujur penasaran sekali tapi bagaimana lagi, tidak mungkin memaksa dr. Doddy untuk bercerita.

Kebetulan aku masuk kerja jam tiga sore, aku juga sudah tidur pulas dari tadi sore. Sudah tidak ada kantuk yang tersisa, akhirnya kuputuskan untuk menyalakan TV dan menonton kembali  drama Korea yang belum selesai ditonton.

Ada beberapa cemilan dan minuman bersoda yang dibawa dari dapur. Lampu sengaja tak dinyalakan agar terkesan menonton di bioskop.

Drama yang sangat romantis ditemani setoples potatto chips. Mataku fokus ke layar TV tapi tangan menjangkau pottato chips dalam toples.

Deg,

Tangan kami beradu saat hendak mengambil cemilan di toples yang sama. Aku dan dr. Doddy saling tatap, kok bisa kita saling sentuh?

Kemarin saat ingin memeluk gak bisa, sekarang bisa, ada apa ini? 

"Gak usah kaget, jangan baper juga!" ucapnya.

"Ishh ... apa sih Dokter ge-er."

Kami menikmati nonton bersama malam ini. Tertawa bersama saat melihat adegan lucu, dan saling diam saat adegan romantis. Sudah jam tiga malam, film selesai. Kantuk sudah di pelupuk mata.

Kumatikan layar televisi dan segera beristirahat di kamar.

"Terima kasih, untuk nge-date kita malam ini, Za."

"Apa! Nge-date?" Aku terhenyak. Kunyalakan kembali lampu kamar yang baru saja aku matikan.

Curang! Dia sudah menghilang. Kebiasaan, gak bisa apa sehari saja tidak membuatku penasaran.

♡♡♡♡♡

Kebetulan sedang berhalangan, kubiarkan raga ini menikmati tidurnya agak panjang. Berniat merangkai mimpi indah bersama sang pangeran tiba-tiba ada yang membuka gordeng kamarku. Cahaya mentari langsung menelusup, silaunya langsung mengarah ke mata.

"Dek! bangun!"

"Aku kerja siang, Bang."

"Abang tahu, mau minta tolong nih. Bangun dulu bentar."

Dengan malas aku berusaha membuka mata, menyimak apa yang Abang sampaikan.

Abang masih kuliah pasca Sarjana, mengisi waktu luang, kadang Abang ambil job memotret. Hari ini harusnya pemotretan untuk sebuah katalog, tapi modelnya gak jadi dateng karena dapat musibah. Gak bisa nyari model dadakan, jadilah aku ditodong jadi model gratisan.

"Please, Dek, kali ini aja."

"Aku gak bisa, Bang. Pose-pose cantik gitu, buka aku banget."

"Nanti ada yang mengarahkan posenya, Dek."

"Bajunya?"

"Bajunya sopan, pake t-shirt dan celana jeans."

Akhirnya karena Abang maksa aku ikut ke Studio. Maklum aku orang biasa, rasanya ribet sekali menjalani proses pemotretan seperti ini.

Saat telah beberapa kali berpose tiba-tiba pintu studio terbuka.

"Bagus! aku suka ini, Pak Bachir. Lanjut kontrak untuk pembuatan katalog lainnya."

Mas Faiz! Ya Allah sempit sekali dunia ini. Selesai pemotretan aku menunggu di lobi, Abang masih mengobrol dengan Pak Bachir, Bosnya.

"Suster, merangkap model juga?" tanya Mas Faiz.

"Mas Faiz? Enggak Mas. Ini baru pertama kali, terpaksa juga bantuin Abang," jawabku.

"Tapi luwes juga, lumayan buat pemula. Kalau minat, katalog selanjutnya boleh lanjut kamu modelnya."

"Maaf, Mas. Aku gak bisa. Modelkan bajunya kebuka-kebuka aku gak berani."

"Hahaha ...." tawa Mas Faiz.

Astaga! Ini bukan mimpi, laki-laki lempeeng itu tertawa lepas dan aku hanya tersenyum tipis.

"Ageeza, produk perusahaanku celana jeans ... gak ada foto-foto katalog dengan baju terbuka. Pikirkan lagi, lumayan untuk tambahan uang jajan."

"Insha Allah ya, Mas. Aku obrolin dulu nanti sama Abang."

"Ayo, Dek!" Abang menarik tanganku.

"Bang masih inget gak, Mas Faiz Om-nya Saina?" 

"Wah Abang lupa, Dek, maklum waktu itu kan malem. Maaf Pak, pas kemarin meeting gak ngeh kita pernah ketemu?"

"Gak apa-apa, Bang," jawab Mas Faiz.   

"Kami duluan Mas, Ageeza mau langsung ke Rumah Sakit. Assalamualaikum," pamit Abang, akupun mengangguk disertai seulas senyum .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status